Padma mengecek ponselnya dan tidak mendapati pesan dari Badai sama sekali. Ia mengerutkan kening seraya berpikir ke mana Badai selama tiga hari ini.Mereka memang bukan pasangan yang setiap jamnya harus saling memberi kabar. Tapi biasanya Badai selalu menghubungi Padma minimal sekali sehari.Tiga hari yang lalu Badai memang pergi ke Bandung dan Asa menginap di rumah Shua. Seharusnya Badai sudah ada di Jakarta lagi karena ia hanya di sana selama dua hari satu malam.“Kamu kenapa, Padma?”“Eh?” Padma baru berhenti melangkah ketika mendengar pertanyaan ibunya. Ia tidak sadar kalau sejak tadi dirinya berjalan mondar-mandir di kamar Ilana.“Kamu kenapa?” ulang ibunya dengan sabar. Perempuan paruh baya itu menepuk sisi ranjang di sebelahnya, mengisyaratkan Padma untuk duduk di sebelahnya. “Kangen Badai?”Nada canda di pertanyaan itu membuat Padma meringis grogi. “Nggak gitu, Ma.”“Alah, nggak mungkin.” Ibu Padma mengibaskan tangannya dan menaruh tumpukan baju Ilana yang baru saja tadi ia li
Yogas masuk ke rumah Badai dengan santai dan langsung menyapa Asa yang tengah duduk di atas karpet ruang tengah dengan Lita. Di sekeliling Asa, terdapat beberapa mainan asa yang familier di mata Yogas, saking seringnya ia bermain dengan Asa.“Papa di mana, Sa?” tanya Yogas saat melihat hanya ada Asa dan Lita di sana.“Sama Om Doktel.”“Dokter?” Yogas bertanya kembali untuk memastikan.“Iya, Pak.” Lita ganti menjawab pertanyaan Yogas. “Dokternya baru dateng, sekarang Pak Badai lagi diperiksa di kamarnya.”“Oh…. Akhirnya dia mau manggil dokter juga?” Yogas tahu kalau Badai sedang sakit dari Ksatria.Lelaki itu menyuruh Yogas mengecek keadaan Badai karena ia tengah berada di luar negeri. Ksatria bilang, mereka harus memastikan Badai masih hidup dan diaminkan oleh mereka semua.Jadilah hari ini Yogas yang paling tidak sibuk di antara mereka berlima, yang pergi ke rumah Badai.“Katanya sih beliau dokter keluarganya Bu Padma,” jawab Lita yang ingat dengan perkenalan singkat sang dokter tadi
“Aku udah sembuh.”“Terus?”“Mana ciumnya?”Padma mencubit pipi Badai dengan keras hingga lelaki itu meringis, tapi tak berani bersuara lebih keras karena takut Asa yang tengah bermain dengan Ilana di bawah pengawasan Lita dan ibu Padma, memergoki ulah mereka.“Sembarangan. Aku kan nggak janji.”“Kamu nggak bales chat aku waktu itu.” Badai mengingatkan Padma pada pesannya untuk Padma yang tidak dibalas perempuan itu dua hari yang lalu. “Jadi kalau diam artinya iya.”“Itu kan kamu aja yang asal menetapkan standar,” kilah Padma dengan tenang seperti biasanya.Perempuan itu berdiri dan menggandeng Badai, menariknya ke arah pintu. “Udah sana, kerja. Nanti telat kalau kena macet.”“Iya, Bu Bos.”“Biaya pendidikan anak mahal.”“Iya, makanya aku rajin kerja.” Badai mengangguk setuju pada kata-kata Padma. “Tapi cium dulu.”“Dasar mesum,” gerutu Padma yang tiba-tiba menarik Badai ke sebuah ruangan yang pintunya kebetulan terbuka.Badai terkejut, tapi ia langsung menyeringai jahil ketika Padma
“Pak Badai, ada tamu untuk Bapak. Namanya Pak Kresna.”“Kresna?”“Beliau bilang, beliau….” Tia, sekretaris Badai, menatap Badai dengan segan. “Beliau mantan adik ipar, Bapak.”Kresna?“Suruh dia masuk kalau begitu dan jangan lupa tanyakan dia mau minum apa.”Tia mengiakan dan segera undur dari ruangan Badai. Tak menunggu lama, pintu tersebut kembali terbuka dan sosok Kresna yang mengenakan setelan formalnya masuk ke ruangan tersebut.“Apa kabar, Kresna?” sapa Badai sambil beranjak dari mejanya.Kresna mengangguk sopan dan membalasnya sambil tersenyum. “Baik, Mas. Mas sendiri?”“Baik.”Badai mempersilakan Kresna duduk di sofa ruang kerjanya. Terdengar ketukan di pintu ruangan tersebut dan Tia menaruh dua gelas minuman untuk Badai dan Kresna.Ketika mereka kembali berdua di ruangan tersebut, Kresna berdeham dan menatap Badai dengan sungkan.“Sebenernya aku ke sini mau minta izin sama Mas Badai.”Meskipun bisa menebak apa yang diinginkan Kresna, tapi Badai tetap bertanya, “Izin apa?”“Ak
“Kamu mau masuk vlog aku nggak? Akhir-akhir ini ibu muda langsung banyak fansnya lho.”“Ibu muda kayak kamu?”“Iya dong,” sahut Shua dengan bangga. “Aku kan imunisasi yang siap mencari ayam bakar buat Janar.”“Hah? Apaan sih itu?” Padma yang tengah menggendong Ilana seraya mengawasi Janar dan Asa yang tengah bermain di ruang tengahnya, menatap Shua dengan heran.Shua mengerling centil. “Ibu muda manis dan seksi yang siap mencari ayah muda badan kekar buat Janar.”Padma tidak sanggup mengontrol tawanya mendengar lelucon Shua yang entah didapatnya dari mana. Untunglah Ilana sedang tidak menyusu, bisa tersedak anaknya karena tubuh Padma yang berguncang akibat tawanya.
“Hai, Hon.”“Hai.”Tanpa menaruh barang bawaannya atau memperhatikan sekitarnya, Badai langsung beranjak mendekati Padma dan menarik pinggang Padma untuk ia peluk dengan erat.Beruntung tadi Asa dan Lita keluar lebih dahulu dari mobil dan sudah masuk ke rumah, disambut oleh mertua Padma dan keluarganya yang juga tengah berkunjung ke rumah tersebut.“Dasar nggak sabaran.” Padma memukul lengan Badai dengan pelan sebelum kemudian balas memeluk lelaki itu. “Kan bawaan kamu bisa ditaruh dulu.”“Kangen.” Badai menghirup aroma rambut Padma dan merasa lega saat merasakan aroma yang f
Kata-kata Padma di pagi hari itu masih terngiang di telinga Badai bahkan sampai hari ini. Lelaki itu semalam akhirnya bisa tidur tenang dan tidak bermimpi buruk, bahkan setelah pagi harinya membicarakan Anastasya.Biasanya, jika di hari itu Badai atau orang lain membicarakan Anastasya dengannya, maka di malam harinya Badai akan bermimpi buruk.“Pa….”Panggilan itu membuat Badai menoleh, mendapati Asa berbaring menyamping di ranjangnya dan sudah rapi serta wangi.Sejak beberapa bulan lalu, Asa memang tidur sendiri di kamarnya. Anaknya itu seperti ingin menunjukkan kalau ia bisa tidur sendiri dan tidak takut—dan Badai menghargainya.Jadilah kadang
“Gimana Ilana? Nggak rewel?”Padma menggeleng. “Nggak kok, anteng banget dari pagi tadi. Kayaknya dia tahu deh ini rumah papanya dulu.”Daiva tersenyum ketika melihat bagaimana keponakan yang tengah digendong kakak iparnya tersebut, mengerjapkan matanya dengan lucu saat bertatapan dengannya.“Ilanaaa. Mau digendong sama Onty nggak?”“Mau, Onty,” jawab Padma yang pura-pura meniru suara anak kecil. Ia tertawa dan dengan hati-hati menyerahkan Ilana ke gendongan Daiva.Untunglah Ilana tidak rewel kalau digendong oleh orang lain yang bukan Padma. Anak itu seakan menikmati semua perhatian orang lain yang dicurahkan kepadanya.“Kamu nggak pergi ha