Home / Pernikahan / BANGKITNYA SANG MENANTU HINA / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of BANGKITNYA SANG MENANTU HINA: Chapter 81 - Chapter 90

105 Chapters

Bab 81. Musibah Lagi

"Ikan gurame dari kolam kamu, ini ya?" tanya pak Abdi sambil menyeruput jus wortel. "Kayaknya iya, Pak. Karena cuma saya sendiri pemasok ikan-ikan segar ke restoran bu Hamidah ini. Setiap pagi sesudah subuh saya sudah bergerak mengais rejeki, Pak. Mencari sesuap nasi." "Ah kamu bisa aja. Terlalu merendah itu namanya. Padahal sebenarnya mencari sesuap nasi dan dapatnya segenggam berlian ya kan?" seloroh pak Abdi. "Ah gak juga, Pak. Kalo tiap hari dapat segenggam berlian, sudah kaya mendadak," ujarku merendah. "Cuma enaknya buka usaha sendiri, kita tidak dimarah-marahi atasan. Mau datang terlambat atau mau jungkir balikpun tidak akan ada yang marahin. Intinya bisa sesuka hati," ujarku lagi. Pak Abdi hanya manggut - manggut saja. "Ah ... nanti kalau saya pensiun mau juga berbisnis. Ajari saya ya!" "Dengan senang hati, Pak. Sekarang pun saya bersedia mengajari bapak berbisnis. Di desa suka tani banyak juga anggota polisi yang kerja sampingannya bertani. Bahkan ada juga tentara. Kata
Read more

Bab 82. Pak Abdi Ikut Tanam Modal

"Iya juga ya. Semoga saja selama pak Abdi bergabung usaha kita gak ada yang berani menyenggolnya ya kan pak?" tanya Naya sementara lelaki bermata hazel itu hanya tersenyum saja. Bukan tidak ada modal kami menggantikan kerugian ikan yang mati keracunan. Hanya saja aku tidak tega melihat pak Abdi yang mau ikut menanam modalnya. Kalau aku tolak, pasti beliau kecewa. Dia pun sangat berkeinginan berbisnis seperti aku tetapi modalnya masih sedikit. Pasti tidak akan mencukupi. "Semoga semuanya berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan ya. Saya gak bisa menjamin ada atau gak orang yang menyenggol kita nantinya. Berdoa saja semoga di jauhkan dari orang yang iri hati dan dengki terhadap kita," ucap pak Abdi. "Aamiin," ucap kami serentak seperti di komandoi saja. "Iya, Pak. Oh ya Dek buatin minum buat pak Abdi. Masak dibiari aja tamunya." titahku pada mamanya Daffa. "Gak usah sibuk - sibuk. Kalau haus nanti saya ambil sendiri. Lagian kita 'kan barusan makan dan minum tadi. Masak saya mau
Read more

Bab 83. Ada-ada Saja

"Assalamualaikum. Daffa ada kawan nih. Ayok sini, Nak. Kenalan sama Aldo." Sapa aku sambil berjalan menuju tempat jagoanku bermain mobil-mobilan. Anakku paling anti melihat ayahnya menggendong anak orang lain. Biasanya dia akan cemburu dan menangis. Kita lihat saja bagaimana reaksinya melihat aku menggendong Aldo. "Ayah, sini. Main yok!" ajak bocah berkaos putih itu. Dia tidak terpengaruh sedikitpun melihat ayahnya menggendong anak kecil seumurannya. Malahan dia ikut mengajak Aldo untuk bermain serta. Suatu anugerah juga buat Aldo juga, karena dia tidak di musuhi. Biasanya terjadi oerang dunia jika melihat ayah dan ibunya menggendong anak lain. "Main apa, Nak?" tanyaku seraya berjongkok disebelah permata hatiku. "Main mobil-mobilane, Yah. Ayo sini," ujarnya seraya melambaikan tangannya untuk menyururh Aldo duduk di dekatnya. "Oke Tuan! Hmmm tapi Daffa saja yang main sama Aldo, ya? Ayah mau keluar sebentar." pamitku seraya bangkit setelah mendudukkan Aldo di karpet tempat Daffa b
Read more

Bab 84. Aldo Menginginkan Ibu Baru

"Mana ada berdua. Kan ada Aldo! Pokoknya nanti malam tante harus tidur dirumah Aldo!" rengek bocah tiga tahun itu, membuat seisi rumah gelagepan dan bingung bagaimana mau menjelaskannya lagi. "Gak bisa juga, Sayang! Bagaimana kalau Aldo aja tidur di rumah Nenek nanti malam. Tidur bersama nenek dan tante Melly." Mertuaku memberikan pilihan dan tidak juga di terima oleh Aldo. "Gak mau! Gak ada ayah. Pokoknya tante tidur dirumah Aldo. Bersama Ayah dan Aldo. Nanti Aldo tidur ditengah! Apa gak kasihan Tante melihat Aldo tidak ada kawan! Mama pun, entah kenapa cepat sekali pulang ke rumah Tuhan. Gak kasian sama anaknya," ujarnya tergugu. "Nak ... ayah sama tante Melly bukan saudara dan juga bukan pasangan suami istri. Jadi tidak boleh berdua-duaan di dalam rumah!" Pak Abdi berjongkok dihadapan putra semata wayangnya dan menjelaskan kenapa mereka berdua tidak boleh menginap di rumah hanya berdua saja. Walaupun ada ibu pak Abdi dan juga Aldo tetapi tetap tidak boleh juga karena bisa masuk s
Read more

Bab 85. Perempuan Berhati Iblis

"Hei ngapain kamu disitu." Aku menegur seorang anak laki - laki yang sedang mengendap - ngendap menuju ke kandang anak bebeknyang berada di belakang rumahku. Sekarang aku jadi lebih waspada, semenjak bebek-bebek mati tanpa tau apa penyebab yang pasti. Seribu lebih bebek mati padahal sedang bertelur apa tidak stres aku dibuatnya. Kerugian juga tidak sedikit yang aku alami saat itu. Dan disaat aku berusaha bangkit datang lagi orang yang ingin menghancurkan bisnisku. "Anu ... saya sedang mencari kambing saya yang sudah dua hari ini gak pulang - pulang, Pak." Jawab si anak yang ku taksir umurnya sekitar lima belas tahun. "Hmm ... emang rumahmu dimana?" tanya aku dengan penuh selidik. "Ngg ... anu ... Pak. Saya mencari bebek saya yang hilang. Sudah hampir seminggu gak nampak. Saya pikir bebek saya nyasar kemari, Pak." Anak ini ditanyain malah jawabannya tidak ada yang bisa dipegang satupun. Tadi katanya kambingnya tidak pulang-pulang, sekarang malah bebek. Yang mana yang betul. Ditany
Read more

Bab 86. Maafkan Saja

"Untuk saat ini saya maafkan semua perbuatan anak ini, Pak. Tapi seandainya dia mengulang lagi, tidak akan ada kata maaf lagi dari saya," ujarku sambil melirik wajah anak yang begitu mau saja di perintah orang yang bisa membahayakan masa depannya hanya karena uang yang tidak seberapa. "Kamu dengar 'kan Ahsan? Beruntung juga kamu masih di maafkan sama Pak Bayu. Mungkin kalau sama orang lain kamu itu akan di masukkan dalam sel tahanan karena berusaha menghancurkan bisnisnya. Hukuman yang kamu dapat minimal sebulan dan maksimal tiga bulan serta denda paling sedikit satu juta dan paling banyak tiga juta. Mungkin bagi kamu gak terlalu masalah tetapi apa kamu gak malu dipandang orang sebagai mantan narapidana?" tanya Pak Abdi dan Ahsan hanya bisa menunduk. "Maafkan saya, Pak. Saya tergiur dengan uang lima puluh ribu rupiah tetapi gak tau masalahnya bakal begini." Lagi - lagi Ahsan berdalih tergiur uang lima pulih ribu. Udahlah aku bebaskan saja anak itu. Tapi coba sekali lagi dia tertangka
Read more

Bab 87. Rencana Jahat

Pov Ratih "Bagaimana dengan hasil kerjamu hari ini? Pasti berhasil 'kan? Pasti ternak Bayu sudah mati berserakan di kandangnya. Ratih dilawan," ujarku seraya menepuk dada. "Mati apanya? Malah aku ketauan sama pak Bayu, Bu. Jadi belum sempat bebeknya ku racuni eh ... dia sudah datang duluan. Sial kali," ujar Ahsan sambil menggaruk kepalanya. Kebiasaan anak itu jika terpojok atau sedang ada masalah pasti menggaruk kepalanya. "Kenapa bisa ketauan, sih. Bodoh kali kamu. Itu saja tidak becus kau kerjakan." Aku sangat kesal terhadap Ahsan. Percuma rasanya memberi imbalan untuknya jika kerja begitu saja tidak berhasil dilakukan. "Namanya juga kepergok, Bu. Saya gak tau jam segitu pak Bayu akan datang melihat ternaknya. Padahal biasanya setiap hari rabu agak sore beliau datangnya." ujar Ahsan dengan wajah ditekuk. "Sial sial sial." Aku kira rencanaku untuk menghancurkan bisnis Bayu berjalan lancar. Gak nyangka aku jika Ahsan bisa sebodoh itu. Mengakui pula sama polisi jika dia itu merupak
Read more

Bab 88. Wanita Ular

Hari ini aku berjumpa Bayu di rumah makan Padang. Rasa itu kembali terusik dalam ingatan ini. Ingin ku teriak dan mengatakan aku begitu menyayangi dan mencintai kamu, Bayu. Tetepi aku tidak berani apalagi saat ini ada seorang wanita yang sangat beruntung telah mendampinginya. Bukan ... bukan aku tidak berani. Jika hanya kami bertiga disitu, akan aku buat wanita itu pergi meninggalkan Bayu. Tapi ini masalahnya, pengunjung rumah makan sedang ramai. Masak iya aku menggoda laki orang di depan khalayak ramai? Malu dong. Pasti mereka mengira aku wanita kurang waras karena menggoda suami orang. Sebenarnya tidak ada yang salah kan mencintai suami orang? Namanya juga manusia. Punya hati dan punya rasa. Kita juga tidak bisa memilih rasa itu jatuh dimana. Pada lajang atau suami orang. "Ratih, kamu ngapain disini?" tanya Haris. Haris merupakan sepupu jauhku. Sekarang sudah tidak lagi menjadi saudara ipar Bayu. Dari dia aku mengetahui keberadaan cintaku. Makanya aku pindah ke desa ini, supaya a
Read more

Bab 89. Permintaan Aneh Aldo

Gak nyangka aja Ratih bisa seperti itu. Entah setan apa yang telah merasukinya. Hanya gara - gara cinta bisa membuat dia gelap mata. Cinta? Aku kok ragu jika dia mencintaiku. Halah ... bagi aku cinta itu tidak pernah ada. Yang ada hanya rasa sayang dan jika sudah menjadi milik orang lain masak tidak bisa kita buang jauh-jauh rasa itu? Kurasa Ratih ada suatu kelainan sehingga bisa senekat itu. Egois mau menang sendiri. Biarlah nanti pihak keamanan yang akan mengungkapkan ini semua. Apakah dia ada kelainan jiwa atau hanya karena sensasi belaka. Hari ini merupakan hari yang amat berat dalam hidupku. Menghadapi tetangga yang baru pindah itu. Dulu dikampung disaat masih belum menikahi Naya, aku lumayan akrab dengan Ratih. Dia merupakan sepupu jauh dari Haris. Apa dia suruhan Haris ya? Untuk menghancurkan hidupku dan rumah tanggaku? Herannya. Kenapa dia bisa jadi tetanggaku padahal sebelumnya dia tingal dipulau Jawa. Angin apa yang membuat dia pindah ke Sumatera ini dan menjadi tetanggak
Read more

Bab 90. Ingin Tahu Lebih Jauh Kehidupan Melly

"Aldo mau tante Melly saja yang baca dongeng. Bukan nenek!" Aldo terus saja menangis seakan dia telah kehilangan mainan kesayangannya. "Ya udah, ayo kita ke rumah tante Melly, ya? Tapi anak ayah janji dulu gak nangis lagi. Ayah gak bisa melihat malaikat kecil Ayah ini bersedih hati," ujarku seraya berusaha menenangkan jagoanku. Sebenarnya dia itu sudah tidur tadi, kupikir besok pagi baru bangun eh ternyata jam segini sudah bangun. Mungkin dia ketakutan karena tidur sendirian. Padahal ada neneknya yang menemani tetapi dia gak mau katanya neneknya bau balsem. Dasar Aldo. "Kamu yakin mau ke rumah Melly, Abdi? Sudah malam loh. Gak enak mengganggu orang malam - malam begini. Kamu tau sendiri 'kan, jika Melly itu janda dan kamu duda. Apa kata orang nantinya?" nasehat ibu. Beliau sangat khawatir aku akan di gosipin orang. "Memang benar yang ibu katakan. Tetapi mau bagaimana lagi. Abdi gak tega melihat Aldo menangis terus. Rasanya dada ini teriris mendengar tangisannya. Jadis biarlah ora
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status