Semua Bab Suamiku Tukang Tahu: Bab 31 - Bab 40

85 Bab

Bab 31 : Adiwangsa Grup

Aku melongo, tak percaya. Pernyataan Ghea seketika membuatku seketika kehilangan kata-kata. Mas Haris seorang konglomerat? Itu seperti lelucon, aku tak bisa mempercayainya.Beberapa saat kemudian aku tertawa keras sekali sembari memukul pundaknya pelan. Membuat sudut mataku berair dan dengan cepat mengusapnya dengan ujung hijab."Kamu bercanda Ghea? Jangan sampaikan lelucon seperti itu. Aku memang yakin Mas Haris tidak berjualan tahu tapi suamiku tidak mungkin seorang .... "Sejenak aku terdiam. Tunggu! Merasa ada yang aneh. Potongan kejadian dalam kepalaku yang selama ini selalu mengganjal pikiran sejenak mulai tersusun satu demi satu.Tentang pernyataan tukang tahu di pasar yang sama sekali tak mengenali Mas Haris. Tentang foto-foto David dan berkas bertuliskan Adiwangsa yang kutemukan dalam koper pagi tadi. Tentang cincin yang dikatakan Viola harganya mencapai lima ratus juta dan aku tak mempercayainya. Tentang mobil mewah yang dikendarai Mas Haris dengan Jalu.Kini fakta-fakta itu
Baca selengkapnya

Bab 32 : Pekerjaan Mas Haris

"Ayo Mbak!" ajak Ghea tiba-tiba bangkit dari duduknya membuat aku mendongak, menatapnya bingung."Mau ke mana?""Ck .... " Ghea memutar matanya, menyilangkan tangan di depan dada. "Kan, tadi Ghea bilang mau ngantar Mbak ke tempat Pak Haris, masa Mbak lupa?""Sekarang?"Ghea mengangguk, tersenyum lebar. "Ayo! Ghea baru saja dapat informasi kalau rapat Pak Haris telah selesai.""Informasi? Tapu Mbak gak lihat kamu ditelpon atau menelpon seseorang.""Gak perlu pakai telpon Mbak, Ghea udah pasang earphone yang terhubung dengan Jalu sedari tadi sebenarnya." Ghea menunjuk kedua telinganya. Jadi, ayo, sekarang kita pergi!""Tapi Ghea, aku ....""Ah, gak pakai tapi-tapi. Udah ayo, Mbak!" Ghea menarik tanganku cepat, membuatku duduk di boncengan dan kami melesat pergi begitu saja dengan motor besarnya.Motor Ghea membawa kami pergi menuju gedung tinggi yang tadi ditunjuknya. Adiwangsa Grup.Seumur hidup aku tak pernah masuk ke dalam gedung-gedung besar berisi karyawan yang bekerja seperti ini
Baca selengkapnya

Bab 33 : Terusir

Aku dan Mas Haris berjalan keluar dari ruangannya beriringan. Ada Ghea dan beberapa karyawan yang membungkukkan badan dengan hormat saat kami keluar."Saya akan pergi keluar sebentar Ghea, kalau ada apa-apa tolong hubungi Jalu, ya! Tadi dia keluar sebentar.""Siap Pak." Ghea tersenyum lebar, menatapku sekilas. "Siap Bu Mira." Menggodaku kemudian.Aku mengibaskan tangan di depan wajah. "Tidak perlu panggil Ibu, Ghea, panggil saja Mbak seperti biasa," ucapku sembari terkekeh."Tidak bisa begitu, kalau sedang bersama Pak Haris saya gak mungkin panggil Ibu dengan sebutan Mbak, bisa dipecat saya. Iya, kan, Pak Haris.""Terserah kamu Ghea, sesukamu saja mau panggil bagaimana," ucap Mas Haris ramah padanya. Aku menatap kedua orang itu yang saling melempar candaan dengan akrab, selayaknya dua saudara kandung. Setidaknya itu hubungan yang kulihat antara Ghea dan Mas Haris.Ah, aku jadi merasa malu karena sempat memikirkan hubungan yang tidak-tidak antara keduanya. Apalagi sempat berpikiran ka
Baca selengkapnya

Bab 34 : Kekuasaan

"Bagus, Caca!" panggilku membuat perseteruan itu seketika terhenti. Orang-orang yang ada di sana seketika terperangah saat aku dan Mas Haris keluar dari dalam mobil termasuk Bapak.Pandangan mereka terarah pada mobil yang baru kami naiki dan setelan jas yang Mas Haris pakai. Mungkin membuat banyak tanda tanya di kepala beberapa tetanggaku saat ini. Hal sama yang kurasakan saat pertama kali tahu rahasia besar yang Mas Haris sembunyikanAku menghampiri bocah lelaki yang sedang memeluk adiknya itu. Matanya memerah seperti hampir menangis, di sampingnya Bapak duduk di kursi roda dengan tubuh gemetaran."Ada apa ini, Pak," tanyaku dengan raut kesal pada lelaki asing yang tadi pagi datang. Wajahnya tadi mengeluarkan raut permusuhan, namun saat melihat Mas Haris wajahnya marahnya berubah melunak."Wah Pak Haris, apa yang anda lakukan di sini?"Alisku bertaut, menyadari perubahan wajahnya yang tadi tampak marah kini berubah ramah secara tiba-tiba. Kutatap Mas Haris yang tampak bingung, seper
Baca selengkapnya

Bab 35 : Rumah Baru

"Mas serius dengan perkataan Mas tadi?" tanyaku sesaat setelah kami semua masuk ke dalam mobil dan melaju pergi meninggalkan rumah.Mas Haris menoleh sekilas dan menatapku, setelahnya ia mengalihkan pandangan ke depan."Tentu saja tidak, Dik, Mas masih punya hati. Yang Mas lakukan hanyalah mencoba untuk menggertaknya tadi."Aku bernafas lega, setelahnya mengurut dada. Kupikir setelah rahasia Mas Haris terbongkar kepribadiannya pun juga turut berubah. Tenyata aku salah, Mas Haris tetap sama seperti dulu. Lelaki baik hati yang memenangkan hatiku"Kita sudah sampai." Perkatan Mas Haris sontak membuatku menatap tempat di mana kami berada saat ini. Larut dalam pikiran membuatku tak sadar kalau kami sudah mengemudi cukup lama.Aku terperangah saat melihat rumah tiga tingkat di hadapanku dengan mata terbelelak. Rumah berwarna merah dengan ukiran berwarna emas itu begitu besar, berpuluh kali lebih besar dari rumahku yang dulu. Tinggi ke atas, memanjang ke samping, membuatku tak bisa berkata a
Baca selengkapnya

Bab 36 : Bertemu Kak Ita

Beberapa hari kulewatkan dengan tinggal di rumah bak istana ini. Hidupku berubah, gaya hidupku juga berubah keseluruhan. Aku sudah seperti ratu yang semua kebutuhan harus dilayani.Aku sudah tak pernah memasak, apalagi masuk ke dalam dapur, bahkanmenyapu rumah dan halaman. Semua sudah ada yang mengatur dan setiap pekerjaan dilakukan oleh pelayan yang berbeda. Terkadang malah membuatku tak nyaman karena aku tidak melakukan apa-apa di rumahku sendiri.Yang paling berbeda adalah penampilanku dan seluruh barang-barangku telah berubah menjadi ber-merk brand-brand ternama kalangan atas. Menurutku ini terlalu berlebihan, namun Mas Haris menganggap itu hal yang lumrah. Aku bisa apa selain menerimanya.Namun, diantara semua perubahan ini. Yang paling mencolok saat aku melihat tingkah laku Bagus dan Caca yang banyak berubah. Awalnya mereka memang senang karena Mas Haris terus membelikan mereka mainan dan pakaian bagus. Tapi dua hari terakhir, kulihat diam-diam Bagus menangis.Adiknya Caca, juga
Baca selengkapnya

Bab 37 : Viral

"I--ini Kak Ita ...," ucapku lirih.Aku memutar ulang video yang sudah ditonton oleh ribuan orang itu. Tampak beberapa wanita sedang menarik rambut dan memukuli wanita yang berada di tengah-tengah mereka. Hal itu dipertontonkan di depan umum. Semua orang menyoraki dan menyumpahi wanita tersebut.Parahnya, yang membuatku hampir menangis adalah aku mengenal dekat wanita yang disebut sebagai pelakor itu. Kak Ita, aku mengenali dari perawakannya. Wanita itu benar-benar kakakku.'Lucuti saja pakaiannya biar tahu malu dia!''Ndak pantas kamu hidup! Lebih baik kamu mati aja!'Aku terkesiap, cepat kotolehkan kepala menatap Ghea."Di mana video ini diambil Ghe?" tanyaku panik apalagi saat mendengar jeritan tak berdaya Kak Ita yang menyayat hati.Ah, aku tak bisa membiarkan hal ini. Meski Kak Ita sudah berbuat salah, ia tak pantas mendapatkan hal hina semacam ini. Lagipula media sosial itu kejam. Bagaimana jika video Kak Ita dilihat oleh Bagus dan Caca?Tidak! Sebagai tantenyaa aku tak bisa me
Baca selengkapnya

Bab 38 : Sadar

"Kak Ita," panggilku lirih membuatnya membeku sejenak. Ia tampak menggeleng, melepaskan tanganku dari tangannya membuatku terpaku sejenak. Setelahnya Kak Ita mundur dua langkah, menjauh dariku."K--kamu salah orang," ucapnya terbata, perlahan berbalik dan berjalan pergi. Aku terkesiap, tak mengerti, jelas-jelas aku mengenalinya. Dia benar-benar Kak Ita yang kukenal.Aku beranjak mengejar, menarik tangan Kak Ita hingga ia berbalik menatapku."Kak, ini aku Mira!" seruku membuatnya mengalihkan pandangan dengan tatapan suram."Aku bukan Ita!""Kakak sebenarnya kenapa? Ini aku Mira, kak, adik kakak.""Aku tidak ingat," ucap Kak Ita dengan suara pedih. Meski ia bersikeras aku tahu ia tengah berbohong. Suaranya tampak terisak di tengah suara air hujan yang turun semakin deras."Kak, ada apa denganmu? Jangan pura-pura lupa! Sejak kakak pergi, kakak gak pernah kembali lagi. Mas Haris sudah melupakan kejadian motor itu, pulanglah kak bersama kami.""Wanita baik-baik tidak akan punya kakak seor
Baca selengkapnya

Bab 39 : Badut Itu ....

"Mama!"Aku dan Kak Ita sontak menoleh mendengar suara itu. Bagus dan Caca berlari menuruni tangga dengan langkah tergesa. Masing-masing dari mereka menitikkan air mata. Memeluk Kak Ita dengan penuh haru. Rindu sekali tampaknya hingga membuatku juga hampir menangis. "Mama, kenapa lama sekali baru pulang?" ucap Bagus sembari menyeka air matanya yang mengalir. Kak Ita menghapus air mata bocah itu dengan Ibu jari. Bibirnya rapat tak mampu berkata. Aku tahu itu sangat berat."Maafkan Mama Bagus.""Caca rindu Mama." Bocah perempuan berusia tiga tahun itu memeluk Kak Ita erat seolah tak ingin melepaskan lagi.Kak Ita memeluk keduanya dengan sayang masih dengan tangisan. Tatapannya kini bertemu denganku. Aku tersenyum simpul, menyadarkannya.Kalau ia tak mau ikut denganku tadi entah berapa lama Bagus dan Caca akan menahan kerinduan mereka kembali. Karena belum tentu aku akan menemukan Kak Ita lagi.***"Kak Ita sudah ketemu?" tanya Mas Haris dengan mata membulat tak percaya. Aku mengangguk
Baca selengkapnya

Bab 40 : Terkuak

"Ibu," ucapku, membuat wanita itu menoleh.Kami bertatapan sejenak. Meski wajah itu terlihat berbeda namun guratan-guratan wajah yang sangat kukenali itu tak membuatku salah mengira.Itu Ibu, benar-benar Ibu.Ibu tampaknya terkejut akan kehadiranku yang tiba-tiba. Wajahnya pias dan pucat pasi. Lantas, tanpa mengatakan apapun dia pergi begitu saja. Meninggalkanku, meninggalkan kepala kostum badutnya yang tertinggal begitu saja di bawah tiang."Ibu!" panggilku kuat, berusaha mengejarnya sedapat mungkin. Lalu lalang orang yang cukup ramai di trotoar jalanan ini membuatku kesulitan menggapai Ibu. Susah payah aku meminta orang untuk menyingkir. Beberapa menggerutu, yang lainnya penasaran melihatku berlari di tengah panas terik seperti ini."Ibu!" panggilku sekali lagi. Namun Ibu tak kunjung berhenti. Larinya semakin cepat membuat aku kewalahan. Hingga lalu lalang orang semakin ramai. Jam-jam makan siang dan istirahat kerja di area perkantoran membuat ramai jalanan.Aku kehilangan jejak Ibu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234569
DMCA.com Protection Status