Share

Keputusan Telak

Penulis: Okta Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-07 15:30:12

"Aku ingat siapa dia, Ran. Dia, anak dari orang yang sudah menghancurkan keluargamu, 'kan?"

Aku menarik napas panjang seraya memejam untuk sekadar menghalau sesak di dada. Saat kembali mengingat luka lama itu, hati ini begitu perih terasa.

Narendra memang tahu semuanya, bahkan dia satu-satunya orang yang selalu ada saat teman yang lain mulai menjauh karena fitnah matre yang diaebarkan di seantero kampus. Mungkin bukan Rasya yang menyebarkan berita hoax itu, tapi sakit hatiku untuknya sudah telanjur mengakar.

"Kalian ada hubungan apa? Kamu bilang, dia kakak ipar, tapi dia bilang suamimu. Mana yang benar?" Narendra terus mencecar.

Setelah cukup lama terdiam, semua yang mengganjal di hati ini pun keluar. Aku menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Narendra. Bahkan, tentang pernikahan siriku dengan Rasya yang baru dua hari ini terjadi.

Aku terisak sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Dan sebuah dekapan membuat hati ini menghangat. Narendra memelukku tanpa bertanya atau memberi aba-aba.

Inikah rasanya dicintai?

Ah, Rania! Jangan terlalu berharap. Mungkinkah di usia sekarang, laki-laki sebaik dan setampan Narendra belum punya pasangan? Pastinya tidak.

"Kembalikan uang mereka, Ran. Dan mintalah cerai kepada Rasya. Aku yang akan membantu keuangan keluargamu," ucap Natendra setelah melepas pelukannya.

Aku terkekeh pelan, menanggapi ucapan Narendra. Lantas, menggeleng seraya menatap wajah tampannya. "Aku nggak mau berutang budi kepadamu, Ren. Mungkin, ini pertama dan terakhir kita bertemu."

Narendra berdecak, lalu berkata, "Aku tidak main-main, Ran. Lepaskan dia dan beri aku kesempatan untuk membahagiakanmu, juga ibumu. Sekian lama aku mencarimu, dan tidak akan kulepaskan lagi."

Aku menyandarkan punggung pada sandaran kursi, lalu mendongak, memandang langit yang kian gelap. Di taman hotel ini hanya ada kami berdua karena memang malam sudah makin larut.

Narendra terlalu sempurna untukku, tapi wacananya tidak salah jika kulakukan. Aku juga tidak ingin terjebak lagi dengan keluarga Rasya Hendrawan.

"Aku sudah telanjur melakukannya dengan Rasya, Ren. Bagaimana kalau aku sudah mengandung anaknya? Aku nggak mau membuat beban untuk Ibu." Aku menoleh, lalu menatap lekat bola mata kecokelatan itu.

"Mana mungkin hanya dengan sekali saja kamu bisa positif, Rania. Kalaupun iya, aku yang akan bertanggungjawab. Menikahlah denganku."

Aku tertawa sumbang. "Percaya diri sekali kamu, Ren. Apa yang membuatmu yakin kalau aku mau menerimamu? Lagi pula, siapa yang percaya kalau kamu belum punya pasangan? Kalau aku, tidak."

"Perlu bukti?" ucapnya angkuh. Namun, sikapnya itu membuatku mengulum senyum.

Narendra lantas merogoh saku celananya. Sebuah dompet warna hitam sudah berpindah ke tangannya, lalu dikeluarkannya sebuah KTP. Tertera di sana jika Narendra memang masih lajang di usia dua puluh delapan tahun. Sama sepertiku yang tidak laku-laku.

Aku tertawa lepas melihat kenyataan jika laki-laki setampan Narendra masih jomlo. Padahal, jelas-jelas dia menjadi favorit setiap perempuan di masa kuliah.

"Puas-puasin aja ketawa. Aku suka melihatmu seperti ini. Cantik."

***

Hana terus menangis dan mengiba saat aku akan pergi setelah mengembalikan uangnya. Dia tidak mau melepaskan tangannya yang mencengkeram erat lengan kiriku. Namun, tekadku sudah bulat karena Narendra berhasil membuatku memikirkan ulang tentang pernikahan yang memang seharusnya tidak terjadi. Lagi pula, aku yang akan mengalami kerugian setelahnya.

"Aku nggak bisa, Mbak. Aku sakit setelah suami tercinta Mbak Hana memperlakukanku seperti binatang. Aku tadi memang diam karena tidak akan ada yang membela, tapi tidak sekarang."

Aku sudah menggendong tas ransel dan bersiap melangkah keluar dari kamar hotel. Namun, sosok tinggi besar menghadang jalanku. Dia berdiri telah berdiri di ambang pintu.

"Siapa yang mengizinkanmu pergi?" hardik Rasya dengan tatapan tajam layaknya ingin membunuh.

"Aku tidak perlu izin siapa pun. Jika aku masih bertahan dengan kalian, pasti aku hanya akan menderita. Tapi, kamu tenang saja karena aku tidak mengambil sepeser pun uang darimu ataupun dari istrimu." Aku menunjuk wajah angkuh di hadapan.

"Siapa yang kamu bilang istriku? Bukankah kamu juga istriku, Rania Felisya Rose?" sindirnya. Rasya tetap bergeming di tempatnya.

Sementara ia akan dari sang istri masih terdengar dan menjadi backsound pertengkaranku dengan Rasya.

Tiba-tiba, suara berdebum diikuti tubuh Rasya yang ambruk ke depan membuatku terkejut. Laki-laki angkuh itu jatuh dengan posisi tangan menyentuh kakiku. Sontak, aku pun mundur satu langkah.

"Ayo, Ran! Nggak perlu kamu meminta izin mereka," teriak Narendra. Ternyata, dia menendang tubuh Rasya dari belakang.

Aku pun bergegas pergi tanpa peduli dengan Rasya ataupun Hana.

Narendra langsung menggandeng tanganku dan kami pergi berdua. Namun, baru saja kami sampai di tempat parkir, Rasya muncul dan memberikan pukulan mendadak kepada Narendra.

Dua laki-laki itu terus saja saling menyerang tanpa mengindahkan aku yang sudah berteriak untuk menghentikan mereka. Hingga Narendra terjatuh dengan beberapa luka lebam di wajah, tapi Rasya masih saja terlihat akan menyerang.

"Pukul aku, Kak!" teriakku saat hampir saja kepalan tangan Rasya akan mendarat di wajah ini. Niatku memang untuk menghalangi serangan brutal yang akan kembali dilayangkan untuk Narendra.

"Ah, kenapa aku memanggilmu kak? Sepertinya, otakku sudah sedikit bergeser hanya karena bersamamu selama dua hari." Aku menatap Rasya dengan penuh kebencian.

"Untuk apa kamu menghalangiku pergi? Bukankah kamu juga ingin segera lepas dariku, Kak Rasya Hendrawan yang terhormat." Aku sengaja menekankan menyebut namanya.

Laki-laki berkulit sawo matang itu terdiam, kepalanya sedikit menunduk, tapi sedetik kemudian pandangannya lurus ke arahku. Terlihat mata yang tadinya mengilat penuh amarah, berubah sendu dan memelas. Perlahan, dia menurunkan tangan yang tadinya masih menggantung di udara.

"Kamu masih sah sebagai istriku dan kamu tidak bisa pergi begitu saja," ucapnya. Kali ini, suaranya sedikit melunak.

Aku menggeleng kasar. "Ceraikan aku sekarang juga. Lagi pula, pernikahan kita tidak tercatat secara hukum negara. Itu lebih mudah, bukan? Cukup talak aku saja dan hubungan kita selesai."

"Pergilah, tapi aku tidak akan menceraikanmu. Aku yakin jika sudah ada benihku yang tumbuh di rahimmu." Rasya membalikkan badan, lalu melangkah menjauh. Rupanya, Hana juga menyaksikan apa yang baru saja terjadi. Dia berdiri bersandar pada tembok tidak jauh dari tempatku.

Tangan ini meremas perut dengan kencang saat sepasang suami-istri itu sudah tak terlihat. Apa mungkin di dalam sini sudah tumbuh anak Rasya?

Tidak mungkin!

***

Entah kenapa, air mata ini terus meluruh sejak mendengar perkataan terakhir Rasya. Aku merasakan Rasya yang dulu telah kembali. Namun, jika mengingat perlakuannya saat merampas paksa haknya dariku, hati ini terasa sangat sakit.

"Di mana alamatmu, Ran? Aku akan langsung mengantarmu."

Pertanyaan Narendra membuatku terhenyak. Lamunan yang tadi memenuhi benak, lenyap begitu saja.

"Ini sudah terlalu malam, Ren. Kita berhenti saja dulu untuk istirahat. Aku juga akan mengobati lukamu dulu."

"Nggak perlu, Rania. Aku baik-baik saja. Lagi pula, sebaiknya kamu segera sampai rumah. Kamu kelihatan sangat lelah."

Tanganku terulur, menyentuh luka lebam di wajah putih laki-laki bermata cokelat itu. Kuusap pelan warna merah yang hampir membiru itu. Aku juga seperti bisa merasakan perihnya.

"Izinkan aku menutup luka hatimu, Rania." Narendra meraih tanganku dan meremasnya lembut.

Bab terkait

  • Mengejar Cinta Rania   Tidak Mungkin Positif

    Perempuan paruh baya yang tubuhnya hampir mirip dengan tulang berbungkus kulit saja itu tergopoh-gopoh mrnghampiriku yang baru saja turun dari mobil Narendra. Padahal, waktu masih menunjukkan pukul dua dini hari. Perempuan berjilbab hitam itu langsung memelukku dengan tubuhnya yang terasa bergetar. Bahkan, napasnya yang sedikit berat pun, aku bisa merasakannya dari gerakan dada dan suaranya. "Kamu ke mana saja, Rania? Ibu cemas mikirin kamu." Ibu mengusap-usap punggungku. "Nia ceritakan di dalam, ya, Bu. Di luar dingin, nggak bagus buat kesehatan Ibu." Kulepas pelukan Ibu, lalu menggamit lengannya. Kami berjalan masuk ke rumah diikuti Narendra. Entah kenapa, Ibu bisa sehisteris itu, padahal aku sudah berpamitan jika akan pergi selama dua hari untuk mencari uang. Sore ini adalah hari jatuh tempo utang Ayah yang jumlahnya masih mencapai lima puluh juta rupiah, sedangkan tabungan pun kami tidak ada. Gaji bulananku dari bekerja sebagai kurir online dan penyanyi kafe setiap malam habis

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-07
  • Mengejar Cinta Rania   Ancaman Rasya

    Aku sudah bersiap sejak selepas Asar dan menunggu kedatangan Narendra. Sebenarnya, tidak ingin terlalu berharap jika laki-laki itu akan datang. Namun, hati ini seolah tidak mengindahkan. Harapan saat ini hanyalah Narendra tidak mengingkari janjinya. Akan tetapi, hingga jarum pendek dan panjang jam kompak menunjuk angka lima, orang yang kutunggu tidak kunjung datang. Mungkin aku saja yang terlalu berharap. Mana mungkin seorang laki-laki muda, tampan, kaya, dan memiliki segalanya, mau pergi berdua denganku.Kutenggelamkan wajah pada kedua tangan yang terlipat di meja rias dengan mata terpejam. Jangan terlalu lugu, Rania. Ayolah, buang jauh-jauh rasa untuk laki-laki seperti sebelumnya! Tanpa terasa, ada sesuatu yang hangat mengalir dari kedua mata ini. Sebaiknya memang aku tidak membawa perasaan untuk laki-laki. "Mbak, pangeranmu datang, tuh!" Suara derit pintu disusul panggilan Rendy membuatku membuka mata. "Naren?" sahutku antusias sambil mengangkat kepala. Rendy memiringkan kepa

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27
  • Mengejar Cinta Rania   Rasa yang Membuat Dilema

    Narendra masuk ke ruang tangga darurat setelah melepas pelukannya. Meskipun aku berusaha menahan dengan mencekal pergelangan tangannya, dia tidak peduli. Laki-laki bermata cokelat itu langsung melampiaskan amarah kepada Rasya yang ternyata masih mematung di tempatnya. Untuk kali ini, suami Hana itu sama sekali tidak melawan. Bahkan, dia sama sekali tidak peduli dengan keberingasan Narendra yang memukulinya dengan membabi buta. Matanya justru terus saja menatapku tanpa beralih. Entah apa yang dipikirkannya tentangku dan Narendra. Apa pun itu, aku tidak peduli. Namun, melihatnya tidak berdaya dengan cukup banyak luka di wajah, aku sedikit iba. Segera kutangkap tangan Narendra yang tidak berhenti melayangkan bogem mentah. "Cukup, Naren. Kita pergi dari sini sebelum ada security yang melihat. Kita bisa mendapat masalah nanti."Narendra pun menurut dan kamu segera pergi dari hadapan laki-laki yang meringis kesakitan itu. Sakit di wajah dan tubuhnya tidak setara dengan luka yang dia ber

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27
  • Mengejar Cinta Rania   Menjadi Asisten Pribadi

    "Sudah siap, Ran?"Pertanyaan Narendra membuatku tersadar dari lamunan. Rupanya, kami sudah sampai di tempat tujuan, hotel milik keluarga Narendra yang ada di pusat kota. "Kamu sudah tahu tugasmu, 'kan?" tanyanya lagi sesaat setelah melepas sabuk pengaman. Sebuah gelengan menjadi jawabanku. Tentunya, aku masih bingung dengan tugas sebagai asisten pribadi bos. Namun, Narendra hanya menanggapi dengan senyum. "Kamu harus mengurusku, Rania.""Hah?!" Aku seketika memekik. "Mengurus bagaimana maksudmu?"Lagi-lagi, Narendra justru tertawa. Menyebalkan! "Ayo, turun! Nanti aku jelaskan di ruanganku."Laki-laki itu! Ah, aku harus bersabar menghadapi bos. Apalagi, dia sudah berbaik hati melunasi utang Ayah dan memberiku pekerjaan. Aku melihat bagaimana karyawan hotel menghormatinya. Narendra sepertinya atasan yang sangat disegani karena semua orang menyapa dengan santun, tanpa terlihat ketakutan terhadap atasan di matanya. Kami tiba di ruangan cukup luas dengan satu meja kerja yang terleta

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28
  • Mengejar Cinta Rania   Talak yang Kunanti

    Kejadian tadi siang membuatku harus dirawat inap sekarang. Aku pingsan saat sedang bekerja dan Narendra yang membawaku ke rumah sakit. Malu, itu yang kurasakan saat ini. Baru dua pekan bekerja, tapi kesehatan justru menurun. Di kamar yang terlihat mewah ini, aku hanya melihat Ibu. Beliau sedang tidur di sofa. Pasti tidak nyaman tidur dengan posisi seperti itu. Aku masih belum tahu tentang sakit apa yang menimpa tubuh ini. Tadi, aku sempat sadar sebentar, tapi setelah minum obat dan diberi suntikan oleh dokter, aku kembali tertidur. Bahkan, aku masih ingat kalau Natendra menemani di sini. "Kamu sudah bangun, Ran?" "Alhamdulillah, Mbak sudah bangun."Narendra dan Rendy berucap bersamaan saat baru saja membuka pintu. Mereka tampak kompak dengan postur tubuh yang hampir sama. "Kalian dari mana?" tanyaku lirih. Tenagaku masih belum terlalu pulih. "Habis makan malam, Mbak. Aku ditraktir calon suamimu yang ganteng ini. Padahal, aku tadi sudah hampir nonjok dia, tapi nggak jadi." Rendy

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29
  • Mengejar Cinta Rania   Kedatangan Rasya Lagi

    Narendra begitu panik. Dia membungkus pergelangan tanganku dengan selimut sambil berulang kali memencet bel darurat. Sakit memang, bahkan kepalaku kembali terasa ringan. Aku ingin segera memejam dan meninggalkan kesengsaraan ini. Namun, ada yang mengganjal perasaan. Aku yang awalnya tidak ingin mengandung benih Rasya, kini mencoba ikhlas setelah laki-laki itu sah menalakku. Ya, talak tiga dengan lantang diucapkan Rasya meskipun aku tahu jika dia melakukannya dengan ragu. Dia tahu persis bagaimana sifatku. Rania paling tidak suka dengan keputusan setengah-setengah. Karena jika dia hanya mengucap satu talak saja, kupastikan pecahan gelas itu akan menekan dan melukai lebih dalam."Jangan tidur dulu, Ran! Sebentar lagi, dokter datang dan mengobati lukamu." Narendra menepuk-nepuk pipiku pelan. Aku tersenyum melihat wajah tampan Narendra saat panik seperti ini. Dia terlihat layaknya laki-laki sempurna yang memiliki banyak cinta untuk Rania. Akan tetapi, di sisi lain masih ada Rasya dan

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-01
  • Mengejar Cinta Rania   Pilihan

    PoV RasyaAwalnya, aku tidak percaya saat pertama kali melihat perempuan yang dipilih Hana untuk menjadi adik madunya. Wajah itu, wajah yang selama ini kucari. Dosa keluargaku kepadanya sangatlah besar. Namun, aku tidak bisa berkutik karena ada Hana di antara kami. Hingga akhirnya aku setuju untuk menikahi Rania. Tentu itu adalah keinginan terdalamku sejak dulu, menjadikan Rania bagian penting dalam hidup ini. Namun, kekuasaan dan kediktatoran Papa membuatku tidak bisa menolak apa pun yang beliau perintahkan. Termasuk meninggalkan Rania dan menikahi Hana meskipun masih berstatus mahasiswa semester empat, sedangkan Hana yang usianya beberapa tahun di atasku sudah sukses menjadi seorang dokter.Aku ingin sekali memiliki Rania seutuhnya setelah kami sah menjadi suami-istri secara agama, tapi hati ini menolak. Masih ada yang mengganjal karena aku melihat keterpaksaan di wajah perempuan berjilbab itu. Pasti kebenciannya kepadaku masih sangat besar. Namun, aku juga tidak bisa mengabaikan p

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-02
  • Mengejar Cinta Rania   Akhirnya Memilih

    PoV RasyaDemi menjaga nama baik keluarga, aku terpaksa mengiyakan permintaan Papa. Padahal, aku memang menginginkan anak itu, tapi juga ibunya. Akan kupikirkan lagi bagaimana caranya nanti karena keberadaannya pun sulit dilacak satu bulan terakhir ini. Rumah yang seharusnya ditinggali Rania dan keluarganya tampak sepi dan para tetangga mengatakan jika mereka tidak pernah pulang ataupun memberi kabar. Sepertinya, Rania tahu jika aku akan mencari ke rumahnya. "Mas, kamu kenapa jadi seperti ini? Sampai mencukur kumis dan cambang saja tidak sempat. Apa semua ini karena Rania? Kamu juga tidak pernah lagi menyentuhku sejak Rania datang di hidup kita. Apa Mas nggak cinta lagi sama aku?"Hana, melihat wajahnya saja aku rasanya malas. Terlalu banyak muslihat yang dia lakukan hingga aku bisa terjebak dalam pernikahan tanpa cinta ini selama sepuluh tahun. "Bukan urusanmu. Aku akan segera menceraikanmu, Han. Entah Papa setuju atau tidak. Entah gak warisku akan dicabut atau tidak. Yang jelas, a

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Rania   Rasa Sakit yang Terbayar

    Jalan hidup harus dipilih meskipun tidak bisa ditebak apa yang akan terjadi. Namun, saat hati yakin menjalani, Allah pasti akan menuntun pada yang lebih baik. ***Rasa sakit ini adalah awal untuk kebahagiaan baru. Aku hanya tinggal bertahan dan berjuang sekuat tenaga agar hidup diliputi teriakan haru yang menderu. Rasa sakit ini sejenak hilang, lalu datang lagi dan memaksaku mengerahkan sisa tenaga. Aku ingin sekali memegang tangan Mas Narendra di saat seperti ini, memintanya untuk menyalurkan kekuatan, tapi apa daya, laki-laki itu terduduk lemas di sudut ruang bersalin ini. Kesal tentu saja, tapi aku harus tetap kuat demi nyawa yang sebentar lagi akan melihat dunia. Mas Narendra yang begitu gagah, ternyata dia rapuh sekarang. Entah apa penyebabnya. Aku memilih mengikuti instruksi dokter agar kedua tangan ini menggapai bagian belakang paha bawah, lalu menariknya kuat sambil mengejan saat sakitnya kontraksi kembali datang. Namun, bayi yang kutunggu belum juga mau meringankan beban

  • Mengejar Cinta Rania   Kepanikan Tengah Malam

    "Ambilkan telur, Ra!" "Berapa butir, Mbak?""Tiga."Membuat kue bersama adik ipar itu ternyata menyenangkan. Aku dan Hera memang sangat cocok saat sedang bersama. Kata Ibu, kami justru seperti kakak dan adik kandung. Wajah yang cukup mirip mungkin bisa membuat orang lain menebak hal yang sama. Bahkan, kami pun sudah punya julukan khusus pemberian Ibu, Mas Narendra, dan Rendy. Duo Bumil Doyan Ngemil. Hm, nama yang aneh, bukan? Ada-ada saja memang. Dan ngemil adalah salah satu kebiasaan baru kami sekarang. Ya, aku dan Hera memang mulai sering membuat kue sejak kepergian Febi. Kami sama-sama jenuh di apartemen karena suami masing-masing pergi bekerja. Hingga awal iseng itu pun berbuah manis saat Hera mengunggah kue buatan kami pada story Whatsapp. Boom! Kue buatan kami ada yang memesan. Awalnya, hanya teman-teman Hera sewaktu kerja dulu, tapi lambat laun makin banyak pemesan hingga aku pun ikut mencoba memasarkannya. Hasilnya sungguh tidak terduga. Kami mulai kewalahan menerima pesa

  • Mengejar Cinta Rania   Bertemu Rasya Lagi

    Aku terus memandang wajah gadis kecil yang baru saja selesai mandi. Ya, tugas memandikan Febi kali ini sudah kuambil alih. Semalam, aku sudah memberhentikan Mbak Deva karena memang Febi bukan lagi tanggung jawabku dan Mas Narendra mulai hari ini. Dengan lembut, kusisir rambut bergelombang panjang milik Febi, lalu memnguncirnya bagian kanan dan kiri. Cantik. Aku tidak menyangka jika ini moment terakhir bersama bocah berpipi tembam itu. Aku pasti akan sangat merindukannya nanti. Namun, segera kupupus semua itu dan menghibur diri jika akan ada pengganti Febi yang sebentar lagi akan lahir ke dunia. Pagi ini, Febi tidak banyak bicara. Dia seperti tahu jika akan berpisah denganku, juga papanya. Sedari bangun tidur, dia memperhatikan terus koper berwarna pink yang dulu dibawa saat pertama kali pindah ke sini. Koper itu sudah penuh dengan baju dan barang-barang milik Febi. Ada juga beberapa mainan dan boneka yang Mas Narendra belikan selama bersama kami. "Wah, Febi sudah cantik." Mas Nare

  • Mengejar Cinta Rania   Bercanda yang Keterlaluan

    Moment seru yang masih ingin kunikmati harus berhenti karena telepon dari Bi Harni. Katanya ada tamu yang menunggu. Suami-istri yang mengaku sebagai kakek dan nenek dari Febi. Aku dan Mas Narendra memutuskan untuk pulang karena dia juga mengenal siapa tamu yang dimaksud. Mereka mantan mertuanya, atau lebih tepatnya, orang tua Farah. Aku bisa menebaknya dari arah pembicaraan Bi Harni tadi karena memang dinyalakan loudspeaker saat panggilan berlangsung. "Mereka mau apa, ya, Mas? Kok, tiba-tiba aja datang nggak kasih pemberitahuan. Padahal, Febi sudah sama kita tiga bulanan." Pikiran yang tadi terus berputar di kepala, akhirnya kuungkapkan. "Aku juga nggak tahu, Ran. Semoga aja cuma kengen sama cucu," jawabnya. Aku bisa menafsirkan kalau ada keraguan dari nada suaranya.Sepasang suami-istri yang kutaksir usianya sekitar lima puluh tahunan itu saling pandang saat Mas Narendra menanyakan perihal kedatangan mereka. Keduanya seperti berdebat, tapi pelan. Mungkin agar percakapan mereka tid

  • Mengejar Cinta Rania   Nyaman Bersamanya

    Setelah dua pekan Mas Narendra dirawat, akhirnya dia diperbolehkan pulang. Dari pemeriksaan terakhir, dikatakan kalau tumornya sudah hilang. Meskipun begitu, akan tetap dilakukan MRI saat kontrol selanjutnya untuk memastikan lagi. Dan sekarang--satu pekan setelah dia menjalani rawat jalan--kami sedang berjalan-jalan di taman area apartemen. Memang kawasan apartemen ini tergolong mewah dengan penghuninya kebanyakan orang berpunya. Itu sebabnya ada fasilitas umum yang dibuat untuk warga, seperti taman yang cukup luas ini. Mas Narendra memang dianjurkan untuk melakukan olahraga ringan setiap harinya untuk menjaga kesehatan. Dan aku memulai dengan mengajaknya jalan kaki setiap pagi mulai hari ini. Dengan kaus, celana training, dan topi yang dipakai terbalik ke belakang, Mas Narendra terlihat begitu tampan. Meskipun masih ada rasa malu karena takut orang melihat kepalanya masih belum ditumbuhi rambut, dia tidak menolak ajakanku. "Sayang, apa kamu nggak capek?" tanyanya sambil menghentik

  • Mengejar Cinta Rania   Memohon Kesembuhan

    Aku berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi sejak satu jam yang lalu. Di dalam sana, ada Mas Narendra yang sedang dalam penanganan. Opsi operasi harus diambil karena tumor di otaknya makin membesar. Apalagi, sempat dua hari dia tidak minum obat.Sepulang dari mengurus hotel yang terbakar, keesokan harinya Mas Narendra masih menolak untuk kontrol dengan alasan buru-buru bertemu klien dari Jepang. Katanya, klien itu hanya satu hari di Indonesia dan minta bertemu dengannya. Aku tidak bisa memaksa karena laki-laki itu bersikeras dan berdalih jika pertemuannya hanya di dalam kota. Namun, hal itu berakibat fatal. Sakit kepala Mas Narendra kambuh hingga dia pingsan. Bahkan, dia mengalami koma setelahnya. Setelah dua hari tidak ada perkembangan, dokter memberi opsi operasi. Aku tidak bisa berkata lagi selain mengiakan karena keselamatannya lebih penting. "Duduk, Mbak. Operasinya pasti berjalan lancar." Rendy memegang lenganku, menghentikan kaki ini yang tidak berhenti bergerak. "Ken

  • Mengejar Cinta Rania   Malu Dilihat Orang

    "Hari ini jadwal kontrol kamu, Mas. Aku nggak akan izinin Mas pergi ke luar kota. Obat Mas juga sudah habis kemarin."Ini kali kelima aku melarang sejak tadi pagi Mas Narendra menerima telepon dari Gagah. Dia harus berangkat ke luar kota karena salah satu cabang hotelnya mengalami kebakaran di beberapa bagian semalam. Meskipun hanya sepuluh persen yang hangus, tetap kerugian yang dialami cukup banyak. Apalagi ada beberapa korban yang mengalami luka bakar. "Sayang, hari ini saja, kok. Kontrol bisa besok, Lagi pula, Mas harus tanggung jawab dengan korban terluka." Dia masih bersikeras. "Aku ikut!" ucapku spontan. "Di sana sedang kena musibah, Sayang. Mas juga nggak mau kamu kecapekan karena perjalanan jauh. Kamu di sini saja sama Febi, ya. Kali ini, jangan membantah suami.""Kalau Mas sehat-sehat saja, aku juga nggak akan masalah, tapi kondisi Mas berbeda." Entah kenapa, air mataku mulai luruh. Kesal bercampur sedih. "Aku sehat, Ran. Aku baik-baik saja. Jangan pernah menganggap kala

  • Mengejar Cinta Rania   Akhirnya Terungkap

    Berharap pada kejujuran yang akan mengungkap jati dirinya memang sulit. Apalagi jika menunggu dalam kurun waktu cukup lama pun, terkadang hal itu tidak juga terjadi. Sekuat apa pun kepercayaanku kepada Mas Narendra tidak bisa membuang bukti yang begitu nyata di hadapan. Selepas mengantar Febi sekolah, Mas Narendra mengajakku pergi untuk memeriksakan kandungan. Ya, memang hari ini sudah dijadwalkan oleh dokter sejak terakhir kontrol. Itu sebabnya dia langsung pulang pagi ini. Sepanjang perjalanan, aku hanya diam dan memilih memandang ke kiri. Mas Narendra pun tidak berusaha membuka obrolan sejak tadi hingga senyap menjadi pengiring suasana dalam mobil. "Sudah sampai, Ran. Ayo, turun!" ajaknya.Aku bergeming. Selagi ini di rumah sakit, aku ingin menyampaikan apa yang mengganjal di hati. Mungkin, melakukan tes DNA akan bisa melegakan rasa penasaranku dan hubungan kami bisa segera membaik tanpa ada lagi prasangka. "Lakukan tes DNA, Mas," jawabku pelan setelah beberapa saat terdiam. T

  • Mengejar Cinta Rania   Hati yang Masih Tersayat

    Fakta memang harus diungkap meskipun menyakitkan. Namun, hal itu akan membawa ketenangan setelahnya karena tidak ada lagi yang membuat hati bertanya-tanya. Kebenaran tentang Farah dan Febi akhirnya bisa membuatku lega. Bahkan, kepercayaan kepada Mas Narendra sudah kembali. Tanpa perlu bukti lebih, aku sudah percaya sepenuhnya dengan laki-laki dua puluh delapan tahun itu. Warna matanya memang sama dengan Febi, tapi itu adalah keturunan dari almarhum Papa yang memiliki warna cokelat terang. Berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia yang mempunyai bola mata berwarna hitam. "Aku percaya sama Mas. Aku percaya ...." Setelah berucap, tubuhku melemas, tapi kesadaran ini masih terjaga. Mas Narendra pun menahanku yang hampir roboh. Kemudian, aku sudah berpindah dalam gedongannya. "Aku percaya, Mas," ucapku lagi sembari menyandarkan kepala di dadanya. Bisa kudengar detak jantung yang cukup cepat sambil menghidu aroma tubuh suami tercinta. Aku tidak peduli lagi dengan sekitar. Pastinya, adeg

DMCA.com Protection Status