Wijaya keluar dari kamar. Pria itu berjalan menuju ruang makan dan melihat bibi.“Apa Amira sudah selesai sarapan?” tanya Wijaya.“Sudah, Pak,” jawab bibi.“Baguslah. Pukul sebelas kita berangkat ke bandara,” ucap Wijaya.“Baik, Pak. Apa ada yang Anda butuhkan?” tanya bibi.“Tidak,” jawab Wijaya.“Saya permisi.” Bibi meninggalkan ruang makan agar tidak mengganggu Wijaya sarapan. Dia pergi ke kamar Amira dan Keano untuk membantu berkemas.“Permisi. Non.” Bibi mengetuk pintu kamar yang terbuka.“Iya, Bik.” Amira sudah siap pulang. Koper wanita itu telah berada di depan pintu.“Anda sudah selesai berkemas,” ucap bibi.“Sudah, Bi. Nanti ada petugas yang akan membawa barang-barang kita.” Amira tersenyum.“Iya.” Bibi mendekati Amira yang rebahan di atas kasur bersama dengan Keano. Wanita itu benar-benar seperti ibu dan anak.“Sepertinya, Pak Wijaya memang menyukai Non Amira.” Bibi memperhatikan leher Amira yang masih merah karena wanita itu sangat putih dan bersih.“Ibu Luna tidak pernah men
Read more