Percuma aku diskusi sampai tandukku keluar, Alma tetap dengan syaratnya. Aku tentu tidak mau. Meskipun aku bajingan karena sudah menalak wanita itu di malam pertama, tapi aku mana tega merusaknya. Dia punya masa depan lebih baik selain denganku. Aku berjalan ke arah pintu. Aku sudah tidak tahan lagi. Ini sudah jam empat sore dan aku belum sama sekali dikasih makan. Tok! Tok!"Ma, bukain, Ma, Ian lapar nih!" Aku merengek dengan suara amat menyedihkan. Perutku mulai sakit dan obat kuat ada di dapur. Tidak ada satu pun yang menyahut. Maura, Mas Baim, Bibik, Vito, Bari, semua orang di rumah ini seperti sedang pindah planet. Ponsel mereka pun tidak ada yang bisa dihubungi. "Ma, bukain, Ma! Perut Ian sakit, nih! Maag-nya kambuh, Ma. Mama, bukain, Ma!" Aku memegang perut. Rasa sakit itu semakin kuat hingga aku harus menggertakkan gigi agar dapat menahan rasa perih di ulu hati. Aku duduk di sofa sambil memeluk kedua lututku. Sekilas aku melirik Alma, wanita itu tidur dengan sangat pulas.
Read more