Semua Bab Suami Preman Ternyata Sultan: Bab 211 - Bab 220

230 Bab

211. Tamu Mengejutkan

“Kau…? Kenapa kemari?” tanya Wasam menatap sosok di hadapannya. Qansha. Wajah adiknya itu tampak sayu. Qansha menunduk setelah beberapa detik menatap kakak laki- lakinya itu. “Bagaimana kau bisa tahu alamat ini?” tanya Qasam masih bingung dengan kedatangan adknya. Qansha kembali mengangjat wajah, menatap Qasam. “Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?” tanya Qasam lagi. Bingung melihat adiknya yang seperti sedang memendam sesuatu. “Masuklah,” ajak Qasam. “Mas!” Qansha bukannya masuk, malah memeluk Qasam. Tangisnya pecah. Qasam makin bingung. Ada apa dengan adiknya ini? Dia membalas pelukan Qansha, menepuk-nepuk punggungnya. Qasam membiatkan saja Qansha memeluknya erat. Biarkan Qansha menyalurkan apa pun yang dia rasakan. Qanhs asedang hutuh sandaran. “Mas, aku sayang sama kamu,” ucap Qansha sesenggukan. Qizha bangkit berdiri, mendekat pada Qasam. Dia mengernyit, tak kalah bingung menatap Qansha yang tiba-tiba muncul dan bersijap begini. Namun Qizha diam saja, membiatkan
Baca selengkapnya

212. Kesayangan

“Aku bisa sampai begini karena ingin kau bisa kembali hidup normal bersama orang tua seperti dulu lagi. Kalau kau melihat pengorbananku, pasti kau bisa mengambil keputusan bijak,” ungkap Qasam lembut. “Mama sedang sangat marah kepadaku karena menganggapku telah menyembunyikanmu, dan mungkin mama akan sangat sulit memaafkanku. Memaafkan atau pun tidak memaafkan aku, maka aku tidak akan kembali ke rumah itu lagi. Aku akan ajak istrtiku hidup mandiri di rumah sendiri. Bukan karena aku balas marah sama mama, tapi aku ingin hidup mandiri bersama Qizha. So, walau pun mama memaafkan aku, kami akan hidup di rumah lain. Jadi, jangan jadikan aku sebagai patokan untuk kau kembali pada mama.”Qansha tergugu dalam diam. Beberapa kali ia mengusap air matanya.“Pulanglah! Mama sangat merindukanmu. Lupakan semua masalah. Dendam itu sangat buruk. Apa lagi dendam pada orang tua yang mengandung dan melahirkanmu , bisa- bisa kamu kualat!” bujuk Qasam.“Mas, aku tidak tahu harus bilang apa lagi
Baca selengkapnya

213. Perdebatan

Qansha berdiri di depan rumah dengan perasaan tak menentu. Fokus matanya tertuju ke pintu cokelat yang ada di depan mata. Satpam yang berjaga, terus memperhatikan dengan pandangan awas. Ia ikutan lega melihat Qansha bersedia pulang, sehingga ia tak mau melepaskan pandangnnya dari Qansha, takut gadis itu akan kabur.Qansha mendorong pintu hingga terbuka lebar. Ia melangkah masuk dengan pelan. Pandangannya mengedar ke sekitar. Tidak ada siapa pun di sana.Hatinya basah melihat keadaan rumah yang sudah sangat lama ia tinggalkan. Masih sama seperti saat terakhir kali ia pergi. Tidak ada yang berubah. Qansha mencium aroma lezat. Sepertinya masakan hangat baru saja disajikan di meja makan. Ia berjalan menuju ke ruang makan. Semakin mendekat, dentingan sendok dan piring bersahutan semakin terdengar jelas diiringi dengan suara orang-orang tengah mengobrol.Mereka pasti sedang makan malam.Qansha tidak berani langsung muncul ke hadapan mereka. Mungkin ia akan membuat selera makan
Baca selengkapnya

214. Jemput Qasam

Sejurus pandangan langsung tertuju ke arah Qansha yang berdiri di ambang pintu. Semuanya terkejut. Habiba sampai terbengong. Dia mengerjapkan mata beberapa kali, berusaha memastikan apakah penglihatannya benar atau salah?Husein sampai bangkit berdiri. Melongo menatap Qansha. Wafa pun mulutnya sampai menganga, tanpa sadar daging yang sudah terlanjur masuk ke mulutnya, tiba-tiba terjatuh balik ke piring.Hening. “Qansha! Cucuku!” Amira histeris. Menghambur dan memeluk Qansha dengan girang. Rupanya Amira lah yang kesadarannya lebih dulu pulih dibanding yang lainnya. Dia dengan cepat mendekati Qansha dan meraba-raba badan cucunya untuk memastikan kalau cucunya itu baik- baik saja.“Kamu tidak apa- apa kan? kamu baik-baik saja kan? ayo, katakan kalau kamu baik-baik saja!” Amira menatap haru.Qansha mengangguk. tatapannya tertuju pada Habiba.“Lihatlah, cucuku kembali. Apakah setlah kembali, kau masih ingin menyalahkannya? Mungkin kau menyalahkan dia kenapa mesti berpur
Baca selengkapnya

215. Cemburu

“Nah, ini adalah keputusan yang benar. Aku setuju, kita harus menjemput qasam. Dia sebentar lagi akan punya anak. Kita harus bisa membesarkan keturunan Qasam di rumah ini!” ungkap Amira bersemangat.“Kak Qansha!” Wafa menghambur memeluk kakaknya. Meski paling belakangan mengajak baper, namun ia tetap menunjukkan rasa solidaritas kekeluargaan. Sejak tadi sebenarnya dia sudah ingin memeluk Qansha, namun terhalang oleh kedua orang tuanya.Qansha membalas pelukan Wafa. Keduanya berpelukan sangat erat. Lama sekali. Mereka memang sering berselisih pendapat saat bersama- sama. Namun kerinduan tetap tak bisa dipungkiri saat lama tak bertemu.“Sebentar lagi kita pasti akan bertengkar lagi hanya untuk maslaah boneka, minuman, makanan, kendaraan, atau apa saja,” ucap Qansha sambil mengusap pucuk kepala adiknya.“Tidak. Aku tidak akan nakal lagi. Aku akan menurut kepadamu.”“Baiklah, aku juga tidak akan mau menang sendiri. aku akan mengalah untukmu.” Qansha menjepit hidung adiknya.
Baca selengkapnya

216. Temani Aku, Sayang!

“Kamu lelah?” tanya Qasam sambil berjalan masuk ke kamar. “Enggak kok.” Qizha mengikuti Qasam masuk kamar. Kamar itu luas dan bagus. Isinya lengkap. Bersih lagi. Ada tukang bersih-bersih rumah yang datang dan pergi pada waktunya. Dialah yang menjaga rumah. Tinggalnya tidak jauh dari rumah ini, tepatnya di depan hanya berseberangan jalan saja. Inilah rumah yang ditempati oleh Qansha waktu itu. Sewaktu tinggal di sini, Qansha tidur di kamar sebelah. “Makanan dan minuman lengkap di kulkas bawah. Kalau lapar, kamu bisa ambil buah atau makanan instan yang bisa digoreng cepat. Roti dan kue juga ada,” jelas Qasam.“Jadi sebelum Qansha di sini, siapa yang menempati rumah ini?” tanya Qizha.“Tidak ada yang menempati. Aku sesekali saja kemari, kadang Fahri juga kemari menginap. Palingan tukang bersih-bersih rumah saja yang selalu beresin rumah.”“Oh. Aku buatkan kamu minum hangat ya, Mas?”Qasam menatap istrinya sejenak. Qizha memang istri yang baik, selalu menawarkan kenyamanan untuknya.“
Baca selengkapnya

217. Dijemput

Baru saja Qasam hampir memulai adegan percintaan dengan Qizha, bel pintu berbunyi.“Ada tamu, Mas,” bisik Qizha menghentikan gerakan Qasam. Telapak tangannya menahan dada bidang pria itu.“Malam-malam begini bertamu? Gila.” Qasam tak peduli. Dia tetap melanjutkan kegiatannya, membuat Qizha menggigit bibir merasakan gerakan indah. Bel pintu tak henti berbunyi. Qasam masih melanjutkan tanpa peduli dengan suara bel. Qizha pun mengimbangi setiap gerakan sang suami. Benak Qasam kesal sekali, bisa-bisanya larut malam begini bertamu.“Mas, belnya nghak berhenti,” bisik Qizha ditengah gempuran yang tak henti, ia tak tahan mendengar bel pintu. “Biarkan saja dulu. Kalau penting, pasti tamunya menunggu. Memangnya siapa yang bertamu kemari malam-malam begini?”“Orang-orang tahunya rumah ini sering kosong, lalu siapa yang datang bertamu kalau bukan orang yang tahu di sini ada penghuninya malam ini? Nggak banyak orang yang tahu siapa penghuni rumah ini kan? Artinya tamu itu tahu siapa yang seka
Baca selengkapnya

218. Manis Sekali

“Qansha tadi mengajak kami ke kontrakanmu, dan ternyata kamu sudah tidak tinggal di sana lagi, itulah sebabnya Qansha langsung mengajak kami ke rumah ini karena meyakini kalian tinggal di sini,” ucap Habiba. “Memangnya ini rumah siapa?”Oh jadi Qansha belum sempat bercerita tentang rumah ini. Pikir Qasam. “Ini rumahku,” sahut Qasam.“Hmm… mama sampai tidak tahu kalau kamu beli rumah sebagus ini.” Habiba mengedarkan pandangan ke seisi rumah elit itu. “Bukan beli rumah, lwbih tepatnya beli tanah dan membangun rumah ini sendiri.”“Kau cerdas juga. Selama bekerja, kau membeli barang-barang dan properti penting. Itu bagus! Kulihat tadi di garasi juga sudah ada beberapa mobil,” tukas Husein yang sempat mengintip garasi yang dilapisi kaca hitam.Qasam hanya tersenyum saja.“Lalu, selain rumah dan mobil, apa saja yang sudah kau beli?” tanya Husein.Ini adalah kali pertamanya Qasam dan Husein mengobrol lebih dekat, bahkan membicarakan hal- hal mengenai probadi Qasam. Mereka jarang bertemu ka
Baca selengkapnya

219. Sudah Pantas

“Jadi, kau bersungguh- sungguh untuk tinggal di rumah ini?” tanya Habiba ingin memastikan.Qasam mengangguk, lalu menggenggam tangan Qizha dan berkata, “Lihatlah, aku sudah pantas menjadi seorang ayah bukan?”Semua orang bertukar pandang dan tersenyum.“Sudah cocok, Mas. Cocok banget. Kalian itu ganteng sama cantik, jadi nanti anaknya bakalan menggemaskan!” sahut Qansha sambil tertawa gemas.“Memang sudah dua tahun lalu seharusnya kau menikah, dan sekarang setidaknya sudah punya satu anak,” komentar Husein.“Mudah-mudahan anaknya perempuan. Aamiin…” Wafa menengadahkan tangan dan mengusapkannya ke wajah saat mengucap kata ‘Aamiin’. “Kenapa kau suka keponkan perempuan?” tanya Qizha.“Karena akalau perempuan tuh bisa didandani, diapakaikan baju cantik, sedangkan laki-laki nggak asik,” jawab Wafa sambil nyengir.Seisi ruangan tertawa.“Baiklah, mama setuju kamu menempati rumah ini jika memang kamu merasa lebih baik mandiri tinggal bersama keluarga kecilmu. Mama pikir memang lebih b
Baca selengkapnya

220. Mutlak

Setelah keputusan Qasam untuk tinggal di rumah miliknya, kini ia dan Qizha menjalani keseharian di rumah itu. Sudah ada tiga asisten rumah tangga yang bertugas di rumah itu. Satu orang tukang masak, satu orang tukang beres-beres rumah, satu lagi tukang cuci baju. Dan seorang lelaki sebagai tukang kebun. Qizha nyaris seperti ratu di rumah itu semuanya dilayani. Sedangkan tugasnya adalah melayani suami saja. Urusan menyediakan makan dan mencucikan baju suami boleh sajs dilakukan oleh orang lain, namun urusan menyiapkan baju kerja dan segala privasi tentang suaminya, hanya Qizha yang boleh melakukannya. “Kalian harus tahu tanggung jawab masing-masing! Tugas kerja sudah dibagi!” tukas Qasam di hadapan tiga asisten rumah tangganya yang berdiri berjejer di hadapannya. Ketiganya menunduk. Mengenakan pakaian seragam warna hitam. Semuanya mengenakan hijab rapi. “Yang punya tugas memasak, maka harus bertanggung jawab pada masakan. Yang punya tugas beresin rumah, maka bertanggung jawab p
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
181920212223
DMCA.com Protection Status