Mengejar Cinta Rania

Mengejar Cinta Rania

last updateLast Updated : 2023-10-19
By:  Okta NovitaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
34Chapters
4.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Rania terpaksa menerima tawaran untuk menjadi istri kedua karena Hana, si istri pertama tidak bisa mengandung. Namun, dendam masa lalu kepada laki-laki yang akan menjadi suaminya membuat hubungan pernikahan itu hancur sehingga dia menuntut cerai sebelum semua orang tahu kehamilannya.

View More

Chapter 1

Terpaksa Menerima

"Aku nggak bisa, Han." Laki-laki berwajah tampan dengan kulit sawo matang itu menatap nyalang perempuan di sampingnya.

"Tolong aku, Mas. Aku nggak ingin kita berpisah. Ini satu-satunya cara agar Mama tetap merestui hubungan kita," jawab perempuan cantik, berkulit putih dengan bulu mata lentik itu. Suaranya terdengar serak dengan mata berkaca-kaca.

Aku? Tentu hanya bisa diam dan menunduk, tapi sesekali melirik ke arah depan di mana sepasang suami-istri itu sedang bernegosiasi.

Entah ini keputusan yang benar atau tidak. Yang pasti, aku sedang membutuhkan banyak uang untuk melunasi utang peninggalan Ayah, sekaligus membantu biaya pernikahan Rendy--adikku. Sebagai anak sulung dari dua bersaudara, tentunya akulah yang menggantikan posisi Ayah karena Ibu memiliki penyakit asma sejak beberapa tahun yang lalu--tepatnya beberapa hari setelah kepergian Ayah untuk selamanya.

"Kamu mau, kan, Ran?"

Lamunanku tersadar dengan panggilan perempuan di hadapan.

Ah, apa yang harus kukatakan? Sejujurnya, aku juga tidak siap. Namun, Lagi-lagi demi keluarga aku harus berkorban.

Sebelumnya, aku merelakan kuliah yang sudah berjalan dua tahun untuk mengurangi pengeluaran. Dan sekarang, aku kembali harus mengalah dan menekan perasaan.

"Jangan paksa dia, Han. Mas juga nggak mau." Kembali, laki-laki berpostur gagah itu menyela.

"Kalau Mas masih menolak, ceraikan aku!" Senjata andalan sang istri pun keluar.

Dan seketika, sebuah anggukan terlihat meskipun samar dari laki-laki yang baru saja mendesah berat. "Terserah kamu saja, tapi mas nggak bisa janji untuk melakukannya nanti."

Perempuan yang selalu dipanggil Han itu menarik tanganku yang sedari tadi di atas meja. Lalu meremasnya pelan. "Kamu dengar, kan, Ran. Hari ini juga, akan digelar akad nikahnya."

Aku mendongak. Tentu sangat terkejut. Kenapa secepat ini? Meskipun sudah kupikirkan masak-masak, tapi tetap saja hati kecil ini merasa belum siap. Ya, memangnya siapa yang mau menjadi istri kedua?

Ah, Rania. Aku begitu terburu-buru. Namun, memang tidak ada pilihan lain untuk saat ini.

***

"Jangan harap aku akan menyentuhmu! Aku hanya menikahimu karena Hana. Dan kalau sampai tiga bulan kamu belum hamil juga, tentu Hana akan segera menyuruhku menceraikanmu."

Kalimat yang mungkin akan membuat hati seorang istri terluka, tapi tidak untukku. Itu justru lebih baik. Tanpa harus menyerahkan harta berharga dari tubuhku, aku tetap akan mendapatkan uang. Paling tidak, untuk tiga bulan ke depan.

"Kamu tidur di sofa. Hotel ini, Hana yang membayar dan seharusnya, dia yang ada di sini bersamaku. Tapi ... ya sudahlah! Intinya, kamu harus bilang ke Hana kalau kita sudah melakukannya!" ucap laki-laki yang baru dua jam lalu sah menjadi suamiku secara agama.

Aku menghela napas pelan, lalu beranjak dari ranjang berukuran super besar di kamar ini menuju sofa. Baiklah, aku mengalah.

Laki-laki itu pun langsung mengempaskan tubuh dengan posisi tengkurap di tempat tidur tanpa melepas sepatu ataupun jas yang masih melekat di badan.

Akan tetapi, tidak berapa lama, laki-laki itu bangkit. Dia merogoh saku celananya, sebuah ponsel sudah berpindah ke tangannya. Beberapa kali dia melirik ke arahku, lalu kembali menekuri ponselnya.

Ah, aku tidak peduli dan memilih merebahkan badan di sofa yang lumayan empuk ini. Seharian yang cukup melelahkan karena perjalanan yang cukup jauh. Ya,karena untuk mengelabuhi keluarga besar Hana dan suaminya, acara pernikahan dadakanku dilakukan di luar kota.

Laki-laki bertubuh atletis itu berjalan menuju pintu sambil menatapku dengan tajam. Entah apa yang dia pikirkan, seolah-olah aku ini musuh yang siap untuk ditebas lehernya.

Aku tersenyum miring. Apa yang membuat Hana begitu mencintai laki-laki kaku dan menyeramkan itu. Kulitnya yang sawo matang membuat kesan garang menjadi lebih kentara. Aku bergidik jika membayangkan laki-laki yang mungkin mirip genderuwo, tapi ganteng itu berkata romantis. Pasti aneh dan sangat tidak pantas. Namun, dia terlalu beruntung bisa mendapatkan istri sebaik Hana yang bisa bertahan selama sepuluh tahun pernikahan mereka.

Hanya saja, orang sebaik Hana harus menerima takdir yang kurang baik. Dia dinyatakan mandul setelah melakukan pengobatan selama delapan tahun terakhir. Bahkan, proses bayi tabung pun lima kali dilakukan dan selalu gagal.

Selain untuk mendapatkan uang, ini kylakukan demi membalas budi baik Hana kepada Ibu. Di saat Ayah meninggal, semua aset keluarga disita karena utang Ayah yang terlalu banyak dan bahkan utang itu masih tersisa sampai saat ini.

Entah malaikat dari mana Hana itu, dia datang di saat yang sangat tepat. Saat itu, Ibu tiba-tiba mengalami sesak napas dan harus dirawat, sedangkan aku tidak punya uang sepeser pun. Hana yang tengah menangani Ibu dibuang UGD bersedia menanggung semua biaya perawatan Ibu yang harus dipindahkan ke ruang ICU.

Air mata ini luruh jika mengingat kejadian itu. Seandainya tidak ada Hana, mungkin aku sudah menjadi yatim-piatu.

Aku menghela napas kasar sembari menghapus jejak air mata di wajah. Lebih baik segera tidur, tapi entah kenapa mata ini enggan untuk memejam. Ada sedikit kekhawatiran jika laki-laki itu masuk dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai pengantin baru saat aku tengah terlelap. Namun, seiring waktu yang kian larut dan laki-laki itu tidak kunjung kembali, kantuk pun mulai menyerang.

***

Bunyi alarm membangunkanku dari tidur yang cukup nyenyak. Kupindai sekeliling kamar dan laki-laki itu tidak ada di mana pun. Sepertinya, dia tidur di kamar Hana.

"Syukurlah," ucapku lirih seraya menyembuhkan napas lega.

Jam sudah menunjukkan pukul lima pagi. Aku pun bergegas mengambil wudu untuk melaksanakan salat Subuh. Setelah itu, membersihkan diri alias mandi untuk menyegarkan badan yang terasa sangat lengket.

Akan tetapi, tas yang semalam kubawa tidak ada di lemari kamar ini. Padahal, aku sudah melepas pakaian dan tinggal memakai handuk kimono. Bagaimana kalau laki-laki itu tiba-tiba masuk ke kamar ini? Mau memakai pakaian semalam pun rasanya tidak mungkin karena sudah basah di beberapa bagian dan baunya sangat sedap sekarang.

Dasar Rania! Kenapa tadi tidak mengecek tas dulu, baru mandi? Kalau seperti ini, harus bagaimana lagi?

Aku menepuk jidat, kesal pada diri sendiri.

Aku pun meraih ponsel di sofa untuk menelepon Hana. Namun, sudah beberapa kali panggilan tidak diangkat juga. Akhirnya, hanya pesan W******p yang kukirimkan untuk menanyakan di mana tasku berada.

Beberapa saat menunggu, pesanku akhirnya dibaca oleh Hana dan dia menjawab akan mengantarnya.

Aku bergegas menuju kamar mandi saat terdengar pintu kamar ini yang mulai terbuka. Pasti Hana membawakan tas dan pakaianku.

Dari dalam kamar mandi, aku masih bisa mendengar suara dari luar. Sepertinya, Hana dan suaminya berdebat. Dan tak lama setelah itu, suara pintu ditutup cukup kencang membuatku terlonjak. Pasti mereka bertengkar hanya karena masalah kecil. Lalu, bagaimana dengan pakaianku?

"Siapa pun! Aku di kamar mandi. Bisa bawakan pakaianku ke sini?" teriakku, tapi tidak ada jawaban.

Mungkinkah mereka pergi lagi? Mungkin juga Hana sudah mengantarkan tasku dan langsung pergi dengan suaminya yang mirip genderuwo itu.

Benar saja, tasku sudah ada di atas tempat tidur, tapi tidak ada satu pun pakaianku di dalamnya.

Apa-apaan Hana ini? Aku yakin sekali kalau sudah memasukkan dia potong pakaian di dalamnya.

"Sial! Suami-istri itu mempermainkanku." Aku menggerutu kesal.

"Apa katamu?"

Deg!

Aku terkesiap. Suara itu? Genderuwo itu? Mati aku! Mana aku hanya memakai handuk saja. Dan jilbabku!

Astaga! Laki-laki itu ternyata masih ada di dekat pintu kamar dan aku tidak menyadarinya. Lalu, Hana? Di mana dia?

"Kamu sengaja, ya, hanya memakai handuk itu?" Laki-laki tiga puluh tahun itu berjalan mendekat.

Aku yang tadinya duduk di tepi tempat tidur segera berdiri dan buru-buru melangkah ke kamar mandi. Namun, sebuah tangan kekar mencekal pergelangan tangan kiriku dengan kencang.

"Sa--sakit, le--lepaskan," ucapku gugup. Aku takut saat melihat wajah layaknya harimau yang akan menerkam mangsanya.

"Aku akan melakukan apa yang Hana minta agar kesalahan ini segera berakhir." Dia berkata dengan sorot mata yang begitu tajam.

Aku menggeleng kuat. "Ja--jangan ...."

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
34 Chapters
Terpaksa Menerima
"Aku nggak bisa, Han." Laki-laki berwajah tampan dengan kulit sawo matang itu menatap nyalang perempuan di sampingnya. "Tolong aku, Mas. Aku nggak ingin kita berpisah. Ini satu-satunya cara agar Mama tetap merestui hubungan kita," jawab perempuan cantik, berkulit putih dengan bulu mata lentik itu. Suaranya terdengar serak dengan mata berkaca-kaca. Aku? Tentu hanya bisa diam dan menunduk, tapi sesekali melirik ke arah depan di mana sepasang suami-istri itu sedang bernegosiasi. Entah ini keputusan yang benar atau tidak. Yang pasti, aku sedang membutuhkan banyak uang untuk melunasi utang peninggalan Ayah, sekaligus membantu biaya pernikahan Rendy--adikku. Sebagai anak sulung dari dua bersaudara, tentunya akulah yang menggantikan posisi Ayah karena Ibu memiliki penyakit asma sejak beberapa tahun yang lalu--tepatnya beberapa hari setelah kepergian Ayah untuk selamanya. "Kamu mau, kan, Ran?" Lamunanku tersadar dengan panggilan perempuan di hadapan. Ah, apa yang harus kukatakan? Sejuju
last updateLast Updated : 2022-12-07
Read more
Obat
Aku ingat betul apa yang akan dilakukan suami Hana itu. Dia mengunci tubuh yang sudah terpojok ini sambil menekan kuat pergelangan tanganku di dinding. Sudah tidak ada jarak lagi antara kami, dan hanya tersekat pakaian di badan. Wajahnya tampak beringas sambil memandangku dengan tajam. "Ja--jangan lakukan. Katamu ti-tidak akan--"Seketika, dia membungkam mulutku dengan kasar hingga napas ini mulai tercekat. Aku merasakan sesuatu yang belum pernah datang sebelumnya. Rasa bagai disengat aliran listrik hingga seluruh tubuh menegang. Susah payah aku meronta, tapi tenaga laki-laki di hadapan ini jauh lebih besar. Entah apa yang merasukinya saat ini hingga cara berpikirnya berubah seratus delapan puluh derajat. Semalam, sangat jelas jika dia tidak ingin menyentuhku seujung rambut pun, tapi sekarang? Aku hanya bisa menitikkan air mata karena dia tidak juga melepas cengkeraman tangan dan juga sesuatu yang menyebalkan di mulut ini. "Aaa ... apa yang kamu lakukan?" Kudorong tubuh laki-laki i
last updateLast Updated : 2022-12-07
Read more
Laki-laki di Masa Lalu
"Cukup sekali ini aku menyentuhmu. Dan uang yang kamu inginkan akan aku beri di luar dari yang Hana berikan." Laki-laki itu kemudian berjalan ke luar, tapi urung membuka pintu dan kembali berbalik. "Semoga kamu segera hamil dan segera juga pergi dari kehidupanku." Mendengar ucapan terakhir Rasya itu justru makin membuat hati ini tersiksa. Dia menganggapku sama dengan perempuan di luaran sana. Perempuan yang telah menjual kehormatan demi uang. Nyeri di dada ini menyertai nyeri di bagian bawah. "Aku benci kamu, Rasya!" Aku hanya bisa menyesali apa yang sudah terjadi kali ini. Dia memang cinta pertamaku, tapi dia juga neraka bagi keluargaku. Sekelebat ingatan masa lalu kembali membayang. Saat di mana Rasya begitu menghargaiku sebagai seorang perempuan dan dia memperjuangkan cinta kami meskipun orang tuanya melarang. Hubungan yang terjalin selama tiga tahun sejak kami duduk di bangku SMA. Dia sebagai siswa kelas tiga yang begitu dikagumi oleh para siswa perempuan hampir satu sekolah
last updateLast Updated : 2022-12-07
Read more
Keputusan Telak
"Aku ingat siapa dia, Ran. Dia, anak dari orang yang sudah menghancurkan keluargamu, 'kan?"Aku menarik napas panjang seraya memejam untuk sekadar menghalau sesak di dada. Saat kembali mengingat luka lama itu, hati ini begitu perih terasa. Narendra memang tahu semuanya, bahkan dia satu-satunya orang yang selalu ada saat teman yang lain mulai menjauh karena fitnah matre yang diaebarkan di seantero kampus. Mungkin bukan Rasya yang menyebarkan berita hoax itu, tapi sakit hatiku untuknya sudah telanjur mengakar. "Kalian ada hubungan apa? Kamu bilang, dia kakak ipar, tapi dia bilang suamimu. Mana yang benar?" Narendra terus mencecar.Setelah cukup lama terdiam, semua yang mengganjal di hati ini pun keluar. Aku menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Narendra. Bahkan, tentang pernikahan siriku dengan Rasya yang baru dua hari ini terjadi. Aku terisak sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Dan sebuah dekapan membuat hati ini menghangat. Narendra memelukku tanpa bertanya a
last updateLast Updated : 2022-12-07
Read more
Tidak Mungkin Positif
Perempuan paruh baya yang tubuhnya hampir mirip dengan tulang berbungkus kulit saja itu tergopoh-gopoh mrnghampiriku yang baru saja turun dari mobil Narendra. Padahal, waktu masih menunjukkan pukul dua dini hari. Perempuan berjilbab hitam itu langsung memelukku dengan tubuhnya yang terasa bergetar. Bahkan, napasnya yang sedikit berat pun, aku bisa merasakannya dari gerakan dada dan suaranya. "Kamu ke mana saja, Rania? Ibu cemas mikirin kamu." Ibu mengusap-usap punggungku. "Nia ceritakan di dalam, ya, Bu. Di luar dingin, nggak bagus buat kesehatan Ibu." Kulepas pelukan Ibu, lalu menggamit lengannya. Kami berjalan masuk ke rumah diikuti Narendra. Entah kenapa, Ibu bisa sehisteris itu, padahal aku sudah berpamitan jika akan pergi selama dua hari untuk mencari uang. Sore ini adalah hari jatuh tempo utang Ayah yang jumlahnya masih mencapai lima puluh juta rupiah, sedangkan tabungan pun kami tidak ada. Gaji bulananku dari bekerja sebagai kurir online dan penyanyi kafe setiap malam habis
last updateLast Updated : 2022-12-07
Read more
Ancaman Rasya
Aku sudah bersiap sejak selepas Asar dan menunggu kedatangan Narendra. Sebenarnya, tidak ingin terlalu berharap jika laki-laki itu akan datang. Namun, hati ini seolah tidak mengindahkan. Harapan saat ini hanyalah Narendra tidak mengingkari janjinya. Akan tetapi, hingga jarum pendek dan panjang jam kompak menunjuk angka lima, orang yang kutunggu tidak kunjung datang. Mungkin aku saja yang terlalu berharap. Mana mungkin seorang laki-laki muda, tampan, kaya, dan memiliki segalanya, mau pergi berdua denganku.Kutenggelamkan wajah pada kedua tangan yang terlipat di meja rias dengan mata terpejam. Jangan terlalu lugu, Rania. Ayolah, buang jauh-jauh rasa untuk laki-laki seperti sebelumnya! Tanpa terasa, ada sesuatu yang hangat mengalir dari kedua mata ini. Sebaiknya memang aku tidak membawa perasaan untuk laki-laki. "Mbak, pangeranmu datang, tuh!" Suara derit pintu disusul panggilan Rendy membuatku membuka mata. "Naren?" sahutku antusias sambil mengangkat kepala. Rendy memiringkan kepa
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more
Rasa yang Membuat Dilema
Narendra masuk ke ruang tangga darurat setelah melepas pelukannya. Meskipun aku berusaha menahan dengan mencekal pergelangan tangannya, dia tidak peduli. Laki-laki bermata cokelat itu langsung melampiaskan amarah kepada Rasya yang ternyata masih mematung di tempatnya. Untuk kali ini, suami Hana itu sama sekali tidak melawan. Bahkan, dia sama sekali tidak peduli dengan keberingasan Narendra yang memukulinya dengan membabi buta. Matanya justru terus saja menatapku tanpa beralih. Entah apa yang dipikirkannya tentangku dan Narendra. Apa pun itu, aku tidak peduli. Namun, melihatnya tidak berdaya dengan cukup banyak luka di wajah, aku sedikit iba. Segera kutangkap tangan Narendra yang tidak berhenti melayangkan bogem mentah. "Cukup, Naren. Kita pergi dari sini sebelum ada security yang melihat. Kita bisa mendapat masalah nanti."Narendra pun menurut dan kamu segera pergi dari hadapan laki-laki yang meringis kesakitan itu. Sakit di wajah dan tubuhnya tidak setara dengan luka yang dia ber
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more
Menjadi Asisten Pribadi
"Sudah siap, Ran?"Pertanyaan Narendra membuatku tersadar dari lamunan. Rupanya, kami sudah sampai di tempat tujuan, hotel milik keluarga Narendra yang ada di pusat kota. "Kamu sudah tahu tugasmu, 'kan?" tanyanya lagi sesaat setelah melepas sabuk pengaman. Sebuah gelengan menjadi jawabanku. Tentunya, aku masih bingung dengan tugas sebagai asisten pribadi bos. Namun, Narendra hanya menanggapi dengan senyum. "Kamu harus mengurusku, Rania.""Hah?!" Aku seketika memekik. "Mengurus bagaimana maksudmu?"Lagi-lagi, Narendra justru tertawa. Menyebalkan! "Ayo, turun! Nanti aku jelaskan di ruanganku."Laki-laki itu! Ah, aku harus bersabar menghadapi bos. Apalagi, dia sudah berbaik hati melunasi utang Ayah dan memberiku pekerjaan. Aku melihat bagaimana karyawan hotel menghormatinya. Narendra sepertinya atasan yang sangat disegani karena semua orang menyapa dengan santun, tanpa terlihat ketakutan terhadap atasan di matanya. Kami tiba di ruangan cukup luas dengan satu meja kerja yang terleta
last updateLast Updated : 2022-12-28
Read more
Talak yang Kunanti
Kejadian tadi siang membuatku harus dirawat inap sekarang. Aku pingsan saat sedang bekerja dan Narendra yang membawaku ke rumah sakit. Malu, itu yang kurasakan saat ini. Baru dua pekan bekerja, tapi kesehatan justru menurun. Di kamar yang terlihat mewah ini, aku hanya melihat Ibu. Beliau sedang tidur di sofa. Pasti tidak nyaman tidur dengan posisi seperti itu. Aku masih belum tahu tentang sakit apa yang menimpa tubuh ini. Tadi, aku sempat sadar sebentar, tapi setelah minum obat dan diberi suntikan oleh dokter, aku kembali tertidur. Bahkan, aku masih ingat kalau Natendra menemani di sini. "Kamu sudah bangun, Ran?" "Alhamdulillah, Mbak sudah bangun."Narendra dan Rendy berucap bersamaan saat baru saja membuka pintu. Mereka tampak kompak dengan postur tubuh yang hampir sama. "Kalian dari mana?" tanyaku lirih. Tenagaku masih belum terlalu pulih. "Habis makan malam, Mbak. Aku ditraktir calon suamimu yang ganteng ini. Padahal, aku tadi sudah hampir nonjok dia, tapi nggak jadi." Rendy
last updateLast Updated : 2022-12-29
Read more
Kedatangan Rasya Lagi
Narendra begitu panik. Dia membungkus pergelangan tanganku dengan selimut sambil berulang kali memencet bel darurat. Sakit memang, bahkan kepalaku kembali terasa ringan. Aku ingin segera memejam dan meninggalkan kesengsaraan ini. Namun, ada yang mengganjal perasaan. Aku yang awalnya tidak ingin mengandung benih Rasya, kini mencoba ikhlas setelah laki-laki itu sah menalakku. Ya, talak tiga dengan lantang diucapkan Rasya meskipun aku tahu jika dia melakukannya dengan ragu. Dia tahu persis bagaimana sifatku. Rania paling tidak suka dengan keputusan setengah-setengah. Karena jika dia hanya mengucap satu talak saja, kupastikan pecahan gelas itu akan menekan dan melukai lebih dalam."Jangan tidur dulu, Ran! Sebentar lagi, dokter datang dan mengobati lukamu." Narendra menepuk-nepuk pipiku pelan. Aku tersenyum melihat wajah tampan Narendra saat panik seperti ini. Dia terlihat layaknya laki-laki sempurna yang memiliki banyak cinta untuk Rania. Akan tetapi, di sisi lain masih ada Rasya dan
last updateLast Updated : 2023-01-01
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status