Semua Bab Terperangkap Jadi Ibu Susu Bayi Presdir: Bab 1 - Bab 10

226 Bab

Kehilangan Bayi

Amira masih berada di atas ranjang pasien. Wanita itu baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki yang sangat tampan mirip dengan dirinya secara normal. Dia baru sadarkan diri dan langsung mencari bayinya.“Suster di mana bayiku?” tanya Amira.“Ah, Anda sudah bangun, Nyonya.” Perawat mendekati Amira yang ditinggalkan sendiri di rumah sakit. Semua anggota keluarga suaminya sudah pulang dan tidak menunggu dirinya hingga siuman.“Ya. Di mana suamiku juga?” Amira mulai merasakan dirinya tidak nyaman. Tidak biasanya Andika meninggalkan dia begitu saja.“Kami benar-benar minta maaf, Nyonya.” Perawat memegang tangan Amira dengan lembut. Dia ingin memberikan kekuatan kepada wanita yang masih lemah karena baru saja melahirkan itu.“Minta maaf untuk apa?” Amira memaksakan dirinya untuk tersenyum. Dia benar-benar sudah ketakutan.“Anda kehilangan putra yang baru saja dilahirkan,” ucap perawat merapikan rambut Amira yang berantakan. “Apa? Tidak!” Amira segera duduk.“Aku susah payah untuk bisa h
Baca selengkapnya

Hati yang Hancur

Bibi memperhatikan Amira yang masih duduk diam di kursi. Wanita itu ragu untuk pergi ke kamar dan menemui suaminya. Dia benar-benar tidak punya apa pun lagi.“Mari saya antar ke kamar Anda, Bu.” Bibi mengulurkan tangan pada Amira.“Terima kasih. Aku bisa sendiri.” Amira beranjak dari tangan. Dia mengenakan tas di atas pundak kiri.“Ahh.” Amira hampir saja jatuh karena kelelahan dan kakinya lemah.“Hati-hati, Bu.” Bibi memegang tangan Amira.“Ada apa ribut-ribut?” Marni menuruni tangga. Wanita paruh baya yang tidak lain adalah mertua Amira. “Mama,” sapa Amira.“Kenapa kamu pulang ke rumah ini?” tanya Marni mendekati Amira. Wanita itu menatap tajam pada menantunya.“Karena ini rumah kita,” jawab Amira bingung. Dia memaksa diri tersenyum.“Ini bukan lagi rumah kamu,” tegas Marni.“Apa? Kenapa?” tanya Amira gemetar.“Karena kamu dan Andika akan segera bercerai,” jawab Marni tersenyum sinis.“Apa? Kenapa kamu bercerai?” tanya Amira dengan mata yang mulai basah. “Karena kamu sudah membuat
Baca selengkapnya

Diusir dari Rumah

Amira yang lelah dan lemah benar-benar tidur dengan pulas. Dia tidak terbangun meskipun hari sudah terang. Bibi yang sibuk di dapur pun tidak membangunkan wanita yang baru saja selesai melahirkan itu.Semua anggota keluarga sudah berada di ruang makan untuk menikmati sarapan. Tidak ada yang ingat apalagi peduli pada Amira yang memamg sudah diusir dari rumah mereka.“Dika, apa berkas untuk perceraian sudah siap?” tanya Marni.“Sudah, Ma,” jawab Andika.“Apa kita bisa makan dengan tenang dan tidak membahas apa pun?” Handoko menatap tajam pada Marni.“Aku hanya mengingatkan Andika agar dia mempercepat proses perceraian dengan wanita lemah itu. Melahirkan satu bayi saja tidak mampu. Menghabiskan uang selama program,” kesal Marni.“Ah, Ibu pasti masih tidur.” Bibi ragu untuk pergi ke kamar Amira karena dia masih harus menunggu semua orang selesai makan.“Semalam aku mendengar keributan. Apa yang terjadi?” Handoko menyelesaikan sarapannya. Pria itu mengeringkan mulutnya dengan tisu.“Menant
Baca selengkapnya

Kelahiran Putra Wijaya Kusuma

Seorang pria terlihat duduk di depan ruangan operasi. Wijaya Kususma menunggu istrinya Luna Margareta yang sedang melahirkan bayi pertama hasil buah cinta yang sudah lama diharapkan. Seorang model yang awalnya menolak untuk hamil dan melahirkan, tetapi diancam akan dihancurkan kariernya membuat wanita itu tidak bisa menolak permintaan suaminya yang berkuas.“Selamat, Pak. Bayi Anda sudah lahir dengan jenis kelamin laki-laki.” Dokter keluar dari ruangan dan mengucapkan selamat kepada Wijaya Kusuma dengan rasa hormat dan bangga.“Terima kasih. Kapan saya bisa bertemu dengan putra saya?” tanya Wijaya.“Anda bisa menunggu di rungan bayi yang sudah kami siapkan,” jawab dokter.“Suster, tolong antarkan Pak Wijaya ke ruangan,” uca[ dokter pada perawat.“Baik, Dok. Mari, Pak.” Suster tersenyum. Wanita muda itu mencuri pandang untuk bisa melihat wajah tampan dari Wijaya Kusuma.Wijaya mengikuti suster menuju ruang VIP khusus untuk ditempati putra selama berada di rumah sakit. Pria itu melihat
Baca selengkapnya

Pulang ke Rumah

Wijaya Kusuma terkejut melihat Luna yang duduk di sofa. Wanita itu terlihat sehat dengan cepat. Dia merapikan rambut dan bajunya. Berdandan dengan perlengkapan make yang ada di tas. Di sampingnya telah berdiri seorang asisten.“Apa yang kamu lakukan?” Wijaya Kusuma melihat pada ranjang bayinya. Putra kecil yang masih terlelap dalam tidur.“Aku sudah melaksanakan perintah kamu. Hamil dan melahirkan,” jawab Luna.“Kamu masih harus memberi asi untuk putra kita,” tegas Wijaya Kusuma.“Asi aku tidak keluar. Lihatlah dadaku yang hampir kempis ini. Aku benar-benar harus melakukan perawatan segera. Aku juga sudah menghubungi dokter kecantikan langgananku,” jelas Luna.“Hah! Aku benar-benar harus membuat perut ini kembali rata.” Luna berdiri di depan cermin.“Kapan kita pulang?” tanya Luna.“Kamu bisa pulang sekarang,” jawab Wijaya berjalan mendekati putranya.“Benarkah?” Luna melihat pada asisten pribadinya yang siap sedia membantu wanita itu dalam segala hal.“Pulanglah,” tegas Wijaya.“Baik
Baca selengkapnya

Pertemu Pertama

Amira benar-benar harus menguatkan diri. Dia tidak tahu dimana makan putranya. Air mata terus mengalir ketika mengingat nasib yang dijalaninya. “Anakku. Devano. Nama yang sudah Mama siapkan untuk kamu.” Amira duduk di lantai. Wanita itu hanya mengenakan dress pendek sebatas paha dengan lengan pendek di rumah kosan yang minimalis.“Mama bahkan belum melihat makam kamu. Mama harus sehat dulu.” Amira menangis sendirian di dalam rumah yang terkunci rapat.“Aku harus keluar untuk mencari bahan makanan.” Amira beranjak dari lantai. Dia menghapus air mata dan merapikan diri. Masuk ke kamar untuk berganti dengan pakaian yang lebih sopan.Amira memang cantik. Tubuhnya tinggi semampai dan padat terisi. Rambut hitam panjang dan bergelombang berkilau sehat terawat. Bola matanya besar dengan warna hitam pekat. Alis rapi asli dengan bulu mata lentik dan panjang. Bibirnya kecil, tetapi penuh dan seksi. Hidung mancung dengan dagu lancip dan berbelah. Dia masih memiliki satu gigi gisul yang manis keti
Baca selengkapnya

Kesedihan Amira

Dodi memperhatikan Amira yang sedang kebingungan. Wanita itu bahkan sudah melupakan rasa sakit pada kakinya yang masih berdarah. Dia sadar tidak akan mampu mengganti rugi pintu yang tergores dan jari pria yang juga terluka.“Nama dan tempat tinggal Anda serta pekerjaan, Nona?” tanya Dodi.“Amira. Aku baru saja pindah ke sini dan belum punya perkejaan. Rencanaku baru akan melamar di Perusahaan ini,” jelas Amira putus asa.“Kenapa aku sangat sial?” Amira mulai menangis. Dia kembali terduduk di jalanan. Memijit kaki yang terluka.“Apa aku benar-benar perempuan pembawa sial sehingga dibuang begitu saja? Aku kehilangan bayi, rumah dan diceraikan suami. Sekarang harus mengganti rugi mobil dan motor orang yang baru pertama kali aku pinjamkan untuk membeli kebutuhan sehari-hariku dari warung depan..” Amira menatap dengan mata basah pada Dodi yang memperhatikannya. Pria tua itu dengan sabar mendengarkan curahan isi hati Amira yang seusia dengan anaknya bahkan lebih muda.“Kenapa Tuhan begitu ja
Baca selengkapnya

Mengunjungi Makam Devano

Amira sudah selesai membuatkan makanan untuk dirinya sendiri. Wanita yang terbiasa hidup mandiri itu benar-benar bisa melakukan semuanya dengan sempurna. Dia disiplin sejak kecil agar bisa mencapai kesuksesan di masa depan, tetapi Andika menghancurkan semuanya. Pria itu membuat Amira berhenti bekerja agar bisa hamil dan melahirkan.“Andika, aku harap dia mau menerima panggilan dariku.” Amira yang baru selesai makan mengambil ponsel dan mencoba menghubungi Andika. Suaminya yang sudah melakukan gugatan cerai ke pengadilan karena mengikuti perintah orang tuanya.“Angkat Andika. Aku hanya mau melihat makan putraku. Aku juga mau bertanya apa kamu menyimpan foto anak kita.” Amira mulai menangis. Hari-harinya hanya dihiasi dengan air mata yang terus mengalir dan membasahi wajahnya yang cantik.“Ya Tuhan. Tolong gerakkan hati Andika untuk menerima panggilanku. Aku hanya ingin melihat makan anakku.” Amira mulai terisak. Dadanya selalu terasa sesak setiap kali mengingat nasib buruk yang menimpa
Baca selengkapnya

Melamar Pekerjaan

Andika tiba di rumah. Pria itu sudah terlambat untuk makan malam. Dia memarkirkan mobil di garasi dan masuk ke rumah dari pintu belakang. “Kenapa kamu terlambat?” tanya Marni menghentikan langkah kaki Andika yang akan menaiki tangga menuju kamarnya.“Ada banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan di kantor,” jawab Andika berbohong.“Kamu bukan pergi menemui wanita pembawa sial itu kan?” Marni menatap tajam pada Andika.“Aku pergi berziarah ke makam Devano,” ucap Andika.“Aku lelah, Ma dan juga lapar. Aku mau mandi.” Andika menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar. Pria itu lansung masuk kamar mandi.“Sebenarnya aku sangat rugi jika menceraikan Amira. Mama benar-benar tidak mengerti. Istriku itu rebutan banyak pria. Dia cantik, seksi dan juga cerdas.” Andika berada di bawah shower dengan membiarkan air dingin membasahi tubuhnya.“Ah, tubuh Amira benar-benar seksi dan menggoda. Aroma manis yang selalu aku rindukan. Dia selalu mampu menyiksaku.” Andika menegang. Pria yang sudah pernah ber
Baca selengkapnya

Terluka karena Cinta

Amira memeriksa saldo yang tersisa di rekeningnya. Wanita itu harus berhemat karena dia belum bekerja sehingga belum ada pemasukan.“Ya Tuhan, tolong hamba. Izinkan aku mendapatkan pekerjaan di Perusahaan Wijaya Kusuma. Gaji yang diberikan paling tinggi dari Perusahaan lain.” Amira berdoa kepada Tuhan. Dia dengan mudah bangkit dari keterpurukan. Wanita itu tidak terlahir dari keluarga kaya yang manja, tetapi terbiasa mandiri dan hidup susah.“Sebenarnya fasilitas menjadi asisten pribadi lebih wah karena tinggal bersama bos, tetapi aku tidak mau berada begitu dekat dengan seorang pria.” Amira melihat perbedaan pendapatan dan fasilitas yang didapat dari menjadi asisten pribadi Wijaya dan bekerha di bagian keuangan.“Padahal jadi sekretaris pribadi sekaligus asisten lebih menggiurkan.” Amira merebahkan tubuh di atas kasurnya. Dia menatap kertas di tangannya.“Tidak masalah. Jika diterima di bagian keuangan. Aku tidak akan bertemu dengan banyak orang. Berbeda ketika menjadi asisten pribadi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
23
DMCA.com Protection Status