Terima kasih. Semoga suka.
Amira memeriksa saldo yang tersisa di rekeningnya. Wanita itu harus berhemat karena dia belum bekerja sehingga belum ada pemasukan.“Ya Tuhan, tolong hamba. Izinkan aku mendapatkan pekerjaan di Perusahaan Wijaya Kusuma. Gaji yang diberikan paling tinggi dari Perusahaan lain.” Amira berdoa kepada Tuhan. Dia dengan mudah bangkit dari keterpurukan. Wanita itu tidak terlahir dari keluarga kaya yang manja, tetapi terbiasa mandiri dan hidup susah.“Sebenarnya fasilitas menjadi asisten pribadi lebih wah karena tinggal bersama bos, tetapi aku tidak mau berada begitu dekat dengan seorang pria.” Amira melihat perbedaan pendapatan dan fasilitas yang didapat dari menjadi asisten pribadi Wijaya dan bekerha di bagian keuangan.“Padahal jadi sekretaris pribadi sekaligus asisten lebih menggiurkan.” Amira merebahkan tubuh di atas kasurnya. Dia menatap kertas di tangannya.“Tidak masalah. Jika diterima di bagian keuangan. Aku tidak akan bertemu dengan banyak orang. Berbeda ketika menjadi asisten pribadi
Wijaya Kusuma duduk di balik meja kerja. Pria itu masih memeriksa beberapa kandidat calon sekretarisnya. Matanya kembali tertuju pada Amira Salsabila. Wanita yang dijumpainya tanpa sengaja.“Dia adalah kandidat terkuat, tetapi kenapa lebih memilih bagian keuangan?” tanya Wijaya Kusuma pada dirinya sendiri, tetapi terdengar oleh Dodi.“Gaji sekretaris jauh lebih besar dan fasilitas banyak. Jadi, lebih menguntungkan,” ucap Wijaya.“Sekretaris pribadi jauh lebih sibuk. Dia wanita cerdas, tentu saja akan memilih di bidang keuangan karena masih memiliki waktu luang.” Dodi tersenyum.“Benar dan aku butuh wanita cerdas.” Wijaya Kusuma tersenyum.“Dia satu-satunya yang berkompeten di bidang keuangan,” ucap Dodi dan Wijaya Kusuma terdiam.“Anda bisa melihatnya kan.” Dodi mengetuk layar computer di depan Wijaya.“Aku sendiri yang akan mewawancarinya,” tegas Wijaya Kusuma.“Hanya Amira atau semua?” tanya Dodi.“Amira saja,” jawab Wijaya Kusuma.“Baik. Dia berada di nomor urut terakhir,” ucap Dodi
Andika duduk di dalam kamar. Pria itu memikirkam cara untuk bertemu dengan Amira yang tidak juga menerima panggilan darinya. “Apa maksud kamu, Amira? Apa kamu benar-benar memutuskan hubungan dengan ku?” Andika melihat foto mesra dirinya dengan Amira yang masih tersimpan di layar ponsenya.“Tidak. Amira. Aku tidak mengizinkan kamu pergi begitu saja. Kamu tetap menjadi milikku.” Andika tersenyum. Pria itu berencana untuk memabuat Amira terikat padanya.Sebuah mobil berhenti di depan rumah Andika. Ibra dan Wijaya Kusuma turun dari kendaraan mewah itu. Mereka benar-benar datang untuk bertemu dengan Amira.“Permisi.” Dokter Ibra dan Wijaya Kusuma disambut oleh bibi Nani. “Ada yang bisa dibantu, Pak?” tanya bibi Nani pada Ibra.“Apa benar ini rumah Ibu Amira?” Dokter Ibra balik bertanya.“Siapa yang mencari Amira?” Marni keluar dari ruang tengah.“Dokter Ibra. Silakan masuk.” Marni hanya mengenali dokter Ibra, tetapi tidak dengan Wijaya Kusuma. Pengusaha paling kaya di Indonesia.“Terima k
Andika yang mendapatkan laporan dari penjaga makan bahwa Amira berada di sana. Pria itu segera keluar rumah dan mengendarai mobilnya. Dia masih punya banyak waktu sebelum makan malam bersama keluarga Raditya.“Kita harus bertemu Amira. Kamu pasti masih mencintaiku. Dari sekian banyak pria yang menginginkan kamu. Akulah yang terpilih.” Andika mengendarai mobil dengan kecepatan cukup tinggi. Pria itu terlihat ugal-ugalan di jalan.“Hey, bukankah itu mobil Andika. Dia mau kemana?” tanya Ibra yang mengendarai mobil dengan santai karena dua pria itu menikmati pemandangan sore dengan bercakap-cakap. Dua orang teman yang jarang memiliki waktu bersama.“Apa dia menyusul Amira?” Wijaya Kusuma melihat pada dokter Ibra.“Bisa jadi. Apa kita juga harus ke sana?” tanya dokter Ibra.“Mungkin pria itu akan menyakiti Amira karena kita mencarinya. Ibu Marni terlihat jelas membanci Amira karena telah gagal melahirnya cucu untuknya,” jelas dokter Ibra.“Kita ikuti saja dia,” ucap Wijaya Kusuma mengambil
Marni terlihat sudah rapi dengan pakaian yang elegan. Dia menunggu di depan pintu untuk menyambut tamu Istimewa yang datang ke rumah yaitu keluarga Raditya.“Kamu cantik sekali, Sayang.” Handoko memeluk pinggang istrinya yang ramping.“Aku tahu itu. Di mana Andika? Apa dia belum turun dari kamar?” tanya Marni.“Dia akan segera turun. Belum juga pukul delapan,” jawab Handoko.“Anak itu tidak terlihat sama sekali sejak sore tadi,” ucap Marni kesal.Mobil putih dan mewah berhenti tepat di depan pintu ruang tamu rumah Marni. Sudah dipastikan itu adalah keluarga Raditya. Mereka turun dari mobil.“Selamat datang di rumah kami yang sedv erhana ini.” Marni menyambut kedatangan keluarga Raditya. Dia memeluk Cantika dan Ranika.“Apa ini putri yang cantik sesuai namanya?” Marni tersenyum dan memeluk Cantika.“Ya, Tante.” Cantika tersenyum. Dia memang sudah lama suka pada Andika. Dia juga sangat membenci Amira yang telah merebut cinta pertamanya di usia muda.“Mari masuk.” Marni benar-benar senang
Amira beranjak dari kursi. Dia harus pergi ke kamar mandi dan memeras asi yang sudah terisi penuh.“Ibu Amira,” sapa karyawati yang baru saja keluar dari ruang wawancara.“Ya.” Amira tersenyum. Dia menahan sakit pada dadanya yang membengkak.“Silakan masuk.” Wanita itu membuka pintu untuk Amira.“Terima kasih.” Amira masuk ke dalam ruangan dan dia hanya melihat seorang pria yang duduk diantar dua kursi kosong.“Silakan duduk,” ucap Wijaya Kusuma.Pria itu melihat Amira benar-benar sangat cantik dengan pakaian yang rapi. Wanita itu berbeda dari terakhir kali bertemu karena tidak ada polesan make up yang membuatnya terlihat lebih segar. Tidak ada lagi mata bengkak dan wajah sembab.“Terima kasih.” Amira merasa tidak asing dengan suara pria itu. “Anda….” Amira sangat mengenal Wijaya Kusuma ketika dia memperhatikan dengan jelas dari jarak yang cukup dekat wajah pria di depannya.“Mari kita mulai wawancaranya.” Wijaya Kusuma menatap Amira. Tidak bisa dipungkiri pria itu mengakui bahwa Amir
Wijaya Kusuma pulang ke rumah lebih awal. Dia membersihkan diri dan berganti pakaian. Menemani putranya bermain di taman sambil menunggu malam. Bayi laki-laki yang seakan tidak terawat. Walaupun bersih dan putih, tetapi tampak kurus seperti pertama kali dilahirkan. Keano seakan tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan.“Kenapa putraku terlihat kurus sekali?” Wijaya Kusuma menyentuh tangan dan jari-jari yang kecil serta lemah.“Tuan muda hanya minum sedikit susu untuk menahan lapar, tetapi tidak sampai kenyang, Pak. Dia juga sering menangis dan kurang tidur,” jelas bibi.“Para baby sister sudah melakukan segalanya untuk merawat tuan muda Keano,” lanjut bibi.“Saya rasa berat badan Tuan Muda pun tidak naik.” Bibi benar-benar khawatir.“Apa Bibi sudah menghubungi Luna?” tanya Wijaya Kusuma melihat pada bibi.“Nyonya meminta Anda menghubunginya. Dia menunggu di hotel dekat bandara. Ini nomor kamar.” Bibi memberikan secarik kertas kepada Wijaya Kusuma.“Untuk apa aku menemuinya? Di band
Wijaya Kusuma tahu benar bahwa Luna sangat cemburu sehingga pria itu berpikir untuk membeli rumah baru untuk tempat tinggal Amira, tetapi masih ragu.“Apa aku gunakan vila itu saja.” Wijaya Kusuma melihat bangunan minimalis yang ada di depan kamarnya. Dia berdiri di balkon kamar.“Luna tidak suka vila itu karena baginya sempit. Dia juga jarang pulang ke rumah ini.” Wijaya Kusuma memperhatikan sekeliling untuk menemukan ide agar dia bisa membuta Amira mudah untuk bolak balik dua rumah.“Keano bisa tinggal bersama Amira di sana. Aku hanya perlu membangun ruang sirkulasi untuk menghubungkan dua bangunan ini agar ketika hujan tidak basah. Ya.” Wijaya Kusuma tersenyum.“Aku harus tidur.” Wijaya Kusuma kembali ke kamar karena malam sudah sangat larut. Dia menutup pintu balkon dan mematikan lampu. Naik ke kasur dan tidur dalam senyuman. Pria itu yakin Amira akan memberikan kehidupan lebih baik untuk Keano melalu asi yang melimpah dari perempuan itu.Baru saja Wijaya Kusuma masuk kea lam mimp
Wijaya pulang ke rumah. Dia harus berbicara kepada Amira tentang pertemuan di luar negeri. Ada bisnis yang sedang bermasalah dan harus diselesaikan segera.“Sayang.” Amira selalu menyambut kepulangan Wijaya dengan senyumannya yang manis dan pelukan yang hangat.“Halo, Sayang.” Wijaya mencium dahi Amira dan membalas pelukan yang kuat.“Ada apa?” tanya Amira yang bisa merasakan kegelisahan suaminya. “Sayang, kita bicara di dalam. Di mana anak-anak?” Wijaya melepaskan pelukannya.“Si kembar bermain di ruangan. Keano dan Devano masih belajar mandiri,” ucap Amira menggandengan suaminya masuk ke dalam rumah. Mereka berdua duduk di ruang tamu. Wijaya melepaskan jas dan memberikan kepada istrinya.“Sayang, aku harus pergi ke luar negeri,” ucap Wijaya. “Apa sekarang?” tanya Amira yang tampak tenang. Wanita itu sudah siap dengan segala konsekuensinya menjadi istri dari pengusaha yang sukses di dalam dan luar negeri. “Besok malam,” jawab Wijaya.“Baiklah. Aku akan membereskan pakaian kamu. ber
Wijaya benar-benar sibuk karena pria itu jarang pergi ke Perusahaan. Dia lebih banyak berada di rumah dan bekerja dari jarak jauh. “Pak, Anda harus pergi ke luar negeri.” Jack berdiri di depan Wijaya.“Apa?” Wijaya mendongak dan menatap tajam pada Jack. “Ini jadwal meeting dan ada Perusahaan yang harus segera ditangani. Pemilik saham luar negeri sudah lama tidak bertemu dengan Anda,” jelas Jack.“Hm. Aku memang sudah lama tidak melakukan kunjungan bisnis dan ini sangat berpengaruh untuk Perusahaan di luar negeri. Apalagi induk bisnis kita di luar dan aku lebih sering berada di Indonesia.” Wijaya membaca laporan dari Jack.“Sejak menikah dengan Amira dan punya anak. Aku lebih fokus pada keluarga dan hampir melupakan Perusahaan di luar. Aku akan membicarakan ini dengan Amira.” Wijaya mengembalikan tab kepada Jack. “Baik, Pak. Semua orang sudah menunggu di ruang rapat.” Jack memperhatikan Wijaya.“Ya. Kita ke sana sekarang.” Wijaya beranjak dari kursi dan merapikan diri. Pria itu berja
Amira selalu bangun lebih awal. Dia mandi di pagi hari dan mempersiapkan diri untuk menyambut suami serta anak dengan wajahnya yang cantik serta tubuh yang bersih. Wanita itu pun tampil rapi dan enak dipandang semua orang. “Selamat pagi, Sayang.” Amira mencium pipi Wijaya untuk membangunkan suaminya. “Oh God. Kamu harus sekali, Sayang.” Wijaya membuka mata. Dia bisa melihat istri yang cantik dan mempesona.“Bangun dan mandi. Aku sudah mempesiapkan pakaian ganti.” Amira tersenyum pada Wijaya.“Kamu mau kemana?” Wijaya duduk di tepi kasur. Dia memperhatikan sang istri yang tampil rapi.“Aku akan pergi ke kamar anak-anak. Jangan lupa untuk turun sarapan.” Amira mencium pipi Wijaya dan keluar dari kamar.“Oh. Aku benar-benar hanya punya waktu tidur yang sedikit saja. Dia sudah pergi ke kamar anak-anak.” Wijaya melihat Amira yang sudah menghilang dari balik pintu. Pria itu pun beranjak dari kasur dan masuk ke kamar mandi.Amira pergi ke kamar Keano dan Devano terlebih dahulu. Dia tahu bay
Malam sudah sangat larut. Wijaya ke kamar bayi kembar untuk melihat putra dan putrinya yang tidur dalam nyenyak. Pria itu memberikan ciuman di pipi dan dahi.“Kalian hebat. Bisa tidur tanpa mama lagi.” Wijaya tersenyum. Dia pun berpindah ke kamar Keano dan Devano. Pria itu melihat sang istri yang berada di antara dua lelaki yang bukan bayi lag. Mereka memiliki postur tubuh tinggi dan padat.“Bagaimana aku menculik istriku?” Wijaya memperhatikan tangan Amira yang dipeluk oleh Devano dan Keano. “Apa dua anak ini akan terbangun?” Wijaya ragu-ragu untuk memindahkan tangan putranya. “Bukan hanya mereka yang akan marah. Amira pun akan ikut-ikutan karena membela anak-anak.” Wijaya memperhatikan istrinya dan anak-anak cukup lama.“Kalian semua punya teman tidur, tetapi tidak dengan papa yang sendirian.” Wijaya melepaskan tangan Keano dan Devano. Pria itu menggendong Amira dan memindahkan ke kamarnya. Dia tidak kesulitan menaiki tangga. “Hm.” Devano dan Keano membuka mata. “Semalam saja tid
Semua anggota keluarga sudah berada di ruang makan. Mereka bersiap untuk makan malam bersama. Waktu berkumpul yang tidak boleh diganggu.“Ma, apa malam ini bisa tidur di kamar kami?” tanya Keano mengejutkan Wijaya. Pria itu pun ingin istrinya tidur dengannya.“Kenapa mau tidur dengan Mama? Kalian sudah besar,” ucap Wijaya sebelum Amira sempat menjawab pertanyaan putranya.“Devano rindu dengan mama.” Devano tersenyum dan Keano tidak menjawab lagi. “Malam ini, Mama akan tidur di kamar kalian.” Amira tersenyum. “Hm.” Wijaya menghela napas dengan berat.“Terima kasih, Ma.” Keano tersenyum puas. Dia melirik Wijaya yang tampak kecewa.“Kenapa anak-anak memperebutkan Amira? Jika tidak dua kembar. Maka, Keano yang akan mengmbilnya.” Wijaya melihat pada Amira yang tampak tenang menikmati makan malam mereka.“Papa sudah tua. Tidak perlu ditemani mama lagi.” Devano menepuk pundak Wijaya dengan senyuman manisnya.“Benar-benar. Devano paling mengerti. Kalian berdua juga beranjak besar. Kenapa mas
Cantika yang baru kembali dari luar negeri untuk perawatan kecantikan mendengar kabara bahwa Amira dan Wijaya telah memiliki bayi kembar yang tampan dan cantik. Mereka sudah berusia satu tahun.“Tidak terasa sudah lama aku bekerja dan luar negeri dan kini baru bisa kembali lagi.” Cantika mengambil cuti setelah satu tahun berada di luar negeri.“Kenapa Amira sangat beruntung? Dia mendapatkan apa pun yang diinginkan semua wanita.” Cantika masuk ke dalam mobil yang membawanya pulang ke rumah.“Aku harus membeli hadiah untuk anak-anak Wijaya.” Cantika tersenyum. Wanita itu semakin cantik dan seksi dengan perawatan mahal di luar negeri. Dari atas hingga bawah tidak asli lagi. Dia benar-benar ketagihan dengan operasi untuk mendapatkan kesempurnaan.“Ini bisa dijadikan alasan untuk diriku bertemu dengan Wijaya. Dia pasti akan terpesona dengan kecantikan ku saat ini.” Cantika benar-benar berharap akan perhatian dari Wijaya hingga jatuh cinta padanya.“Kita mampir ke super market,” ucap Cantika
Wijaya melupakan semua musuhnya, tetapi tidak dengan Leon. Pria itu bekerja tanpa diperintah. Dia memastikan keluarga majikannya aman tanpa ada gangguan. “Leon, kenapa kamu masih sibuk dengan computer? Siapa yang kamu awasi?” tanya Jack. “Semua orang yang pernah menjadi muluh Bos. Aku tidak percaya mereka akan melupakan rasa sakit yang telah bos berikan. Banyak manusia yang ingin balas dendam ketika ada kesempatan,” jelas Leon.“Bos membebaskan Andika dan Luna. Aku yakin dua orang itu tidak akan menyerah. Apalagi mereka punya hubungan dengan putra-putra bos kita,” lanjut Leon.“Benar. Apa yang kamu dapatkan? Apa ada pergerakan?” tanya Jack.“Ya. Andika mengunjungi Luna. Pria itu berpergian dengan uang orang tua. Dia menjadi pengangguran,” jawab Leon.“Luwiq kembali ke Italia. Pria itu juga belum melakukan aktivitas apa pun,” lanjut Leon. “Aku harus memastikan mereka tidak akan kembali ke Indonesia,” tegas Leon.“Ya.” Jack menepuk pundak Leon. “Apa yang kalian bicarakan?” Wijaya mas
Wijaya benar-benar fokus pada keluarganya. Dia hidup begitu tenang dan bahagia hingga melupakan musuh-musuh yang sudah dilepaskannya. Pria itu berpikir terlalu banyak dosa sehingga membuat istrinya dalam bahaya karena karmanya di masa lalu.“Aku sudah memaafkan semua orang. Aku juga membebaskan musuh-musuh yang aku penjara.” Wijaya menatap Amira yang sedang terlelap di dalam tidurnya. Mereka sudah pulang ke rumah.Dua bayi kembar berada di dalam keranjang bayi. Keano dan Devano pun berada di atas kasur mereka yang telah disiapkan. Ruangan kamar yang luas itu cukup menampung banyak orang.“Apa yang aku inginkan sudah menjadi nyata. Dua putra yang cerdas dari kami berdua dan sepasang bayi kembar.” Wijaya melihat anak-anaknya.“Aku sudah memiliki segalanya. Tidak kekurangan apa pun. Aku benar-benar bahagia.” Wijaya mencium dahi anak-anaknya dan mematikan lampu. Dia naik ke tempat tidur dan memeluk Amira.“Sayang.” Amira merasakan tangan yang memeluk pinggangnya.“Ya. Tidurlah,” bisik Wija
Keano dan Devano berlari masuk ke dalam kamar Amira. Dua anak kecil itu berteriak menyapa ibu mereka. “Mama!” Keano naik ke tempat tidur dan mencium pipi Amira. “Mama, bangun!” Devano menangis. Dia memeluk tubuh Amira.Tangis bayi kembar pun semakin kuat. Dokter dan tim memberikan ruang untuk anak-anak Amira dan suaminya.“Amira! Bangun!” Wijaya mengusap tangan Amira. “Mama! Bangun! Aku akan membenci adik!” teriak Keano.“Mama. Aku sayang Mama. Bangunlah!” Devano menggoyang tubuh Amira.Amira melihat Keano dan Devano berlari kepadanya. Dua anak lelaki itu menarik tangan dengan kuat dan terus berteriak.“Keano. Devano.” Amira tersenyum melihat dua putra yang telah dia besarkan dengan penuh cinta dan kasih sayang.“Mama kembali!” Keano dan Devano sekuat tenaga menarik tangan Amira menjauh dari gadis kecil yang berusaha membawa ibunya pergi bersamanya.“Kamu menjauh!” Keano mendorong gadis kecil hingga terjatuh dan menghilang.“Tidak!” Amira berteriak dan terbangun dari tidurnya.“Hah!