Home / Pernikahan / BANGKITNYA SANG MENANTU HINA / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of BANGKITNYA SANG MENANTU HINA: Chapter 61 - Chapter 70

105 Chapters

Bab 61. Naya Kecelakaan

Ketika aku akan beranjak pergi tiba-tiba saja suara ponselku berbunyi, ada yang menelponku dari nomor yang tidak di kenal. "Assalamualaikum." Sapaku. Dengan sedikit penasaran siapa gerangan yang menelpon dan dapat darimana nomor telpon ini? Semoga saja masalah bisnis. "Halo selamat siang. Ini dengan keluarga bu Naya?" tanya seseorang dengan suara bariton dari seberang sana. "Iya, Pak. Saya suaminya! Hmmm ... ini dengan siapa, ya? Dan ada apa?" tanyaku penasaran. "Maaf, Pak. Saya dari pihak rumah sakit hanya mau memberitahukan bahwa istri Bapak kecelakaan. Sekarang sedang di rawat di rumah sakit melati. Tapi sayangnya penabrak istri anda kabur melarikan diri." jawabannya memberitahukan istriku mengalami kecelakaan. Tiba-tiba jantung ini seakan berhenti berdetak. Bagaimana tidak, Naya menggendong Daffa, padahal sudah kunasehati tapi tidak dipedulikan. Masih terngiang dalam ingatanku bagaimana tadi pagi Daffa sangat ceria dan dia minta aku gendong dan tidak ingin dilepaskan. Apakah
Read more

Bab 62. Siapa Dalangnya?

"Bu, saya mau menjual rumah kos-kosan yang baru saya beli minggu lalu untuk biaya operasi patah tulang istri saya, Bu." "Jangan dijual, Dit. Sayang dan juga pantang barang yang sudah di beli di jual lagi. Takutnya kamu gak akan bisa membeli lagi nantinya." Jelas bu Ratna panjang lebar. Beliau tidak menginginkan aku dan keluarga kecilku akan menderita, seperti seorang ibu yang tidak menginginkan anaknya susah dan menderita. "Gak apa - apa, Bu. Yang penting anak dan istri saya sehat kembali seperti dulu lagi. Buat apa harta banyak dan berlimpah jika anak istri sakit - - sakitan?" Ku ceritakan segala keluh kesahku pada bu Ratna karena beliau sudah aku anggap seperti orang tua ku sendiri. "Ibu tau bagaiamana perasaanmu saat ini, Bay. Tapi tidak juga karena itu kamu menjual semua. Dari pada kamu jual rumah itu lebih bagus kamu ambil saja uang simpanan Ibu. Nanti kapan ada uang baru kamu bayari." Terlalu banyak sudah bu Ratna sama pak Irawan membantu kami berdua. Aku gak mau membebani pa
Read more

Bab 63. Naya Keluar Dari Rumah Sakit

"Adek rasa ada orang yang mau melenyapkan kami berdua. Mereka begitu nekat dan tidak memperdulikan orang-orang sekitar," jelas Naya. Dia juga memberi penjelasan sedetailnya. "Maksud Adek bagaimana?" tanyaku penasaran. Mana mungkin Naya bisa melihat dan mengetahui ada orang yang berniat buruk terhadapnya. Paling juga itu hanya ketakutan dia aja. Aku yakin kejadian tersebut murni karena kecelakaan. "Pengendara sepeda motor sengaja menabrak kami berdua, Mas," ucap Naya dengan wajah tertunduk dengan air mata yang semakin menetes membasahi pipinya. "Kita tidak boleh berprasangka buruk terhadap orang lain. Yakinlah ini hanya kecelakaan biasa. Murni kecelakaan," ujarku berusaha menenangkan kegalauan hati istriku. Nampaknya istriku sangat ketakutan sehingga untuk melihat orang asing saja dia sudah berfikir yang tidak - tidak. "Kalau tidak percaya. Sekarang coba ke tempat kejadian perkara dan minta mereka untuk memutar cctv kejadian hari kecelakaan itu." tantang Naya. Dia begitu yakin jika
Read more

Bab. 64. Musuh Bebuyutan.

Aku masih penasaran dengan apa yang dikatakan Naya. Jika memang ada seseorang yang hendak melenyapkan istriku, siapa orangnya. Ada masalah apa mereka dengan kami, sehingga mereka nekat ingin menghabisi anak dan istriku. Semoga saja dugaan Naya tidak benar, mungkin saja halusinasi dia saja sehingga berkesimpulan begitu. "Assalamualaikum," ucap pak Irawan memberikan salam. "Wa alaikum salam," jawabku dari dalam dan beranjak dari kursi malas untuk membuka pintu. Ceklek. "Silahkan masuk," ujarku seraya mengulurkan tangan untuk menyalami pak Irawan. "Iya, Bay," jawab lelaki enam puluh tahun itu sambil meraih tanganku dan beliau berjalan menuju ruanag tamu. "Bagaimana kondisi istri dan anakmu? Apa udah baikan?" tanya beliau lagi sambil menghempaskan bobot tubuhnya diatas kursi ruang tamu. "Udah lumayan sih, Pak. Tapi ..." Aku menggantungkan ucapanku karena bingung mau melanjutkan dan harus memulainya dari mana. "Tapi kenapa, Bay?" Tanya pak Irawan seraya menoleh kearahku. Beliau men
Read more

Bab. 65. Rumah Mertua Disita Bank

Kring ... kring ... kring. Dering suara telpon terdengar menandakan ada seseorang menelpon. Segera aku rogoh ponsel yang berada di saku celana dan melihat nomor asing yang menelpon. Diri ini bertanya-tanya, siapa yang menelpon dengan nomor tidak terdaftar di ponselku?Kemudian jari ini menekan tombol biru, dan terhubung ke orang yang menelpon tersebut. "Halo assalamualaikum," salam kuucapkan tetapi terdengar suara isak tangis dari seberang sana. Menurut pendengaranku seperti suara ibu mertua. Ada apa gerangan dengan mertuaku saat ini. Kenapa beliau menangis. Pasti ada masalah yang terlalu berat dan tidak bisa diselesaikan makanya beliau menangis. "Ibu ... kenapa menangis. Ada apa, Bu. Tolong ceritakan sama Bayu. Mana tau Bayu bisa membantunya," ujarku berusaha menenangkan ibu mertua yang semakin kencang tangisannya. "Ibu ada perlu dengan Naya. Boleh Ibu berbicara dengannya sebentar saja, Bayu?" tanya ibu mertua diujung sana. Nampaknya beliau sedang dalam masalah besar karena yang
Read more

Bab 66. Roda Kehidupan

"Nanti agak siang dikit Ibu di jemput sama pak Saiful ya, Bu." Janjiku pada ibu mertua. Sementara Naya belum mengetahui perihal rumah orang tuanya yang sudah di sita pihak Bank. "Gak apa - apa, Bay. Kamu bekerja saja dulu. Besok pun bisa kalau kamu mau menjemput Ibu. Kan masih ada waktu sehari lagi," ujar beliau di ujung telpon. "Barang yang mau ibu jual apa sudah diangkat sama pembelinya? Atau belum laku?" "Belum semua," "Ya udah Saya share di grup jual beli. Biasanya cepat laku, Bu. Dan harganya tidak terlalu jatuh dari harga beli baru kok," ujarku untuk meyakinkan bu Lastri. "Terserah kamu aja, Bay. Ibu ikut aja bagaimana baiknya. Baik di mata kalian berarti baik juga di mata ibu." lirihnya. Suara ibu masih terdengar pilu. Melihat beliau membuat siapapun tidak tega, karena saat inilah beliau merasa sangat terpukul dan juga tidak berguna lagi. Beliau tidak mempunyai siapa - siapa lagi saat ini. Hanya aku dan Naya harapan mertuaku satu - satunya. "Udah ya, Kamu mandi aja dulu
Read more

Bab 67. Rumah Ibu Mertua Dilelang Bank

"Naya, kamu jangan begitu. Bagaimanapun bu Lastri itu ibu kandungmu. Jangan sampai jadi anak durhaka. Mas tidak pernah mengajarin kamu seperti itu." Nasehatku pada Naya disaat dia tidak mau pulang untuk menjumpai ibu kandungnya sendiri. "Mas, adek gak pernah membenci ibu. Naya selalu sayang pada beliau dan tidak akan pernah berubah. Karena beliau orang tua yang telah bersusah payah melahirkan diri ini mana mungkin Naya membencinya, Mas," jawab Naya tergugu. "Jadi apa yang membuat kamu tidak mau pulang untuk menjumpai beliau?" tanyaku kesal. Katanya sayang sama ibu tetapi malah tidak mau menjumpainya. Namanya saja saja bohong. "Jangan gara - gara harta kekayaan kamu menjadi lupa diri, Dek. Ingat harta itu titipan Allah dan hanya sebentar saja. Jangan sombong. Jangan kamu tenggelam apa lagi silau dengan kekayaan." Nasehatku lagi. "Apa hubungannya dengan harta kekayaan sih. Bukan karena itu, Mas. Adek kesal sama kak Melly aja. Dulu dia begitu sombongnya memperlakukan kamu, Mas. Masih
Read more

Bab 68. Mencari Keberadaan Melly

Seperti biasa aku terbangun saat dini hari untuk bermunajat kepada sang Maha Pemberi Kehidupan. Selama ini cobaan hidup terus menerus menerpa hidupku, tubuh ini tidak bisa lagi tidur senyenyak dahulu. Selalu saja terbangun di sepertiga malam. Itu semua aku manfaatkan untuk mencurahkan isi hati ini kepada sang Pemilik Kehidupan. Begitu juga malam ini. Malam pertama aku meninggalkan rumah peninggalan suamiku dan tinggal bersama dengan anakku, Naya. Ada yang hilang begitu di dalam relung hati. Ingin ku teriak sekencang - kencangnya tapi apalah daya tubuh tua ini tidak bisa melakukannya hal seperti itu. Aku juga tidak mau menyusahkan anak - anak. Biarlah semua ku pendam sendiri dalam hati. Sesakit apapun cobaan hidup, tidak akan ku umbar, cukup Tuhan yang tau penderitaan ini. Aku turun dari ranjang perlahan - lahan agar tidak membangunkan penghuni rumah ini. Kulangkahkan kaki tua ini menuju ke kamar mandi yang berada di kamar belakang. Semua itu kulakukan supaya tidak berisik dan akan
Read more

Bab 69. Kak Melly Pulanglah!

"Ibu tenang aja ya. Nanti sore Naya akan ke rumah kak Rita untuk mencari keberadaan kak Melly." Ujarku berusaha menghibur ibu yang sedari kemaren hanya melamun saja. Takutnya nanti ibu jadi sakit karena terus memikirkan anak sulungnya. "Ada apa, Dek?" Tiba - tiba aku di kagetkan dengan suara mas Bayu yang masuk ke kamar tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Memang kebiasaan mas Bayu, deh. Suka nyelonong tiba -tiba. Untung saja aku gak kena penyakit jantung kalau gak udah dari kemaren pingsan karena kaget. Lebay. "Mas, nanti siang kita ke rumah kak Rita ya?" pintaku pada lelaki yang berstatus suamiku itu. "Ngapain ke rumah Rita? Dia aja entah dimana sekarang," ketus mas Bayu membuat aku terkejut. Baru tau jika kak Rita juga ikut menghilang bersamaan dengan kehilangan kakak sulungku. "Kemana dia, Mas? Adek mau nanya keberadaan kak Melly saja. Apa dia melarikan diri? Emangnya kesalahan dia segitu besar sampai menghilang begitu?" tanyaku penuh keheranan. "Apa kak Rita telah melari
Read more

Bab 70. Masalah Datang silih Berganti

"Bagaimana kabar Melly, Nak? Ibu kepikiran terus terhadap kakakmu. Semoga dia baik - baik saja di negeri orang." tanya ibu. Terdengar suara serak ibu sambil mengusap sudut mata. Butiran bening menggenang di sudut mata beliau. "Naya salat dulu, ya Bu. Sebentar lagi!" ujarku seraya merentangkan sajadah dan memakai mukenah. Segera aku melaksanakan salat wajib tiga rakaat sesuai perintah Allah Yang Maha Disembah.Setelah melaksanakan salat, berzikir dan beristighfar. Setelah itu akupun melipat mukenah dan sajadah kemudian meletakkan di lemari pakaian. Diluar ibu sudah memnunggu dengan tidak sabar. Beliau nampak gelisah. Ibu mana yang tidak resah bila anaknya sudah berbulan-bulan tidak ada kabar berita sama sekali. Belum sempat tubuh ini mendarat dikursi disebelahnya ibu sudah menanyakan perihal anak sulung beliau."Apa ibu sudah boleh menghubungi Melly, kakakmu? Ibu sangat khawatir terhadapnya." tanya ibu. Malam ini nampaknya ibu lumayan mendingan sedikit di bandingkan kemaren - kemar
Read more
PREV
1
...
56789
...
11
DMCA.com Protection Status