Semua Bab Bukan Wanita Simpanan : Bab 41 - Bab 50

86 Bab

Chapter 41

Dinara melangkah memasuki kantor dengan langkah percaya diri. Seragam kerjanya yang rapi dan wajahnya yang segar menunjukkan tekadnya untuk memulai hari baru dengan semangat. Namun, ketika memasuki kantor, Gerald, atasannya yang terkenal dengan aura dingin dan arogan, sudah menunggunya di depan pintu."Dinara, ayo ikuti aku," kata Gerald dengan nada datar.Dinara pun mengikuti Gerald menuju ruangan yang lebih besar dan ramai. Gerald menuntunnya ke depan sekelompok orang yang sedang berbincang."Ini Dinara, admin baru di divisi pemasaran," kata Gerald dengan nada dingin, tanpa menunjukkan sedikitpun senyum.Tatapan semua orang di ruangan itu langsung tertuju pada Dinara. Dinara merasa sedikit tak nyaman dengan tatapan mereka yang terkesan menilai."Selamat datang, Dinara," kata salah satu staf pemasaran, tetapi suaranya terdengar sedikit sinis.Dinara mencoba menunjukkan senyum terbaiknya, tetapi senyum itu terasa k
Baca selengkapnya

Chapter 42

Dinara melangkah keluar dari ruangan, matanya mencari sosok Nada di antara kerumunan karyawan yang hilir mudik. Senyum tipis terukir di bibirnya saat melihat Nada sedang berbincang dengan seorang cleaning service di dekat mesin kopi."Din!" panggil Nada, melambaikan tangannya. Dinara menghampiri Nada, raut wajahnya sedikit muram."Din, kenapa muka kamu kusut gitu?" tanya Nada, mengerutkan kening. "Bukannya seharusnya senang kerja jadi admin pemasaran?"Dinara menghela napas, duduk di kursi di dekat Nada. "Gak tau, Nad. Semua orang di divisi pemasaran kayak ngeliatin aku dengan tatapan sinis gitu. Seolah-olah aku ini musuh mereka."Nada mengelus punggung Dinara dengan lembut. "Sabar, Din. Mungkin mereka cuma kaget aja ada muka baru di tim. Kamu kan baru masuk hari ini.""Tapi, Nad, gak ada satupun yang mau ngajak aku makan siang. Aku makan sendirian di kantin. Rasanya sepi banget." Dinara menunduk, matanya berkaca-kaca.Nada menggenggam tangan Dinara erat. "Udahlah, Din.
Baca selengkapnya

Chapter 43

"Dinara ... keluar kamu!" teriak Bella, menggedor-gedor pintu kamar Dinara dengan keras. Di tangannya memegang kantong plastik besar berisi snack yang baru ia beli dari warung, napasnya masih terengah-engah karena berlari.Reno yang tengah bersantai di ruang tamu, membaca koran sambil menyeruput teh, mengernyit heran. "Kenapa sih, Bella? Ribut-ribut aja," tanyanya, sedikit jengkel.Bella menghembuskan napas kasar, matanya melotot tajam. "Dinara baru pulang, Mas. Diantar mobil mewah!"Reno mengerutkan kening. "Mobil mewah? Dari mana kamu tahu?""Aku lihat sendiri, Mas, waktu mau pulang dari warung. Dia turun dari mobil sport warna merah, Mas! Yang harganya pasti mahal banget!" Bella menggerutu, tangannya mengepal erat.Reno menghela napas. "Kamu jangan ngawur, Bella. Mungkin itu mobil temannya Dinara.""Teman? Teman macam apa yang mau nganterin Dinara pulang? Jangan-jangan ...." Bella menunjuk ke arah kamar Dinara dengan jari telunjuknya, matanya berbinar-binar penuh kecurigaan. "Jang
Baca selengkapnya

Chapter 44

Dinara keluar dari kamar mandi, tubuhnya segar setelah mandi. Dia langsung berganti pakaian, lalu mengambil tasnya dan beranjak menuju pintu. Dia menuju ke rumah sahabatnya untuk menjemput Azka."Azka, sayang. Mama jemput ya," ucap Dinara sambil tersenyum, matanya berbinar menatap foto Azka yang terpajang di meja rias.Dia mencium foto Azka dengan lembut, lalu keluar dari rumah. Dia berjalan menuju rumah Nada, sahabatnya yang sudah seperti saudara baginya.Dinara sudah menitipkan Azka di rumah Nada selama beberapa hari terakhir. Dinara harus bekerja, dia terpaksa menitipkan Azka di rumah Nada.Tidak mungkin ditinggal di rumah mertuanya, takut Bella menyakiti putranya nanti. Mengingat kemarin Bella mengatakan tidak akan bisa menerima Azka."Nad ... aku datang," sapa Dinara, sambil mengetuk pintu rumah Nada."Eh, langsung masuk saja," jawab Nada, membukakan pintu. "Azka sudah nungguin kamu, tuh. Katanya kangen.''"Azka, sayang. Mama udah datang," ucap Dinara, sambil mengulurkan tang
Baca selengkapnya

Chapter 45

Keesokan paginya.Yuyun, mertua Dinara, masuk ke rumah dengan langkah lebar. Semalam dia menginap di rumah saudaranya. Langkahnya terhenti mendadak di ambang pintu saat melihat Azka, cucu kesayangannya.Bibirnya tersenyum lebar melihat Azka sudah pulang, dia langsung menghampiri anak laki-laki itu untuk meluapkan kerinduan."Azka, Sayang ... Nenek pulang! Nenek bawa oleh-oleh, lho!" teriak Yuyun, matanya terus tertuju pada Azka.Azka yang sedang bermain mobil-mobilan di ruang tamu langsung berlari ke arah neneknya, "Nenek! Azka kangen!"Yuyun langsung memeluk Azka erat, menciumnya dengan gemas. "Nenek juga kangen Azka, sayang. Nenek bawa makanan enak buat Azka, nih!" Yuyun menunjukkan kantong plastik berisi makanan yang dia bawa. Tadi dia mau makan sendiri, tetapi kini langsung memberikan kepada Azka karena semua yang dia beli memang favorit Azka. Azka langsung berbinar-binar, "Wah, apa itu, Nek?"Yuyun mengeluarkan makanan dari dalam kantong plastik. "Ini ayam goreng kesuka
Baca selengkapnya

Chapter 46 — Ke Hotel

"Nanti siang, kita meeting di hotel," kata Gerald setelah Dinara baru saja masuk ke ruangannya, suaranya terdengar sangat datar. "Aku butuh admin pemasaran, dan kamu yang akan dipilih." Dinara tertegun. "Meeting di hotel?," batinnya, merasa tak nyaman. "Kenapa di hotel, Pak?" tanyanya lagi, suaranya sedikit gugup. "Itu urusan aku," jawab Gerald, suaranya dingin dan angkuh. "Kamu cukup datang saja." Dinara mengangguk, merasa tak enak. "Baik, Pak," jawabnya, sambil berusaha tersenyum. Gerald kembali fokus pada pekerjaannya. Dinara pun beranjak dari kursi, kemudian keluar dari ruangan dengan perasaan campur aduk. "Semoga semuanya baik-baik saja," gumamnya, sambil berjalan kembali ke ruangan divisi pemasaran. Namun, di balik rasa lega, Dinara masih merasa tertekan. Dia merasa seperti sedang diawasi, takut melakukan kesalahan. "Kapan, sih, aku bisa tenang?" batinnya, sambil menghela napas. Dinara melangkah lebar ke ruangannya, berusaha fokus pada pekerjaannya. Namun, tatapan
Baca selengkapnya

Chapter 47 — Jadilah Kekasihku

Kamar itu luas dan mewah, dengan pemandangan kota yang indah dari jendela besar. Namun, Dinara tak bisa menikmati keindahan itu. Pikirannya dipenuhi rasa takut dan ketidakpastian.Gerald langsung duduk di sofa, wajahnya tetap datar dan tenang. "Duduk, Dinara," katanya, sambil menunjuk sofa di hadapannya.Dinara pun duduk, sambil menautkan kedua tangannya di atas paha. Dia merasa gugup, tak tahu apa yang akan terjadi."Dinara," kata Gerald, suaranya terdengar lembut, berbeda dari biasanya. "Aku ingin menawarkan sesuatu padamu."Dinara terdiam, merasa tak percaya. "Apa, Pak?" tanyanya, suaranya sedikit gemetar."Jadilah kekasihku," kata Gerald, sambil menatap Dinara dengan tatapan tajam.Dinara terkesiap, merasa tak percaya. "Kekasih?" batinnya, merasa kaget. "Apa, Pak?" tanya Dinara lagi, suaranya terdengar gugup."Jadilah kekasihku," kata Gerald lagi, suaranya tegas. "Aku akan memberimu apa pun yang kamu inginkan."Dinara terdiam, merasa bingung.
Baca selengkapnya

Chapter 48 — Perubahan Reno

"Turun sekarang, kita ketemu klien di restoran," Gerald berkata, suaranya terdengar ketus. Dinara menghela napas lega. Syukurlah, pertemuan ini benar-benar ada. Dia sempat khawatir Gerald hanya mengarang cerita untuk membawanya ke hotel ini."Baik, Pak," jawab Dinara, berusaha bersikap tenang. Dia mengikuti Gerald keluar dari kamar hotel, matanya mengamati sekeliling. Dia masih sedikit gugup, tapi berusaha menyembunyikannya. Hingga akhirnya mereka tiba di restoran hotel, mewah dan tentunya berbintang. Restoran ini dihiasi dengan banyak lampu kristal dan musik mengalun lembut. Gerald melangkah ke sofa pojok, di mana seorang pria datang bersama seorang wanita yang mungkin saja sekretaris perusahaan. "Untungnya aku bawa notebook," batin Dinara.Gerald menyalami kliennya, lantas duduk di hadapan pria dengan setelan jas berwarna biru tua itu. Gerald melirik Dinara, meminta untuk duduk di sampingnya lewat sorot mata. Tanpa menunggu lagi, wanita itu langsung mendudukkan diri sambil m
Baca selengkapnya

Chapter 49

Malam harinya."Azka, coba baca lagi paragraf ini," kata Dinara lembut, menunjuk kalimat di buku pelajaran Azka. Azka mengerutkan kening, mencoba berkonsentrasi. Namun, suara musik keras yang sejak tadi terdengar dari kamar Bella, membuat konsentrasinya buyar."Mama, suara musiknya kencang banget," keluh Azka. "Azka nggak bisa konsentrasi."Dinara menghela napas. "Sabar, Sayang. Mama coba bicarakan sama Tante Bella."Dinara berdiri dan berjalan menuju kamar Bella. Dia mengetuk pintu dengan keras. "Bella, bisa tolong pelan-pelan musiknya?" tanyanya, suaranya terdengar sangat kesal.Pintu terbuka dan Bella muncul dengan wajah cemberut. "Kenapa sih, Dinara?" tanyanya, suaranya terdengar ketus. "Kenapa kamu?!""Musiknya kencang banget," kata Dinara. "Azka lagi belajar, dia nggak bisa konsentrasi.""Emang kenapa? Ini juga rumahku, aku mau dengerin musik kencang-kencang pun bukan urusanmu. Itu hakku dan kamu nggak berhak ngelarang," jawab Bella, suaranya sem
Baca selengkapnya

Chapter 50

Dinara menggandeng tangan Azka, berjalan kaki menuju gerbang sekolah. Udara pagi yang sejuk terasa menyegarkan. Dia menikmati waktu bersama anaknya sebelum kembali berhadapan dengan drama rumah tangganya."Mama, aku mau main sama teman-teman dulu, ya," kata Azka, sambil menunjuk ke arah teman-temannya yang sedang bermain di halaman sekolah."Iya, Sayang," jawab Dinara, sambil mencium kening Azka. "Nanti pulang sekolah jangan langsung main, ya. Pulang dulu ganti baju, lalu makan. Baru boleh main."Azka mengangguk dan berlari menuju teman-temannya. Dinara menatap Azka yang bermain dengan gembira, merasakan sebuah rasa bahagia. Dia berharap bisa selalu melindungi Azka dari perselisihan rumah tangganya.Dinara menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan diri. Dia harus fokus pada pekerjaannya untuk masa depannya serta sang putra.Dia mencari ojek online di pinggir jalan. Tiba-tiba, mobil mew
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
9
DMCA.com Protection Status