All Chapters of Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing: Chapter 111 - Chapter 120

127 Chapters

111. Terima Kasih

Dinda tidak segera menjawab pertanyaan Dermawan, melainkan melirik ke arah Arya. Dengan cepat, Arya menggelengkan kepalanya, meminta Dinda untuk tidak mengatakan jika ia akan menghadiri sidang besok lusa."Tidak ada apa-apa, Pa. Kita berdua berencana ke rumah Mita"."Benar kamu sudah sehat? Benar-benar sehat?" Dermawan tidak mengalihkan tatapannya dari wajah Dinda, yang menurutnya masih terlihat pucat."Iya, Pa. Istirahat di rumah, pasti lebih cepat lagi sembuhnya." Dinda berharap dapat keluar malam ini juga. Toh dirinya sudah tidak kenapa-kenapa lagi."Besok. Sudah tidak bisa ditawar lagi!" Arya langsung membungkam Dinda,memutus harapan Dinda yang ingin segera meninggalkan rumah sakit. Anggun mengeluarkan satu kotak kue kesukaan Dinda. "Mama dengar kamu sangat suka dengan ini. Jadi, Mama langsung beli dua. Kalau nanti habis, minta Arya untuk datang ke toko itu lagi.""Iya, Ma." Dinda hanya menjawab singkat. Semangatnya menguap seiring dengan penolakan Arya atas permintaannya yang in
Read more

112. Kita Lakukan Sekarang

"Terima kasih .... " Cup.Dengan gerakan super cepat, Dinda mencium pipi Arya dan langsung berlari ke kamar mandi. Gadis itu berlari sambil menahan malu. Ia tidak mengira jika pada akhirnya, berani melakukan hal itu. Sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Arya terkesima. Ia tidak mengira jika Dinda akan menghadiahinya sebuah ciuman kilat. Dipegangnya pipi tempat Dinda mendaratkan bibir lembutnya. Ia tersenyum simpul sambil berharap, semoga ke depan, akan banyak hadiah ciuman kilat dari Dinda untuknya. Tidak hanya kilat, tapi ia berharap lebih. Lebih dalam, lama dan intens.Guyuran air dari dalam kamar mandi menyadarkan Arya. Pria itu segera menata tas yang sudah penuh dengan barang bawaan yang dibawa oleh kedua orang tuanya semalam. "Karena kamu cuma menginap sehari, jadi barang bawaannya tidak lebih dari satu tas ini," ujar Arya begitu melihat Dinda berjalan keluar dari kamar mandi. Pria itu membawa keluar tas itu dan memberi isyarat Dinda untuk segera merapikan rambu
Read more

113. Akhirnya Sah

Dinda masih memikirkan alasan untuk menolak permintaan Arya, sedangkan Arya terus mengikis jarak di antara mereka. Andaikan Dinda dapat menemukan satu alasan bagus untuk menunda keinginan Arya saat ini.Tok. Tok. Tok.Dan Tuhan mendengar harapan Dinda. Anggun sedang berdiri tidak sabar di depan pintu kamar Arya."Arya! Tolong bantu Mama sekarang."Arya langsung menghentikan aksinya. Dengan kesal, ia terpaksa membawa tubuhnya menjauh dari Dinda. Tanpa mengucap sepatah kata, ia pergi meninggalkan Dinda sendiri.Helaan napas lega Dinda memenuhi kamar Arya. Berulang kali Dinda mengucap kata syukur, karena sudah berhasil menunda keinginan Arya meski itu karena kedatangan tiba-tiba sang mama mertua. -0-Fahri membawa mobilnya cukup kencang. Rengekan Mita yang terus menerus , membuatnya menyerah. Istrinya terus mendesak agar mereka berkunjung ke rumah mertuanyaa."Aku kangen sama Dinda. Ayo, kita kesana." Rengekan Mita untuk ke sekian kalinya membuat tidur siang Fahri tidak nyenyak. "Bukann
Read more

114. Strategi Arya

"Mita!" Dinda melihat gelagat tidak biasanya dari sahabat yang kini sudah menjadi kakak iparnya itu."Sssh! Apa sih?" Mita melupakan wajahnya yang kian lama kian memerah dan gerakannya yang semakin membuat Dinda curiga."Ayolah. Gua tau lu bohong. Sudah terjadi sesuatu'kan?" Dinda terus mendesak. "Oke. Lu nggak mau cerita, gua tanya sendiri ke kakak ipar gua." Dinda berdiri dan langsung mengambil ancang-ancang mengejar Fahri yang kala itu sedang membawa tumpukan kotak makanan."Eeh!!!" Dengan sigap, Mita menarik lengan Dinda hingga gadis itu terhuyung ke belakang. "Jangan berisik! Ntar gua ceritain. Lu duduk baik-baik en diem-diem di sini. Gua mau ke dapur dulu."Dinda menatap kepergian Mita dengan penuh curiga. Perasaannya mengatakan jika telah terjadi sesuatu pada Mita, dan ia ingin tahu apa itu?"Kenapa?" Suara Arya sangat mengejutkan Dinda. "Jangan penasaran dengan hidup orang lain. Menyibukkan diri dengan hidupnya sendiri adalah sesuatu yang lebih baik dilakukan."Dinda berdecih
Read more

115. Nyonya Arya

Dinda mengerjapkan kedua matanya. Sesuatu yang berat tengah memeluknya. Sangat erat. Hendak berteriak namun ia langsung mengurungkan niatnya saat ia sadar milik siapa lengan ramping yang berotot itu. Wajahnya tiba-tiba kembali memerah saat ia teringat sebab ia berakhir dalam keadaan seperti sekarang.Ciuman hangat Arya masih sangat melekat di kepalanya, dan rasanya pun masih membekas. Ia, secara tidak sengaja menyentuh bibirnya yang terasa bengkak. Bagaimana tidak, pria yang tengah memeluknya sekarang, terus menghujani bibirnya dan hampir seluruh wajahnya, dengan ciuman, seakan mereka tidak akan bertemu lagi."Kenapa baru sekarang? Seharusnya sudah kita mulai dari setelah ijab itu..." gumam Arya tidak jelas sambil menghujani wajah Dinda dengan ciuman. Arya kembali ke bibir Dinda. Ia ternyata tidak bisa jauh dari sini.Dinda hanya memejamkan matanya karena tidak tahu harus berbuat apa. Kata menikmati mungkin bisa mewakili semua.Tangan Arya mulai bergerilya kemana-mana membuat Dinda ta
Read more

116. Bertemu Rektor

Hasan mengirim pesan singkat tengah malam, membuat Arya buru-buru bangun, lebih pagi dari yang diinginkannya semula. Dikecupnya kening Dinda begitu lama. Rasanya enggan meninggalkan istri cantiknya sedemikian cepat.Kecupan Arya yang begitu lama, membangunkan Dinda."Mas? Mau kemana?" Suara serak Dinda mengiringi netranya yang terbuka perlahan. Ia merenggangkan badannya sesaat sebelum bangkit dari tidur. Buru-buru Arya menutupi bagian tubuh Dinda yang terbuka. Ia takut tergoda lagi, lalu mangkir dari janji yang sudah ia buat pada Hasan."Aku pergi dulu.""Kemana?""Kampus.""Kampus? Hah?!! Sidang???" Dinda langsung terjingkat kaget. Ia mengira hari ini adalah hari rabu, jadwalnya maju sidang skripsi."Bukan. Ada yang harus aku selesaikan. Ini tentang musuh besarmu. Mega.""Bu Mega?" Dinda tidak yakin. Apakah perempuan itu membuat ulah lagi? "Aku belum bertemu dengan rektor. Seharusnya kami bertemu kemarin, tapi karena kamu sakit jadi ditunda dulu." "Baiklah.""Baik-baik di rumah. J
Read more

117. Hukuman Untuk Mega 1

Arya akhirnya kembali ke kampus ekonomi., diikuti Hasan Sepanjang perjalanan menuju parkir mobil, Arya dan Hasan terlibat diskusi singkat. Kehadiran Hasan di ruang rektor, sungguh di luar dugaannya. "Memang sudah direncanakan atau rencana dadakan?" Arya membuka pintu mobilnya ketika mereka tiba di pelataran parkir gedung rektorat. Sorot matanya penuh selidik membuat Hasan mau tidak mau menghentikan langkahnya.Hasan terkekeh. Jujur ia sendiri tidak pernah berencana melakukan hal ini. Namun, entah mengapa ia merasa perlu untuk menambahkan bukti guna memperkuat data pelanggaran yang telah dilakukan oleh Mega. "Maafkan jika Pak Arya tidak berkenan dengan apa yang saya lakukan barusan." Hasan setengah membungkukkan badannya, bermaksud meminta maaf. "Oh tentu tidak. Tidak keberatan sama sekali, Pak Hasan. Hanya saja, bukti itu- bagaimana Pak Hasan mendapatkannya?" Bukti yang diserahkan Hasan ke Anwar mengganggu Arya."Mita yang memberikannya kepada saya kemarin. Ia berpikir mungkin saj
Read more

118. Hukuman Untuk Mega 2

Mega tengah sibuk dengan tabletnya ketika pintu ruangannya diketuk demikian keras dari luar. Dengan bersungut dan memaki tamu tak diundang itu, ia berjalan dengan malas ke arah pintu. Wajahnya tidak berubah bahkan semakin kesal ketika wajah yang terlihat olehnya, adalah wajah pamannya sendiri."Ada apa lagi, Om?" Mega kembali ke kursinya. Ia kembali memegang tabletnya tanpa melihat bagaimana tegangnya wajah sang paman."Kamuuuu ... !!" Zulkifli sekuat tenaga menahan amarahnya. Bagaimana pun ia saat ini sedang berada di komplek ruang dosen. Sangat tidak baik jika ia meluapkan kemarahan yang sejak tadi ia tahan. Nama baiknya tetap harus dijaga.Mega mengacuhkan teguran pria berusia 50 tahun itu. Seperti tidak ada masalah yang sangat penting, Ia kembali sibuk dengan tabletnya. "Kamu seperti sudah bosan untuk mengajar di sini."Kalimat itu ternyata berhasil menarik perhatian Mega. Wanita itu sontak mengangkat wajah dan meletakkan tabletnya. "Mengapa Om bisa berkata seperti itu? Aku masih
Read more

119. Hukuman Untuk Mega 3

"Mak-Maksud Om apa? Aku nggak ngerti." Mega mulai panik. Ia bisa merasakan hal yang buruk akan menimpa dirinya, namun tetap berusaha mengabaikan."Om buru-buru. Kamu tunggu saja. Cepat atau lambat, kamu akan tahu hasilnya."Mega menatap ponselnya yang kembali gelap. Mungkin sudah waktunya ia berpikir ulang, lebih tepat memikirkan ulang semua hal yang pernah ia lakukan. Tentang kasus penganiayaan yang sudah ia lakukan beberapa waktu lalu, pada mahasiswinya yang sekaligus menantu cucu kesayangan pemilik universitas tempatnya bekerja.Haruskah ia menghubungi papanya?Mega terus saja menatap layar ponselnya yang masih gelap. Ada rasa bimbang tapi ada juga dorongan dalam dirinya untuk melakukan itu. Ia mulai membuat skenario sendiri. Jika ia meminta bantuan orang tuanya, apakah itu tidak akan menimbulkan pertanyaan? Mungkinkah ia akan dapat bantuan secara cuma-cuma atau justru ia akan diinterogasi?"Bu Mega! Di sini rupanya. Saya cari sekeliling kampus sampai jalan ke rektorat, ternyata ma
Read more

120. Kenyataan Pahit

"Papa tahu darimana berita itu? Itu semua tidak benar, Pa. Tidak benar!" Ulang Mega. Ia tidak pernah mengira jika orang tuanya mengetahui kejadian itu, mengingat dirinya sendiri tidak pernah bercerita tentang pekerjaan dan kegiatannya di kampus."Bagaimana papa tahu itu bukan urusan kamu, tapi yang perlu kamu tahu bahwa apa yang sudah kamu lakukan itu sudah mencoreng nama besar keluarga. Kamu tahu itu?!" Mega terdiam. Nafsunya ingin menyela tapi bibirnya tertutup rapat."Kamu kira kamu hidup sendiri di dunia ini? Hingga kamu bisa berbuat seenaknya dan semau-mu sendiri?' Tatapan Haris menggambarkan jika ia sangat ingin menerkam putrinya. Mengapa putrinya bisa berbuat sembarangan seperti itu, mengganggu kehidupan orang dengan tindakan bar-bar seperti kemarin?"Apa yang terlintas dalam benakmu, hah?! Hingga kamu merendahkan dirimu sedemikian rupa, hanya demi seorang pria yang sama sekali tidak mencintaimu?""Siapa bilang Pak Arya tidak mencintaiku? Dia mencintaiku, Pa, hanya saja, dia s
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status