Home / Pernikahan / Cinta Satu Malam dengan Berondong / Chapter 161 - Chapter 170

All Chapters of Cinta Satu Malam dengan Berondong: Chapter 161 - Chapter 170

230 Chapters

Cinta Itu Tidak Memaksa

“Tante ngapain di sini?”Badai berusaha menahan emosinya agar tidak berteriak untuk mengusir Alia. Ia melirik ke arah Asa yang duduk di samping ibu Padma dan Ilana.“Jenguk keponakan Tante yang baru melahirkan,” jawab Alia dengan tenang. “Nggak nyangka ketemu kalian di sini.”Alia menyapa ibu Padma yang dibalas dengan sama ramahnya. Perempuan itu menanyakan kabar suaminya dan ia menjawab kalau Banyu sudah agak lebih baik kondisinya saat ini.Sebenarnya Alia juga ingin menyapa Asa, tapi ia menahan diri dan membiarkan saja ketika perempuan paruh baya yang tengah menggendong bayi tersebut menggandeng Asa menuju ruangan lain yang agak jauh dari ruang tengah.Alia tidak mencegahnya. Ia ingin menatap Asa lebih lama lagi tapi bahkan tanpa Asa balas menatapnya, Alia tahu kalau kehadirannya tidak diinginkan.“Di mana Padma?” tanya Alia lagi begitu mereka hanya tinggal berdua. “Tante mau ketemu dia.”“Masih di kamar.” Badai menjawab seadanya. “Tante ke sini beneran cuma mau jenguk Padma?”Perta
Read more

Jawabannya Hanya Dia yang Tahu

“Kamu mau apa?”“Cerai.” Shua memutar kedua bola matanya. “Sejak kapan pendengaranmu jadi terganggu begini? Nggak mau ke dokter THT aja sekalian?”Padma berdecak pelan lalu mencubit tangan Shua sampai perempuan itu ingin memukulnya balik, tapi menahan diri karena ada Janar dan Asa di sekitar mereka. Sore ini kebetulan Shua mampir bersama Janar ke rumah Padma.Di rumah Padma sendiri ada Asa yang kembali rutin main ke rumah Padma, diantar oleh Badai sendiri tadi pagi.“Serius nih, Shua.” Padma mengguncang lengan Shua. “Kamu mau cerai? Kenapa?”Shua menatap Padma dan baru kali ini Padma melihat kesedihan di manik mata Shua. Padahal selama ini Shua terlihat baik-baik saja.Ia dan suaminya pun tidak terlihat bermasalah, masih harmonis dan bahkan kalau bukan Shua sendiri yang mengatakan akan bercerai, Padma tak akan langsung percaya.Shua menarik napasnya dengan berat. Hal ini sudah ia simpan sendiri selama berbulan-bulan. Tapi rasanya semua sudah mencapai puncaknya dan Shua ingin berbagi d
Read more

Karena Catra Bukan Kamu

“Busui, nih pesenannya.”Padma tersenyum senang melihat kotak dari Luna’s Doughnuts yang dibawakan oleh Badai sore ini. Sejak kemarin ia memang menginginkan donat dari gerai yang baru buka di Kota Kasablanka tersebut.“Thank you.” Sebagai bonus, begitu duduk di sampingnya, Padma langsung mencium pipi Badai.Badai sendiri langsung berdecak pelan. “Begitu ya, giliran dibawain donat langsung dicium.”“Gede ambek,” ledek Padma sambil membuka kotak donatnya.Badai mengamati sekelilingnya dan baru sadar kalau hanya ada mereka berdua di ruang tengah. “Yang lain ke mana?”“Mama, Bunda, Ilana, sama Asa lagi di halaman belakang. Biasa deh, quality time sama oma-oma.”“Oh, pantes berani cium aku.” Badai mengangguk pelan. “Kalau gitu, sekali lagi dong, tapi di bibir. Gimana?”“Kamu pikir kita lagi rapat dan kamu bisa mengajukan tawaran?”“Anggap aja begitu.” Badai tak menyerah. “One more kiss, please.”Padma melirik ke arah Badai dan lelaki itu tengah menatapnya dengan cengiran yang mirip seperti
Read more

Save Your Tears

“Kita turun sekarang?”Rasanya Padma sudah sering ke makam Catra. Ini juga bukan pertama kalinya ia pergi bersama Badai ke makam mendiang suaminya.Tapi tetap saja, ada sesuatu yang berbeda di hari ini.“Iya,” jawab Padma setelah kembali menemukan suaranya. “Yuk.”Keduanya keluar dari mobil Badai dan dengan tangan kanan yang membawakan buket bunga untuk sang suami, Padma berjalan menelusuri pemakaman itu dengan Badai di sampingnya.“Siapa ya yang sering ngasih mawar putih buat Catra?”Badai meringis saat mendengar pertanyaan Padma begitu mereka tiba di makam Catra dan menemukan buket bunga mawar putih yang sudah agak layu.“Kenapa emangnya?” Badai memutuskan untuk bertanya lebih dulu.“Nggak apa-apa, penasaran aja. Berarti kan ada yang rajin ke sini selain aku atau keluarganya,” jawab Padma sambil mengusap nisan Catra. “Itu berarti ada banyak orang yang sayang sama dia bahkan setelah dia nggak ada.”“Iya….” Lelaki yang hari itu mengenakan sweater turtleneck hitam dan celana jeans ters
Read more

Pertanyaan Keramat yang Belum Bisa Dijawab

Pembicaraan mereka di mobil tadi, membuat Badai berpikir meskipun ia masih menyahuti semua ucapan Padma setelahnya.“Apa kamu ada rencana untuk nemuin Tante Alia dan Om Banyu sama Asa?”Sejujurnya, Badai tidak pernah memikirkan hal itu sebelumnya.Ia sudah pernah dipaksa melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan, jadi Badai paham bagaimana rasanya dipaksa dan ia tidak ingin anaknya merasakan hal yang sama. Jika nanti ia akan mempertemukan Asa dengan opa dan omanya, maka hal itu akan ia lakukan karena Asa yang memintanya.Bukan Badai yang memaksanya.“Papa!”Seruan itu datang dari sisinya. Badai menoleh dan Asa tengah menatap Ilana di gendongannya dengan mata berbinar.“Udah nggak main sama Om Arsa dan Tante Mili?”“Ndak.”“Nggak,” koreksi Badai seraya terkekeh.“Nggak,” ulang Asa setelah beberapa kali mengucapkan kata itu dengan benar. “Om… Tante… ke dapul.”“Dapur.” Badai sudah terbiasa mengoreksi penggunaan kata Asa. Ia menatap ke sekitarnya dan mendapati kalau di ruang tengah itu ha
Read more

Menurutmu, Bisakah Satu Hati untuk Mencintai Dua Orang?

“Nggak usah nanya yang aneh-aneh deh,” kilah Padma setelah ia dan Badai hanya terdiam selama beberapa saat. “Aku mau ke kamar dulu, nyusuin Ilana.”“Ikut,” seru Mili sambil melambaikan tangan pada Badai yang mereka tinggalkan sendirian.Badai sendiri tidak masalah ditinggal sendiri dan memutuskan untuk menonton televisi di ruang tengah. Sementara itu, Mili benar-benar mengikuti Padma ke kamar Ilana.“Kamu nggak marah kan aku tanya begitu?”“Ada ya orang nanya marah atau nggak setelah udah nanya?”“Ada, aku.” Mili menunjuk dirinya sendiri selagi berjalan masuk ke kamar Ilana.Padma pun duduk di single sofa yang ada di sudut kamar, tempatnya biasa duduk menyusui Ilana atau sekadar berdiam diri sambil mengamati Ilana yang tertidur.“Aku nggak marah,” jawabnya sambil menatap Mili yang duduk di tepi ranjang. “Cuma ya… aku bingung aja. Selain aku yang masih belum terpikir buat ke arah sana, kurasa Badai juga belum siap.”“Badai belum siap?” Jawaban Padma membuat Mili mengerutkan keningnya.
Read more

Duda Paling Dicari

Padma mengecek ponselnya dan tidak mendapati pesan dari Badai sama sekali. Ia mengerutkan kening seraya berpikir ke mana Badai selama tiga hari ini.Mereka memang bukan pasangan yang setiap jamnya harus saling memberi kabar. Tapi biasanya Badai selalu menghubungi Padma minimal sekali sehari.Tiga hari yang lalu Badai memang pergi ke Bandung dan Asa menginap di rumah Shua. Seharusnya Badai sudah ada di Jakarta lagi karena ia hanya di sana selama dua hari satu malam.“Kamu kenapa, Padma?”“Eh?” Padma baru berhenti melangkah ketika mendengar pertanyaan ibunya. Ia tidak sadar kalau sejak tadi dirinya berjalan mondar-mandir di kamar Ilana.“Kamu kenapa?” ulang ibunya dengan sabar. Perempuan paruh baya itu menepuk sisi ranjang di sebelahnya, mengisyaratkan Padma untuk duduk di sebelahnya. “Kangen Badai?”Nada canda di pertanyaan itu membuat Padma meringis grogi. “Nggak gitu, Ma.”“Alah, nggak mungkin.” Ibu Padma mengibaskan tangannya dan menaruh tumpukan baju Ilana yang baru saja tadi ia li
Read more

Padma Kan Bukan Calon Istrimu

Yogas masuk ke rumah Badai dengan santai dan langsung menyapa Asa yang tengah duduk di atas karpet ruang tengah dengan Lita. Di sekeliling Asa, terdapat beberapa mainan asa yang familier di mata Yogas, saking seringnya ia bermain dengan Asa.“Papa di mana, Sa?” tanya Yogas saat melihat hanya ada Asa dan Lita di sana.“Sama Om Doktel.”“Dokter?” Yogas bertanya kembali untuk memastikan.“Iya, Pak.” Lita ganti menjawab pertanyaan Yogas. “Dokternya baru dateng, sekarang Pak Badai lagi diperiksa di kamarnya.”“Oh…. Akhirnya dia mau manggil dokter juga?” Yogas tahu kalau Badai sedang sakit dari Ksatria.Lelaki itu menyuruh Yogas mengecek keadaan Badai karena ia tengah berada di luar negeri. Ksatria bilang, mereka harus memastikan Badai masih hidup dan diaminkan oleh mereka semua.Jadilah hari ini Yogas yang paling tidak sibuk di antara mereka berlima, yang pergi ke rumah Badai.“Katanya sih beliau dokter keluarganya Bu Padma,” jawab Lita yang ingat dengan perkenalan singkat sang dokter tadi
Read more

Tapi Aku Sayang Kamu

“Aku udah sembuh.”“Terus?”“Mana ciumnya?”Padma mencubit pipi Badai dengan keras hingga lelaki itu meringis, tapi tak berani bersuara lebih keras karena takut Asa yang tengah bermain dengan Ilana di bawah pengawasan Lita dan ibu Padma, memergoki ulah mereka.“Sembarangan. Aku kan nggak janji.”“Kamu nggak bales chat aku waktu itu.” Badai mengingatkan Padma pada pesannya untuk Padma yang tidak dibalas perempuan itu dua hari yang lalu. “Jadi kalau diam artinya iya.”“Itu kan kamu aja yang asal menetapkan standar,” kilah Padma dengan tenang seperti biasanya.Perempuan itu berdiri dan menggandeng Badai, menariknya ke arah pintu. “Udah sana, kerja. Nanti telat kalau kena macet.”“Iya, Bu Bos.”“Biaya pendidikan anak mahal.”“Iya, makanya aku rajin kerja.” Badai mengangguk setuju pada kata-kata Padma. “Tapi cium dulu.”“Dasar mesum,” gerutu Padma yang tiba-tiba menarik Badai ke sebuah ruangan yang pintunya kebetulan terbuka.Badai terkejut, tapi ia langsung menyeringai jahil ketika Padma
Read more

Sudut Paling Gelap di Hati Badai

“Pak Badai, ada tamu untuk Bapak. Namanya Pak Kresna.”“Kresna?”“Beliau bilang, beliau….” Tia, sekretaris Badai, menatap Badai dengan segan. “Beliau mantan adik ipar, Bapak.”Kresna?“Suruh dia masuk kalau begitu dan jangan lupa tanyakan dia mau minum apa.”Tia mengiakan dan segera undur dari ruangan Badai. Tak menunggu lama, pintu tersebut kembali terbuka dan sosok Kresna yang mengenakan setelan formalnya masuk ke ruangan tersebut.“Apa kabar, Kresna?” sapa Badai sambil beranjak dari mejanya.Kresna mengangguk sopan dan membalasnya sambil tersenyum. “Baik, Mas. Mas sendiri?”“Baik.”Badai mempersilakan Kresna duduk di sofa ruang kerjanya. Terdengar ketukan di pintu ruangan tersebut dan Tia menaruh dua gelas minuman untuk Badai dan Kresna.Ketika mereka kembali berdua di ruangan tersebut, Kresna berdeham dan menatap Badai dengan sungkan.“Sebenernya aku ke sini mau minta izin sama Mas Badai.”Meskipun bisa menebak apa yang diinginkan Kresna, tapi Badai tetap bertanya, “Izin apa?”“Ak
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
23
DMCA.com Protection Status