Semua Bab Wanita Rahasia Dokter Arogan: Bab 81 - Bab 90

100 Bab

BAB 81

Tidak ada kata damai saat bersama Bagas, sepanjang jalan yang tak pernah sepi, karena laki-laki itu masih saja terus menggoda Lara, sampai mobil mereka berhenti di basement hotel. Tempat luas yang sepi, hanya berisi sederet mobil mewah berjejer rapi. Tentu saja sepi, karena tidak semua manusia penghuni Jakarta bisa makan di tempat ini. "Pasti semua yang datang orang kaya ya, dok?" tanya Lara, berjalan di samping Bagas dengan rasa ingin tahu yang besar. Matanya menikmati ornamen-ornamen antik di sepanjang lorong masuk lobi, ada motor-motor antik dan kursi-kursi kayu aestetik. Beberapa lukisan di dinding juga cukup menarik perhatian. "Iya, tapi jangan berfikir untuk jual diri, karena kalau kamu butuh uang, aku saja yang beli kamu pakai mahar." Lara memukul bahu Bagas, laki-laki itu mengaduh padahal pukulan Lara sama sekali tidak terasa sakit. Keduanya masuk ke dalam lift, menekan tombol angka sepuluh, tempat di mana acara pesta digelar. "By the way, ini acara pesta apa?" Lar
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-25
Baca selengkapnya

BAB 82

Savira pun tak berani mengganggu, sepanjang acara yang seharusnya menyenangkan justru berubah menjadi menegangkan. Aksa diam, hanya sesekali membalas sapaan beberapa orang yang mengenalnya. "Kita pulang aja yuk," pinta Aksa. Wanita di sampingnya menolak mentah-mentah ajakan Aksa. "Aku masih mau nunggu sampai DJ-nya perform, Sa. Udah terlanjur keluar malam, sekalian aja, belum tentu besok bisa lagi." Jadwal padat keduanya cukup sulit untuk mencari waktu seperti sekarang. Aksa dengan pekerjaannya yang padat, dan Savira dengan rutinitas sebagai dokter dan juga dosen. Mendengar permintaan Savira, Aksa tak bisa menolak. Ia masih ingat alasan wanita itu memaksa Aksa menemaninya datang ke tempat ini, yaitu; karena hiburan salah satunya adalah DJ yang wanita itu suka. Aksa menahan keinginan untuk pulang, meskipun sepanjang pesta laki-laki itu menekan derita. Aksa sama sekali tidak beranjak dari sofa, ia menghindari sudut belakang di mana Lara berada. Malam semakin larut, acara pun
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-26
Baca selengkapnya

BAB 83

Dinginnya malam, mencekat jiwa-jiwa perindu. Hujan baru saja mengguyur kota Jakarta, membekas tanah basah di mana-mana. Langit gelap masih tetap menjanjikan hujan deras, meskipun air belum juga surut diserap tanah. Dua manusia bertahan saling mendiamkan, di dalam mobil yang berhenti di pinggir taman. Tempat yang biasanya ramai, malam ini terlihat sepi, menyisakan pemandangan air mancur yang tak beroperasi. Tidak ada yang bersuara, membiarkan suara rintik air hujan mendominasi. Setelah pengakuan Lara, Aksa membawa wanita itu melarikan diri dari acara, memaksa masuk ke dalam mobil yang entah ia tujukan ke mana. Dan di sini-lah keduanya berakhir, di sebuah tempat yang tak ada dalam rencana. "Kamu berbohong tentang hubunganmu dan Bagas," tuduh Aksa. Kalimat itu menyudut langsung, tanpa berniat membiarkan keraguan datang. Sepi sudah terurai, menegaskan dingin yang semakin mencekam. "Benar atau salah-nya, itu bukan urusan dr. Aksa." "Kamu masih mau mengelak dengan perasaanmu?"
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-26
Baca selengkapnya

BAB 84

Aksa menyatukan bibir keduanya, mengabaikan keterkejutan Lara. Ia menyesap langsung hingga ke dalam, seperti manusia kehausan, meneguk dahaga dari satu-satunya sumber mata air yang ia inginkan. Bibir tebalnya mengulum penuh tekanan, menunjukan pada Lara bahwa dia menginginkan wanita itu sebegitu besarnya. Kepasrahan Lara semakin memacu sisi dominan Aksa, laki-laki itu membawa tubuhnya bertumpu lutut, menjulang besar menghimpit tubuh Lara yang kurus. Tangannya menahan wajah Lara, sementara bibirnya tak berhenti bergerilya. Aksa semakin masuk mencari kehangatan, ketika sambutan amatir wanitanya terasa lembut membelai. "Dok—." Lara kewalahan, wanita itu mencoba melepaskan bibir tebal Aksa, tetapi tangan besar itu justru turun menyusur dan berhenti di leher, melingkar di sana membatasi pergerakan. Aksa menekan tanpa menyakiti. Ia belum selesai, tak ingin mengurai secepat itu. Tubuh Lara menikmati rasa hangat yang tiba-tiba membuai lembut. "D—dok." Lara tak mampu membendung gejol
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-29
Baca selengkapnya

BAB 85

"Dokter—, sepertinya harus periksa, deh," usul Lara. Tangan Aksa justru semakin erat memeluk pinggang wanita itu. "Mmm, sakit yang kemarin sudah sembuh, tapi sekarang muncul sakit yang baru." Lara kembali mencoba mendorong tubuh Aksa menjauh, tetapi laki-laki itu seperti berniat tak memudahkan niat Lara. "Dok, kopinya sudah jadi, boleh lepaskan dulu tangannya?" "Mintanya yang baik dan benar," rajuk Aksa. Nafas kasar terlepas dari bibir Lara, mata wanita itu melotot kesal menatap Aksa yang ada di belakangnya. "Aku mau mendengar kata itu sebelum mulai kerja, ada banyak meeting hari ini yang butuh fokus. Aku tidak ingin semuanya berantakan hanya karena belum mendengar panggilan 'sayang' dari kamu," tambah Aksa. "Dokter aneh, sumpah!" "Say it," titah Aksa, wajah laki-laki itu tak lagi menggoda, berubah serius menunggu jawaban Lara. Satu menit, dua menit, Lara akhirnya menyerah. "Sayang, kopinya sudah jadi." Entah bagaimana mendeskripsikan wajah Aksa setelah mendengar
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-29
Baca selengkapnya

BAB 86

Tiga hal yang paling berarti dalam hidup adalah; waktu, tubuh yang sehat dan orang tersayang. Selama hidup, Lara sering bertemu dengan banyak orang baru. Mereka datang, ikut mengisi lembaran cerita yang sama, lalu menghilang atau bertahan. Itulah kehidupan, tidak ada yang kekal, karena cerita akan tetap berjalan, baik ada atau tidaknya dirimu di dalamnya. Hari Sabtu dini hari, Lara mengeratkan jaket tebal menunggu di pinggir jalan. Informasi yang ia dapatkan dari Lira, seharusnya dia dan ayahnya sudah tiba sekitar sepuluh menit yang lalu. Tetapi sampai detik ini, Lara belum melihat sosok kedua manusia paling berarti di dalam hidupnya itu. Lara kembali mengirim pesan, bertanya tentang keberadaan adiknya, namun pesan itu tak kunjung berbalas sampai Lara khawatir. "Mbak Lara!" Pekikan memanggil nama Lara menarik perhatian, wanita itu memutar tubuh lalu menemukan Lira dan ayahnya sedang berjalan mendekat. "Dek, Mbak tungguin dari tadi lho." "Macet, Mbak. Lamaaa banget tadi di da
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-30
Baca selengkapnya

BAB 87

Ayah dan Lara sudah bersiap karena mereka bangun terlebih dahulu, tinggal menunggu Lira yang baru saja selesai mandi. "Kita sarapan dulu saja, ya. Sudah lapar," celetuk Lara, sambil memegangi perutnya sendiri. Terbiasa bekerja, Lara selalu rajin sarapan setiap pagi. Sedang sekarang, jam sudah menunjukan pukul sepuluh tetapi belum ada jenis makanan satupun yang masuk ke perutnya. "Iya, sama. Lira juga lapar." Gadis muda itu sedang bahagia bermain dengan make up Lara yang tidak seberapa. "Mbak make up-nya banyak banget ya," celetuk Lira senang. "Kan Mbak Lara kerjanya sebagai seketaris, jadi ya harus bisa tampil rapi karena banyak ketemu orang." Lara ingat, awal-awal ia bekerja sebagai seketaris, dirinya yang terbiasa tampil polos terpaksa belajar dandan. Meskipun kesulitan, Lara pun akhirnya bisa sedikit-sedikit memoles wajah, berkat bantuan rekan kerjanya Dewi dan Siska. Lara membiarkan pintu kamar terbuka, agar angin dari luar masuk ke dalam. Kamarnya tidak terlalu luas u
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-09-30
Baca selengkapnya

BAB 88

"Dok—." Lara kembali ditahan ayahnya. Laki-laki itu tersenyum ramah, seakan sudah menebak apa yang terjadi. Terlihat dari interaksi dan tatapan mata, Lara yang melotot kesal ke arah Aksa, tidak mungkin keduanya hanya sebatas rekan kerja. Ayah Lara tidak sebodoh itu untuk menebak situasi. "Saya dr. Aksa Al-Fayaadh, saya sudah menjalin hubungan sebagai kekasih dengan Lara cukup lama. Maaf, jika kita bertemu dengan cara yang—, sedikit canggung. Tetapi saya senang, akhirnya bisa dipertemukan dengan Bapak." Ayah Lara merasakan kecanggungan yang sama, raut wajah laki-laki itu pun tak setenang sebelumnya. Di hadapannya, berdiri kekasih anak perempuan pertama, seorang laki-laki yang mungkin berniat mengambil wanita itu. "Saya juga senang bisa bertemu dengan dr. Aksa." "Panggil saya dengan nama saja, Pak. Nama saya Aksa, dan cukup panggil saya dengan nama itu." "Yaa, Mas Aksa." Lara duduk lemas di karpet, merutuki kesialan yang bertubi-tubi. Sepertinya, hidup semakin membawa al
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-01
Baca selengkapnya

BAB 89

Setelah sarapan yang lebih pantas disebut makan siang, Aksa mengantar mereka ke Taman Mini Indonesia Indah. Menghabiskan waktu cukup lama untuk antre, akhirnya mereka mendapat kesempatan naik kereta gantung. Ayah dan Lira naik bersama, sedang Lara dan Aksa naik di kereta lain yang berbeda. "Jangan ngambek dong, Yaank," mohon Aksa. Wanita itu selalu membuang muka ketika keduanya berpapasan. Lara dan Aksa duduk saling berhadapan, karena Lara beralasan supaya beban keretanya berimbang. "Dokter keterlaluan.” "Keterlaluan apa-nya?" "Dokter melibatkan Bapak, saya nggak suka," sentak Lara. "Lah bukannya sudah seharusnya kita melibatkan orangtua?" Aksa bertanya pelan, berusaha menekan nada kalimatnya serendah mungkin untuk tak kembali menyulut kemarahan Lara. "Saya tidak mau, bukankah saya sudah pernah jawab, ya?" "Raaa, sampai kapan kamu begini terus? Nggak capek, kah?" "Capek!" "Sama," sahut Aksa. "Sudahi drama-nya, ya? Kenapa juga harus ditutup-tutupi? Kamu cinta sama
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-01
Baca selengkapnya

BAB 90

Di sisi lain, Lara menerima pesan Bagas saat berada di toilet kantor. Setelah semalam hidungnya kembali mengeluarkan darah, pagi ini badannya banyak dipenuhi lebam. Lara memang kelelahan, sangat. Menikmati hari Sabtu dan Minggu bersama ayah, Lira dan Aksa. Sepanjang waktu yang menyenangkan membuat wanita itu lupa kondisi tubuhnya. "Kaak, besok aku mau ambil cuti ya." "Mendadak gini?" Lara mengangguk. "Maaf, ada kepentingan keluarga." Minggu malam, Pak Darmo dan Lira sudah kembali ke kampung, karena senin Lara sudah harus kembali bekerja. Beruntungnya Lara, Aksa menemani dan mengantar ayahnya sampai masuk ke dalam bis. Setelah bis yang ayah tumpangi mulai berjalan, Aksa mengantar Lara pulang. Teringat jelas di kepala Lara, saat laki-laki itu dengan tegas mengutarakan niatnya ingin menikahi Lara di depan Pak Darmo. Dan seperti tak mau mempersulit, ayah Lara langsung menerima lamaran Aksa. "Bapak ndak akan mempersulit, jika Lara mau, Bapak pasti setuju," jawab Bapak malam ke
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-10-02
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status