Semua Bab Cinta Satu Malam dengan Berondong: Bab 151 - Bab 160

230 Bab

Dia yang Kembali dalam Wujud Lain

“Kamu kenapa ngeliatin aku begitu banget?”“Emang aku ngeliatin kamu kayak gimana?”“Kayak penuh pertimbangan, ini kambing enaknya dibikin sate atau kambing guling ya?”Derai tawa Padma masuk ke telinga Badai dan kekhawatiran lelaki itu seketika sirna. Rasanya lega bisa melihat Padma tertawa hanya dengan lelucon recehnya.“Enak dong kalau kamu beneran kambing. Gede, pasti banyak dagingnya.”“Tapi kalau kegedean dagingnya alot nggak sih?”“Nggak tahu, aku kan bukan peternak kambing.”Kali ini Badai-lah yang tertawa. Andai saja Badai bisa membaca pikiran Padma, pastilah saat ini ia takkan tertawa.
Baca selengkapnya

Yang Lebih Menakutkan adalah Lumpuh Karena Ketakutannya

“Asa, Mama mau ke toilet dulu ya. Kamu di sini sama Opa dan Oma dulu, nggak apa-apa kan?”Asa tentu saja mengangguk. Ia selalu senang berada di antara kedua orangtua Padma yang mengatakan padanya untuk dipanggil sebagai Opa dan Oma—karena bagi mereka, cucu Alkadri Tanaka juga cucu mereka.“Sebentar ya.” Padma mengusap pipi Asa dan anak itu sangat menyukainya. Ekspresinya yang senang hingga memejamkan mata mengingatkan Padma akan seekor kucing lucu yang pasti juga akan memejamkan matanya jika ada manusia yang mengusap dagunya.Padma pamit pada kedua orangtuanya dan berjalan menuju rumah Arsa dan Mili. Saat ia tak sengaja menoleh ke meja yang ia tinggalkan, seorang pramusaji datang dan menaruh dua gelas minuman di sana.“Ke mana Badai?” gumamnya sambil mencari sosok lel
Baca selengkapnya

Biar Kuhapus Risaumu

“Ayo, dadah dulu ke Papa sama Mama Padma.”Asa menuruti permintaan Shua dan melambaikan tangannya dari mobil sang tante ke arah ayah dan tantenya tersebut.Pesta ulang tahun Mili sudah selesai sejak dua jam yang lalu. Tapi keluarga inti ditambah Badai dan keluarga Shua, bertahan di sana karena obrolan yang tak kenal ujung.Hingga akhirnya Shua tak sengaja mendengar Badai bicara pada Padma, untuk mengatakan pada Asa kalau mereka akan jalan-jalan dulu sebelum pulang. Shua berinisiatif untuk menolong sang sahabat dan sepupu.“Asa nginep di rumahku aja,” kata Shua tadi dengan yakinnya.Si tamu yang terlambat karena harus menangani kliennya yang rewel tersebut langsung tersenyum tanpa malu untuk membantu memuluskan apa pun rencana kedua janda da
Baca selengkapnya

Berhentilah Merasa Bersalah

Deru napas yang tersengal karena lupa bernapas, membuat Padma yang semula terpejam, kini membuka matanya.Badai masih selembut yang Padma ingat. Rasanya seperti ditarik ke masa lalu, ketika mereka masih berhubungan dan mereka masih bebas mencium satu sama lain.Meskipun seringnya adalah Badai yang menciumnya duluan dan Padma kadang-kadang memperingatinya soal perjanjian hubungan mereka.Seperti saat ini.Dengan tangan kanannya, Padma mendorong dada Badai. “Sebentar lagi lampu merahnya habis, Dai.”“Oh, ya.”Badai berdeham dan kembali duduk dengan benar di kursinya. Lima detik kemudian lampu lalu lintas berubah jadi hijau dan Badai segera kembali melajukan mobilnya.“Kamu mau makan s
Baca selengkapnya

Menata Ulang Bersama

“Emangnya bumil yang usia kandungannya kayak kamu ini… bener-bener selincah kamu ya?”Padma menggeleng pelan mendengar pertanyaan konyol dari Yogas. “Emangnya aku harus duduk selama 24 jam?”“Aku ngeri anakmu kecapekan.” Yogas menatap perut Padma yang memang sudah cukup besar. Wajar saja, HPL-nya tinggal menghitung hari lagi.Tiga hari lagi ibu Padma akan menemaninya di sini, berjaga-jaga kalau Padma membutuhkan bantuannya kapan saja ketika anaknya merasa siap untuk dilahirkan dan melihat dunia.“Nggaklah. Anakku kan kuat,” puji Padma sambil mengusap perutnya. “Santai sih, Yogas. Aku kan cuma menata buku di rak doang, itu pun maksimal buku yang kubawa cuma tiga dengan jarak dari kontainer ke rak hanya satu setengah meter.”
Baca selengkapnya

Sinar Mataharinya Padma

"Kamu yakin aku tungguin di sini?”“Kalau kamu mau keluar, keluar sana.”Nada galak Padma membuat Badai meringis dan tetap bertahan di tempatnya ketika Padma masih harus menunggu.Lelaki itu sudah tak menghitung berapa jam lamanya ia mendampingi Padma. Di sampingnya, ada ibu Padma dan Catra yang juga sejak tadi mendampingi Padma.“Nggak apa-apa, Badai. Kalau Padma maunya didampingin kamu, kamu di sini aja,” ucap ibu Catra dengan keibuan. “Perempuan mau melahirkan itu butuh didampingi sama siapa yang bisa menguatkan dia. Kalau kamu yang bisa menguatkan Padma, ya nggak apa-apa toh?”Padma menatap ibu mertuanya yang berdiri di sisi kirinya dengan penuh haru seraya mengucapkan terima kasih tanpa suara. Seperti mengerti, pe
Baca selengkapnya

Kekuatan Jin VIP

“Kamar anakku belum jadi waktu aku tinggal.”“Siapa suruh kamu baru nata ulang kamar itu mepet?” Mili menjitak kepala Padma dan hanya disahuti dengan decakan.Hari ini hari kedua Padma di rumah sakit. Rencananya, besok atau lusa ia sudah diperbolehkan pulang. Jadilah hari ini Mili yang menunggui Padma bersama dengan suaminya, Arsa.Sebenarnya Padma juga sudah bisa pulang hari ini, tapi para orangtua yang protektif dan proses kehamilannya yang sempat berkendala, membuat Padma akhirnya mengiakan saja permintaan mereka semua.Para orangtua sudah diminta oleh Padma beristirahat dulu dan untungnya, mereka menurut. Meskipun kegembiraan atas cucu pertama tentu saja tetap membuat semangat mereka meledak-ledak.“Habisnya aku kelamaan mikirin penataanny
Baca selengkapnya

Angkasa dan Ilana

Padma sampai di rumahnya di siang hari dengan orangtua dan mertuanya yang mengantarnya. Tidak cukup dengan itu, ia bahkan disambut dengan heboh oleh adiknya, sahabat-sahabatnya, Badai dan Asa, juga kelima sahabat Badai.“Kalian jadiin kepulanganku sebagai alasan bolos kerja ya?” tanya Padma dengan galak yang disambut tawa mereka semua.Semua orang bergantian melihat dan menyapa Ilana kecil yang kebetulan terbangun saat ia sampai di rumahnya. Asa menjadi orang terakhir yang menyapa Ilana dan jemarinya langsung digenggam oleh Ilana yang tertawa entah karena apa.“Ilana suka sama Asa,” beri tahu Padma pada Asa seraya tersenyum. “Nanti adeknya dijagain ya, Asa.”Asa mengangguk berkali-kali dan hal itu membuat Padma gemas padanya. Tak lama kemudian, Padma meminta izin pada yang
Baca selengkapnya

Satu Momen Terbaik di Hidup Asa

Asa memperhatikan Ilana yang tengah terlelap. Tadi ia sempat mendengar ayahnya berkata sesuatu mengenai kemiripan antara Ilana dan Catra.Dalam hatinya, Asa merasa sesuatu yang mencelos saat kembali mengingat sosok lelaki baik hati yang selalu menyayanginya tersebut. tAPI kesedihan itu dengan cepat memudar ketika ia mengamati wajah Ilana dan melihat bagaimana dengan perlahan kelopak mata mungil Ilana bergerak.Anak lelaki itu mendekatkan wajahnya ke baby crib yang memiliki celah kecil di mana ia bisa mengintip Ilana. Ia bisa melihat bagaimana mata Ilana perlahan mengerjap dan benar-benar terbuka.Ketika ia akan menyapa, ‘Hai, Adek’, bayi itu bergerak gelisah dan akhirnya ia menangis begitu saja.Asa panik. Apakah karena ia sejak tadi memperhatikan Ilana, makanya Ilana terbangun dan menang
Baca selengkapnya

Tamu Istimewa untuk Catra

Gemerisik daun yang tak sengaja terinjak oleh Badai dan Asa membuat Asa sesekali menunduk. Anak itu menyukai bagaimana gemerisik tersebut terdengar di telinganya.“Hati-hati, Asa,” pesan Badai saat anaknya memperlambat langkahnya untuk menghindari bebatuan yang muncul dari balik tanah.“I-iya, Pa.”Badai tersenyum dan mempererat gandengan tangannya pada Asa. Di tangan kanannya, terdapat buket mawar putih yang biasa ia bawakan untuk Catra.Awalnya Badai tak tahu harus membawa bunga apa ke makam Catra. Tapi kalau datang hanya dengan tangan kosong, rasanya ada yang kurang. Jadilah saat ia melihat apa yang ada di florist, Badai memilih   mawar putih sebagai hadiah kunjungan rutinnya.“Sekarang, kalau mau nyapa Papa Catra, carany
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1415161718
...
23
DMCA.com Protection Status