Share

115. Nyonya Arya

last update Last Updated: 2024-07-30 12:51:37

Dinda mengerjapkan kedua matanya. Sesuatu yang berat tengah memeluknya. Sangat erat. Hendak berteriak namun ia langsung mengurungkan niatnya saat ia sadar milik siapa lengan ramping yang berotot itu. Wajahnya tiba-tiba kembali memerah saat ia teringat sebab ia berakhir dalam keadaan seperti sekarang.

Ciuman hangat Arya masih sangat melekat di kepalanya, dan rasanya pun masih membekas. Ia, secara tidak sengaja menyentuh bibirnya yang terasa bengkak. Bagaimana tidak, pria yang tengah memeluknya sekarang, terus menghujani bibirnya dan hampir seluruh wajahnya, dengan ciuman, seakan mereka tidak akan bertemu lagi.

"Kenapa baru sekarang? Seharusnya sudah kita mulai dari setelah ijab itu..." gumam Arya tidak jelas sambil menghujani wajah Dinda dengan ciuman. Arya kembali ke bibir Dinda. Ia ternyata tidak bisa jauh dari sini.

Dinda hanya memejamkan matanya karena tidak tahu harus berbuat apa. Kata menikmati mungkin bisa mewakili semua.

Tangan Arya mulai bergerilya kemana-mana membuat Dinda ta
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   116. Bertemu Rektor

    Hasan mengirim pesan singkat tengah malam, membuat Arya buru-buru bangun, lebih pagi dari yang diinginkannya semula. Dikecupnya kening Dinda begitu lama. Rasanya enggan meninggalkan istri cantiknya sedemikian cepat.Kecupan Arya yang begitu lama, membangunkan Dinda."Mas? Mau kemana?" Suara serak Dinda mengiringi netranya yang terbuka perlahan. Ia merenggangkan badannya sesaat sebelum bangkit dari tidur. Buru-buru Arya menutupi bagian tubuh Dinda yang terbuka. Ia takut tergoda lagi, lalu mangkir dari janji yang sudah ia buat pada Hasan."Aku pergi dulu.""Kemana?""Kampus.""Kampus? Hah?!! Sidang???" Dinda langsung terjingkat kaget. Ia mengira hari ini adalah hari rabu, jadwalnya maju sidang skripsi."Bukan. Ada yang harus aku selesaikan. Ini tentang musuh besarmu. Mega.""Bu Mega?" Dinda tidak yakin. Apakah perempuan itu membuat ulah lagi? "Aku belum bertemu dengan rektor. Seharusnya kami bertemu kemarin, tapi karena kamu sakit jadi ditunda dulu." "Baiklah.""Baik-baik di rumah. J

    Last Updated : 2024-08-23
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   117. Hukuman Untuk Mega 1

    Arya akhirnya kembali ke kampus ekonomi., diikuti Hasan Sepanjang perjalanan menuju parkir mobil, Arya dan Hasan terlibat diskusi singkat. Kehadiran Hasan di ruang rektor, sungguh di luar dugaannya. "Memang sudah direncanakan atau rencana dadakan?" Arya membuka pintu mobilnya ketika mereka tiba di pelataran parkir gedung rektorat. Sorot matanya penuh selidik membuat Hasan mau tidak mau menghentikan langkahnya.Hasan terkekeh. Jujur ia sendiri tidak pernah berencana melakukan hal ini. Namun, entah mengapa ia merasa perlu untuk menambahkan bukti guna memperkuat data pelanggaran yang telah dilakukan oleh Mega. "Maafkan jika Pak Arya tidak berkenan dengan apa yang saya lakukan barusan." Hasan setengah membungkukkan badannya, bermaksud meminta maaf. "Oh tentu tidak. Tidak keberatan sama sekali, Pak Hasan. Hanya saja, bukti itu- bagaimana Pak Hasan mendapatkannya?" Bukti yang diserahkan Hasan ke Anwar mengganggu Arya."Mita yang memberikannya kepada saya kemarin. Ia berpikir mungkin saj

    Last Updated : 2024-08-31
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   118. Hukuman Untuk Mega 2

    Mega tengah sibuk dengan tabletnya ketika pintu ruangannya diketuk demikian keras dari luar. Dengan bersungut dan memaki tamu tak diundang itu, ia berjalan dengan malas ke arah pintu. Wajahnya tidak berubah bahkan semakin kesal ketika wajah yang terlihat olehnya, adalah wajah pamannya sendiri."Ada apa lagi, Om?" Mega kembali ke kursinya. Ia kembali memegang tabletnya tanpa melihat bagaimana tegangnya wajah sang paman."Kamuuuu ... !!" Zulkifli sekuat tenaga menahan amarahnya. Bagaimana pun ia saat ini sedang berada di komplek ruang dosen. Sangat tidak baik jika ia meluapkan kemarahan yang sejak tadi ia tahan. Nama baiknya tetap harus dijaga.Mega mengacuhkan teguran pria berusia 50 tahun itu. Seperti tidak ada masalah yang sangat penting, Ia kembali sibuk dengan tabletnya. "Kamu seperti sudah bosan untuk mengajar di sini."Kalimat itu ternyata berhasil menarik perhatian Mega. Wanita itu sontak mengangkat wajah dan meletakkan tabletnya. "Mengapa Om bisa berkata seperti itu? Aku masih

    Last Updated : 2024-09-07
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   119. Hukuman Untuk Mega 3

    "Mak-Maksud Om apa? Aku nggak ngerti." Mega mulai panik. Ia bisa merasakan hal yang buruk akan menimpa dirinya, namun tetap berusaha mengabaikan."Om buru-buru. Kamu tunggu saja. Cepat atau lambat, kamu akan tahu hasilnya."Mega menatap ponselnya yang kembali gelap. Mungkin sudah waktunya ia berpikir ulang, lebih tepat memikirkan ulang semua hal yang pernah ia lakukan. Tentang kasus penganiayaan yang sudah ia lakukan beberapa waktu lalu, pada mahasiswinya yang sekaligus menantu cucu kesayangan pemilik universitas tempatnya bekerja.Haruskah ia menghubungi papanya?Mega terus saja menatap layar ponselnya yang masih gelap. Ada rasa bimbang tapi ada juga dorongan dalam dirinya untuk melakukan itu. Ia mulai membuat skenario sendiri. Jika ia meminta bantuan orang tuanya, apakah itu tidak akan menimbulkan pertanyaan? Mungkinkah ia akan dapat bantuan secara cuma-cuma atau justru ia akan diinterogasi?"Bu Mega! Di sini rupanya. Saya cari sekeliling kampus sampai jalan ke rektorat, ternyata ma

    Last Updated : 2024-09-12
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   120. Kenyataan Pahit

    "Papa tahu darimana berita itu? Itu semua tidak benar, Pa. Tidak benar!" Ulang Mega. Ia tidak pernah mengira jika orang tuanya mengetahui kejadian itu, mengingat dirinya sendiri tidak pernah bercerita tentang pekerjaan dan kegiatannya di kampus."Bagaimana papa tahu itu bukan urusan kamu, tapi yang perlu kamu tahu bahwa apa yang sudah kamu lakukan itu sudah mencoreng nama besar keluarga. Kamu tahu itu?!" Mega terdiam. Nafsunya ingin menyela tapi bibirnya tertutup rapat."Kamu kira kamu hidup sendiri di dunia ini? Hingga kamu bisa berbuat seenaknya dan semau-mu sendiri?' Tatapan Haris menggambarkan jika ia sangat ingin menerkam putrinya. Mengapa putrinya bisa berbuat sembarangan seperti itu, mengganggu kehidupan orang dengan tindakan bar-bar seperti kemarin?"Apa yang terlintas dalam benakmu, hah?! Hingga kamu merendahkan dirimu sedemikian rupa, hanya demi seorang pria yang sama sekali tidak mencintaimu?""Siapa bilang Pak Arya tidak mencintaiku? Dia mencintaiku, Pa, hanya saja, dia s

    Last Updated : 2024-09-12
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   121. Sidang 1

    Arya meneguk kopi pahit yang baru saja disajikan Dinda. Kemeja lengan panjang sudah begitu rapi melekat di tubuhnya. Angannya melayang ke percakapan antara dirinya dengan Anwar. Kepalanya terkadang menggeleng ke kanan beberapa kali. Netranya terpejam beberapa saat, dan terbuka kembali, kemudian kembali menyesap cairan hitam yang mengepulkan asap putih di depannya."Ada masalah di kampus?" Dinda sudah duduk di seberang Arya.Arya mengangkat kedua bahunya. "Sulit tidak sulit. Mudah tidak mudah. Tergantung bagaimana cara menelaahnya dan merumuskan langkah-langkah yang harus diambil untuk penyelesaiannya."Dinda berdecak. "Ribet amat. Tinggal diketok aja palunya. Selesai.""Maunya begitu, tapi ..." Arya mengusap wajahnya dengan gusar. "Aku lebih memilih untuk memecatnya secepat mungkin. Tidak usah bertele-tele.""Ya sudah. Pecat saja. Betewe, kakek sudah tahu?"Arya mengangguk. "Papa yang cerita. Baru tahu tadi malam."Dinda manggut-manggut. "Terus? Masalahnya dimana?""Kakek menyerahkan

    Last Updated : 2024-10-05
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   122. Tawaran Terakhir

    "Ada yang bisa menjelaskan kepada saya?" Arya menatap tajam Hasan. Hasan menghela napas. Apa yang ia takutkan kemarin, benar-benar terjadi. "Saya tidak bisa menjelaskan apa pun, Pak Arya. Sumber yang tepat ada di hadapan Pak Arya, dan beliau-lah yang lebih pantas untuk menjelaskan yang terjadi pagi ini."Hasan tidak ingin namanya terlibat dalam kasus Mega. Dari awal, ia sudah tidak ingin terlibat jauh, namun keputusan Zulkifli kemarin sore, suka tidak suka, membuatnya berhadapan dengan Arya."Saya sudah mengajukan keberatan tapi beliau masih bersikukuh dengan idenya ini. Jadi, saya mohon maaf, Pak Arya. Saya tidak bisa menjelaskan apa-pun."Zulkifli hanya tertunduk lesu. Ia tidak mengira, pria muda di depannya begitu mengerikan saat ini. Dulu, ia mengira akan sangat mudah mempengaruhi. Kenyataannya, ia justru tidak dapat berbuat apa-apa."Saya sudah memberi peringatan kepada Pak Anwar mengenai hal ini. Tepat dua hari yang lalu, kami bertukar pikiran. Namun kenyataannya, beliau tidak

    Last Updated : 2024-10-07
  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   123. Sidang 2

    Tiga puluh menit berlalu. Arya dan Hasan duduk menyimak pernyataan Zulkifli. Hanya ada mereka bertiga di ruangan transit. Wajah Zulkifli tampak pasrah, sedangkan Arya tidak berekspresi sama sekali. Datar dan dingin. "Saya tidak akan melakukan ini tanpa jaminan apa pun. Saya akan mempertaruhkan karir saya di sini. Jika dia tidak mau melakukan hal yang saya perintahkan padanya kemarin malam, maka hari ini juga, saya akan menyerahkan surat pengunduran diri saya sebagai salah satu staf pengajar di kampus ini."Hasan langsung bangkit dari duduknya. "Pak Zul! Anda tidak sepatutnya melakukan pengorbanan begitu besar untuk kasus ini.""Tidak, Pak Hasan. Saya harus melakukan ini. Ini adalah salah satu bentuk tanggung jawab saya karena telah membawa orang yang salah, yang integritasnya begitu rendah dan tidak memiliki jiwa pengabdian yang tinggi. Dua hal yang sangat penting, yang harus dimiliki oleh seorang pendidik."Hasan terhenyak. Dalam hati, ia mengumpat Mega. Betapa gadis itu sangat berun

    Last Updated : 2024-10-09

Latest chapter

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   144. Brilian dan Fahriza

    Suasana kediaman Dermawan begitu ramai. Bagaimana tidak, hari itu diadakan acara syukuran sekaligus akiqah kelahiran dua cucunya. Seluruh tetangga di komplek mereka undang, tanpa kecuali. Bahkan tukang martabak, es doger dan tukang sate yang sering mangkal di dekat rumah mereka juga ikut hadir.Malam itu menjadi malam bahagia semua orang. Broto dan Sari pun hadir, termasuk orang tua Mita, Candra dan Susan. Kedua bayi mungil itu tidur pulas di boks masing-masing. Mereka sama sekali tidak terganggu. Pun saat keduanya diajak keliling setelah acara potong rambut. Kedua bayi itu hanya bergerak sedikit lalu kembali tidur. Dermawan mengadakan acara itu secara besar-besaran sebagai ungkapan rasa syukurnya karena Tuhan memberikan dua cucu sekaligus kepadanya dan Anggun, dan memiliki dua menantu yang sama-sama pintar dan cantik. Acara berlangsung meriah dan khidmat selama hampir dua jam. Menjelang sore, tamu mulai berkurang hingga tersisa keluarga besar beserta besan-besan Dermawan."Khusus

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   143. Jackpot Untuk Dermawan - Persalinan (4)

    "M-Mas....!" seru Mita lebih keras karena Fahri masih tertegun dengan suara tangisan bayi yang baru saja ia dengar."Eh? Gimana? Sakit?" Ia langsung mendekatkan dirinya.Mita memejamkan kedua netranya. Ia kembali mengatur napasnya. Gelombang rasa sakit yang datang bertubi-tubi, tidak memberikan waktu sedikit pun untuk Mita beristirahat.Bulir keringat berdatangan memenuhi dahinya. Ia mulai merasa rasa mulas yang sangat hebat. "Nggak kuat. Sakit." Rintihan Mita membuat Fahri panik. "Kita operasi saja kalau begitu.""Hush! Nggak mau! Sakit.""Lah. Katanya tadi sakit. Nggak kuat. Ya udah kalau begitu operasi saja.""Nggak mau."Anggun yang tadi sudah berada di luar bilik Mita, kembali masuk. "Kenapa?" "Sakit, Ma." Wajah Mita sudah tidak seperti sebelumnya. Ia terlihat berusaha kuat untuk menahan rasa sakitnya akibat kontraksinya yang meningkat.Fahri panik dan menekan tombol berulang kali. Seorang perawat datang. "Bagaimana, Pak?""Sakit, Sus. Istri saya merasa sakit lagi.""Oh. Saya pe

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   142. Drama Bersalin Dinda- Persalinan (3)

    "Bayinya sehat. Semoga bayinya sehat dan kuat ya, Bu Dinda." Ucapan yang samar terdengar, mengejutkan Mita. "Hah?! Itu Dinda yang dimaksud istri Pak Arya, bukan? Dinda sudah lahiran? Beneran udah lahiran?" Kedua netra Mita membola sempurna. Rasa bahagia tiba-tiba datang menyelimuti dirinya. Namun, dirinya tidak seratus persen yakin. "Terus Pak Arya kemana? Masa iya nggak nemenin Dinda lahiran?"Fahri tertegun. Masa iya, adik iparnya sudah melahirkan? Cepat sekali. Ia baru saja bertemu dengan Arya, dan tidak mengatakan apapun, kecuali ia harus segera menemani Mita."Dinda yang lain mungkin. Tadi masih aman-aman aja kok. Dia duduk di dalam nggak ikut keluar. Cuma da-da-da doang.'"Benarkah?" Mita tidak mau percaya begitu saja. Tiba-tiba satu tonjolan muncul di perutnya. Seakan mengerti kode yang diberikan dari dalam perutnya, Mita mengangkat alis kanannya. "Kalian ... ?""Apa? Kami tidak menyembunyikan sesuatu." Ia merasa pertanyaan itu diajukan padanya. Arya tadi mengantarkan tas ini

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   141. Persalinan (2)

    Mita masih menunggu kedatangan dokter kandungannya. Kali ini, ia merasa perutnya mengejang sesaat. Ada mulas yang tiba-tiba datang. Mita mendesis. Sakit apa ini? Perut bagian belakangnya terasa tegang. Kandungannya terasa turun sedikit, membuat Mita takut. Rasanya seperti akan jatuh.Mita mencari sosok Fahri, tapi tak kunjung ia temukan. "Kemana, sih? Istri sedang seperti ini kok malah pelesiran kemana-mana.""Dokter Susan sedang dalam perjalanan kemari." Perawat yang usianya nyaris separuh baya itu kembali masuk dan mengganti alas tidur Mita yang sudah basah dengan yang baru. "Kenapa sekarang terasa mulas ya, Sus?""Mulas?"Mita hanya mengangguk. Perutnya terasa begitu melilit, mulas seperti ingin buang air besar. Pertama hanya terasa mulas sebentar, kemudian rasa itu hilang. Namun, tidak berapa lama, rasa yang sama datang kembali, membuat Mita tidak lagi meringis, tapi sekaligus mendesis."Sudah sejak tadi atau baru saja?""Baru aja nih, Sus, dan sekarang aduh..." Mita memejamkan k

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   140. Persalinan (1)

    "Jangan lupa bawakan tas hijau.""Tas?" Arya belum paham kemana arah perintah kakaknya."Tsk. Cari saja tas warna hijau di samping meja rias."Dengan masih memegang ponsel, Arya bergegas ke kamar Fahri. Ia mencari tas hijau yang dimaksud dan berhasil menemukannya."Ada?" Fahri berjalan hillir mudik di depan resepsionis. Ia sedang mengurus kamar untuk Mita. "Done. Harus diantar sekarang?" Pria ini masih belum menyadari kepanikan yang dialami sang kakak."Satu abad lagi, bolehlah.""Ya udah kalau begitu ...""Jelas sekaranglah! Berangkat segera! Dinda tidak perlu ikut. Jangan cerita apapun!""Bagaimana bisa, orang sejak tadi dia menguping," sahut Arya melirik Dinda yang mengikutinya kemana pun dirinya melangkah."Pokoknya, suruh dia diam di rumah saja. Takutnya istrimu ikut panik.""Dia sudah panik." Arya mengusir Dinda secara halus namun, Dinda bergeming. Sorot matanya memaksa Arya untuk menceritakan apa yang sedang dibicarakan."Terserahlah. Sekarang segeralah meluncur kemari. Mama su

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   139. Menjelang Persalinan

    Dinda berjalan mengitari kamarnya. Rasa sakit mulai sering dirasakan. Untuk mengurangi rasa sakit, ia memilih untuk berjalan-jalan. Melihat pemandangan kebun belakang kediaman mertuanya, Dinda tiba-tiba ingin melihat kolam ikan di sudut taman. Ia berjalan keluar kamar lalu mengarahkan kakinya ke ruang keluarga yang langsung terhubung dengan kebun belakang."Kamu mau kemana?" Arya tiba-tiba mencegat Dinda."Mau kesana," tunjuk Dinda ke sudut taman. "Nggak kesakitan lagi?" Akhirnya, Arya memutuskan untuk menemani istrinya. Ia menggandeng tangan kiri Dinda, karena tangan Dinda sibuk mengusap perut besarnya. "Masih. Lebih sering malah. Apa mungkin malam nanti lahirannya?" "Kamu takut?""Sedikit. Gimana kalau nanti nggak kuat ngeden?" Hal yang sangat dikhawatirkan selama ini. Ia tidak mau menjalani operasi caesar. Ia sebelas dua belas dengan Mita. Sama-sama takut dioperasi."Bisa. Pasti bisa. Dedek bayinya diajakin ngomong terus.""Udah. Sudah sejak umur 3 bulan, tapi keliatannya posisi

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   138. Kontraksi

    Dengan sangat terpaksa, Dinda harus menyetujui usul Arya yang disertai dengan sedikit ancaman jika ia akan melapor kepada Sari soal ini. Nama Sari sangat keramat bagi Dinda, khususnya saat-saat seperti ini. Ia tidak mau proses persalinannya nanti menjadi tidak lancar, karena membuat suami dan mamanya menaruh kesal padanya. Ia ingin semuanya kelak berjalan lancar dan damai.Fahri menyanggah kepala Mita yang kini tertidur pulas di sampingnya. "Begini kok masih mau lanjut belanja."Arya terkekeh. "Biasalah. Tidak mengukur kemampuan. Maunya jalan terus padahal kaki-kaki sudah bengkak semua.""Bukan begitu, Mas. Maksud kita itu, biar sekalian jalan. Jadi besok-besok nggak usah belanja lagi," jelas Dinda yang masih terjaga. Ia memegang perutnya sambil sedikit meringis. Seketika ia ingat dengan pesan dari instruktur senam hamilnya, untuk menarik napas ketika kontraksi mulai dirasakan."Ada apa?" Arya rupanya menangkap gerakan Dinda. Ia melihat dengan tatapan khawatir."Nggak apa-apa. Seperti

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   137. Bumil

    Tujuh bulan berlalu. Kehamilan Dinda semakin besar. Berbagai macam petuah mempersiapkan kelahiran bayi mulai pagi hingga malam datang, terus saja didengungkan Anggun kepada Arya. Ia terus mewanti-wanti agar putra keduanya itu mulai mengatur jadwal yang mendukungnya menjadi suami siaga."Duh, Mama. Setiap hari itu saja yang dibicarakan. Arya sampai membuat buku sendiri untuk mencatat semua nasihat Mama." Arya segera mengeluarkan sebuah buku catatan berukuran tanggung dari tas kerjanya, lalu menyodorkan buku ke hadapan Anggun.Anggun tersenyum senang. "Anak pintar!""Tapi, kenapa cuma Arya saja yang dapat kuliah beginian?""Nah! Kamu protes?" Salah satu alis Anggun meninggi. "Yang kelahirannya sudah dekat kan kamu, kalau kakakmu masih enam minggu lagi. .""Yaa, Mama. Dulu waktu Dinda hamil muda, Mama juga begini. Segala macam diributin. Yang inilah-yang itulah," sungut Arya sebal. Tiba-tiba ia merasa telah diperlakukan tidak adil oleh Anggun. Ia tidak pernah melihat Fahri mengalami hal

  • Dibimbing Jadi Istri Dosen Pembimbing   136. Test Pack

    "Selamat! Sebentar lagi, Pak Arya akan menjadi Ayah." Tangan putih sang dokter mengangsur ke depan, menyalami Arya yang masih bingung, mencerna kalimat barusan. Senyum tulus tidak lupa diberikan oleh Rizky.Dinda yang semula ternganga langsung tertawa kecil. "Dokter bercanda pasti. Masa iya saya hamil?"Ia tidak dapat menerima mentah-mentah kabar baik itu. Pernikahannya dengan Arya belum ada satu bulan masa iya dia langsung hamil. Berbeda dengan Arya. Rasa hangat mulai merayap ke dalam hatinya. Ayah? Benar ia akan segera menjadi ayah? "Saya tidak bermimpi?" Arya menyangsikan namun besar harapannya itu kabar nyata.Rizky mengangguk. Dokter muda itu memberi isyarat agar sang perawat memberikan test pack yang tadi digunakan untuk mengetes kandungan hormon hCG pada urine Dinda."Dua garis merah ini menunjukkan jika Ibu Dinda positif hamil. Usia kandungannya masih sangat dini. Sekitar satu minggu. Jadi, pesan saya jangan bekerja terlalu berat. Hindari mengangkat beban yang berat. Serahka

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status