All Chapters of Pengantin Remaja: Dijodohkan dengan Pewaris Tahta : Chapter 31 - Chapter 40

104 Chapters

31. Menemui Eyang

"Apa-apaan ini, Sayang?" Dimas melotot menatap isi toples di hadapannya. Lalu beralih menatap Citra tak percaya."Itu kue kering--" ucapan Citra terhenti saat dia menoleh, dan mendapati wajah Dimas terlihat tegang. Citra pun mengintip isi toples yang baru saja dia berikan pada sang pacar.Citra pun terkejut dengan apa yang dia lihat di dalam toples itu.  Seketika bulu kuduk Citra meremang. Sesuatu yang paling dia takuti sejak dulu, lebih tepatnya pobia."Kenapa ada cicaknya?!" Citra tahu, Dimas marah. "Sayang aku bisa jelasin. Aku nggak tahu kenapa ada bangkai cicak di dalamnya. Aku nggak mungkin masukin dan sebelumnya nggak ada." Citra menggeleng kencang."Lalu kenapa bisa ada bangkai cicak?!" "Aku nggak tahu, beneran." Citra ingin menangis rasanya."Nggak mungkin kamu nggak tahu. Kamu pasti sengaja kan?" "Enggak, Sayang. Ini pasti ulahnya Atala, iya pasti.""Kamu bohong juga aku nggak tahu."
Read more

32. Perselisihan Singkat

"Setelah apa yang kamu lakukan ke Eyang kemarin, kamu masih bisa ngomong begini?"Citra terkekeh. "Ya, bisa lah, Kak. Aku masih peduli sama Eyang--""Kalau kamu memang peduli, harusnya kamu mau menampung Eyang.""Loh, bukannya kemarin kita udah sama-sama dengar keputusan Atala? Atala juga nggak bisa terima Eyang. Kita punya alasan pribadi kenapa kita nggak bisa terima Eyang. Dan alasan itu nggak bisa kita ceritain ke Kakak. Harusnya Kakak ngerti." Citra mulai emosi."Harusnya kamu bisa, dong, bujuk suamimu ...." Kak Shinta terlihat tak mau kalah. Citra jadi makin yakin kalau kakaknya itu memang tidak mau mengurusi eyang putri."Ya, nggak bisa gitu, dong, Kak. Kak Shinta sendiri yang bilang rumah mewah itu punya Atala, bukan punya aku. Jadi aku nggak bisa maksa. Tahu diri ajalah, Kak. Sebagai istri yang baik aku harus nurut sama suami kan?"Kak Shinta terdiam, seakan tak dapat menjawab lagi. "Dan Kak Shinta nggak berhak melarang aku ketemu Ey
Read more

33. Sebuah Rencana

Citra pulang ke rumah menggunakan taksi. Sesampainya di rumah gadis itu tampak bahagia, saking bahagianya orang lain bisa melihat hal itu dari wajahnya."Senyum-senyum aja nih, bahagia banget keliatannya."Langkah Citra terhenti di ruang tamu. Citra menoleh. Atala terlihat duduk santai di kursi sofa seperti biasanya.Citra tentu tak lupa dengan apa yang sudah Atala lakukan terhadap kue coklatnya. Cowok itu pasti berharap hubungannya dengan Dimas berantakan gara-gara bangkai cicak itu. Bohong kalau Citra tidak marah, tapi untuk saat ini dia tidak mau marah dulu. Ada suatu hal yang ingin dia lakukan.Citra semakin melebarkan senyumnya. "Ya iyalah, emang gue lagi bahagia banget ....""Bahagia kenapa lo?" Atala terlihat begitu penasaran."Karena udah ketemu Eyang ...." Citra berjalan mendekati Atala. Duduk di kursi yang ada di hadapan suaminya itu."Oh iya, gimana tadi reaksi Eyang dan Kak Shinta liat lo datang? Keadaan Eyang gimana? Baik
Read more

34. Teman Kerja Sama

"Mulai sekarang gue mau menikmati peran sementara gue sebagai nyonya di sini." Citra mengungkapkan inginnya.Atala menggeleng. "Gue nggak ngerti. Langsung aja, deh."Citra mengernyit. "Ya, gue mau jadi nyonya di rumah ini sebagaimana seharusnya, gitu aja nggak ngerti. Dulu kan lo pernah bilang kalau sebaiknya gue tuh bersyukur dan menikmati peran gue sebagai istri lo, menikmati fasilitas di rumah ini kan?"Atala pun ingat dengan apa yang pernah dia ucapkan dulu. "Oh itu ... iya ...." Atala mengangguk-angguk. "Jadi lo mau apa?""Gue mau jadi nyonya yang sebenarnya. Gue mau memegang anggaran belanja, belanja dan mengatur semua belanjaan sehari-hari. Gue juga yang membiayai ART di sini. Gue mau menikmati uang lo, ya, lebih tepatnya uang Papa lo. Ya, pokoknya gue mau jadi istri lo yang sebenarnya, istri pada umumnya. Udah cukup jelas Tuan Atala?" Citra menatap Atala lekat-lekat.Atala tersenyum jahil. "Jadi istri gue yang sebenarnya? Berarti lo juga ma
Read more

35. Memulai Hari yang Baru

Citra berdecak kagum saat melihat ruang wadrobe yang ada di lantai atas. Dalam ruangan wadrobe yang lumayan besar itu tak hanya terdapat lemari beserta pakaiannya, tapi juga ada lemari khusus tas, sepatu dan aksesoris.Dia baru tahu di rumahnya itu ternyata ada ruangan semacam itu. Selama ini dia hanya melihat wadrobe di rumah-rumah mewah seperti dalam video sosial medianya atau di televisi. Dia tak menyangka sekarang ada di depan matanya, miliknya.Citra bingung kenapa papa mertuanya itu menyiapkan ini semua. Kenapa papa mertuanya memperlakukannya begitu baik?Citra lalu mengarungi lantai dua yang tak pernah sekalipun dilihatnya, memasuki ruang-ruang yang ada di sana.Di lantai atas itu juga terdapat banyak kamar, sekitar empat kamar yang begitu besar, lengkap dengan isinya. Di sana juga ada ruang olahraga lengkap beserta alat olahraganya. Juga ada ruangan alat musik yang kedap suara, khusus main alat musik. Citra jadi ingat Atala yang memang senang berm
Read more

36. Pasutri yang Harmonis

Akhirnya mobil SUV milik Atala tiba di klinik kecantikan yang ada di Jakarta. Klinik terbesar dan ternama untuk kalangan menengah.Sebenarnya Atala bisa saja membawa Citra ke klinik kecantikan artis yang paling mahal, tapi Citra yang tidak mau. Gadis itu pada dasarnya memang sederhana. Klinik sederhana ini saja sudah cukup untuknya.Citra terperangah begitu kakinya memijaki ruang lobi di klinik itu. Dingin AC terasa menusuk kulitnya. Tempatnya bersih dan estetik. Dia berasa bermimpi bisa menginjakkan kaki di klinik mahal ini."Biasa aja liatnya. Jangan malu-maluin gue ...," bisik Atala saat mendapati Citra celingukan memperhatikan interior klinik itu. "Nggak usah ditunjukin juga kalau lo orang kampung.""Sembarangan!" Citra mendelik kesal."Pendaftaran dulu sana," bisik Atala. Citra malah menatapnya bingung. "Gimana? Gue nggak tahu caranya.""Masuk aja dulu di ruangan pendaftaran, nanti diarahin.""Lo ikut, dong." Citra memelas.Atala pun menemani Citra melakukan pendaftaran dan admin
Read more

37. Perdebatan

Citra mondar-mandir di kamar dengan perasaan gelisah. Sejak tadi dia menelepon pacarnya, Dimas, berulang kali. Namun, telepon itu tak kunjung diangkat.Berbagai prasangka buruk menyerang pikirannya. Namun, yang paling mungkin adalah Dimas tidak mengangkat teleponnya karena marah, bukan karena sibuk. Tidak pernah Dimas begini. "Seenggaknya angkat, dong, telepon gue. Biar gue bisa jelasin." Citra mulai kesal.Saat Citra tersadar Atala memberinya kartu kredit, dia langsung menerimanya dan mengucapkan terima kasih. Namun, dia tidak sepenuhnya senang. Dia kepikiran Dimas. Sepanjang perjalanan tadi dia lebih banyak diam. Ketika Atala mengajaknya bicara, dia hanya menjawab sekenanya. Di pikirannya hanya satu. Dia ingin cepat-cepat sampai rumah. Agar bisa menelepon Dimas dengan leluasa. Dan dia tak ingin Atala tahu kalau mereka kini sedang ada masalah.Karena Dimas tak kunjung mengangkat teleponnya terpaksa Citra mengirimi pesan panjang lebar. To Dimas: Dimas kamu nggak marah karena lihat f
Read more

38. Sisa Waktu

Seminggu berlalu setelah hari di mana Citra dan Dimas bertengkar di telepon. Setelah bersusah payah Citra membujuk pacarnya untuk percaya dan memintanya tidak cemburu dengan Atala, akhirnya Dimas melunak. Mereka baikan dengan syarat Citra harus menjaga jarak dari Atala. Dimas tak mau lagi melihat Citra posting foto bersama lelaki itu. Dan Citra menyetujuinya.Dan selama seminggu itu, Citra lebih banyak menghabiskan waktu dengan berbelanja di Mall, mengatur anggaran belanja, uang belanja yang biasa dipegang Bi Rahma dialihkan padanya. Dia juga jadi sering ke klinik kecantikan. Dia pergi sendiri tanpa ditemani Atala ataupun Dimas.Kadang juga dia menemui Eyang di rumah Kak Shinta. Dia semakin pamer pada kakaknya. Citra mengubah penampilannya meski tetap memakai kaca mata. Pakaian yang dia kenakan mulai dari baju, tas, sepatu, hingga jam tangan semuanya branded. Itu barang-barang yang tersedia di wadrobe-nya yang telah papa mertuanya siapkan untuknya. Dia tinggal memakai
Read more

39. Jebakan

Atala pun menceritakan perihal pilihan yang papanya berikan padanya agar dia bisa mendapatkan pekerjaan. Kerja menjadi OB dulu di kantor papanya atau mengulang kuliah hingga selesai?"Kalau lo jadi gue, lo pilih mana?"Romi berdeham sebelum menjawab. Dia tampak berpikir, lalu .... "Ini beda-beda, sih, tiap orang. Tapi kalau gue jadi lo, gue milih jadi OB."Atala menatap Romi kesal, seolah dia tidak setuju dengan usul temannya itu. Romi yang mengerti langsung menjawab. "Gue pilih OB karena gue emang bukan tipe orang yang pilih-pilih dalam pekerjaan. Yang penting buat gue pekerjaan itu halal dan bisa gue kerjain. Latar belakang tamatan SMA kayak gue nggak berharap dapat kerjaan bagus. Tapi gue tahu lo. Lo tuh selalu memikirkan gengsi. Lo maunya dapat kerjaan bagus kan? Kalau gitu, ya, terpaksa lo ngulang kuliah lo sampai Papa lo mau kasih jabatan yang tinggi buat lo di kantornya.""Nah, masalahnya di situ.""Apaan?""Gue akhir-akhir ini udah b
Read more

40. Setengah Sadar

Citra mulai kepikiran dengan Atala, seharian ini, sejak tadi siang dan sampai tengah malam lelaki itu tak kunjung pulang. Entah ke mana dia melayap, Citra tak tahu.Citra tak bermaksud memikirkannya. Hanya saja dia juga tidak bisa tinggal diam dan tenang kalau tidak tahu kabar lelaki itu. Setidaknya Citra harus tahu dia pergi ke mana dan sedang apa. Apalagi kalau nanti papa menanyakan Atala padanya, dan dia tak tahu menjawabnya. Istri macam apa dia yang tak tahu suaminya di mana? Bisa-bisa papanya curiga."Udah jam segini." Citra berkali-kali mengecek jam di ponselnya. Sudah pukul setengah satu malam. Gadis itu sejak tadi duduk di kursi. Sesungguhnya dia sudah mengantuk, tapi dia tidak akan bisa tidur."Apa gue kirim pesan aja kali, ya. Tanya dia di mana. Paling nggak gue tahu dia ke mana. Kenapa gue baru kepikiran, sih." Citra kesal dengan dirinya sendiri.Lagi pula Citra merasa aneh dengan Atala akhir-akhir ini. Pria itu sepertinya banyak yang dia sibukkan dan pikirkan, tapi Citra t
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status