Seperti biasa aku terbangun saat dini hari untuk bermunajat kepada sang Maha Pemberi Kehidupan. Selama ini cobaan hidup terus menerus menerpa hidupku, tubuh ini tidak bisa lagi tidur senyenyak dahulu. Selalu saja terbangun di sepertiga malam. Itu semua aku manfaatkan untuk mencurahkan isi hati ini kepada sang Pemilik Kehidupan. Begitu juga malam ini. Malam pertama aku meninggalkan rumah peninggalan suamiku dan tinggal bersama dengan anakku, Naya. Ada yang hilang begitu di dalam relung hati. Ingin ku teriak sekencang - kencangnya tapi apalah daya tubuh tua ini tidak bisa melakukannya hal seperti itu. Aku juga tidak mau menyusahkan anak - anak. Biarlah semua ku pendam sendiri dalam hati. Sesakit apapun cobaan hidup, tidak akan ku umbar, cukup Tuhan yang tau penderitaan ini. Aku turun dari ranjang perlahan - lahan agar tidak membangunkan penghuni rumah ini. Kulangkahkan kaki tua ini menuju ke kamar mandi yang berada di kamar belakang. Semua itu kulakukan supaya tidak berisik dan akan
"Ibu tenang aja ya. Nanti sore Naya akan ke rumah kak Rita untuk mencari keberadaan kak Melly." Ujarku berusaha menghibur ibu yang sedari kemaren hanya melamun saja. Takutnya nanti ibu jadi sakit karena terus memikirkan anak sulungnya. "Ada apa, Dek?" Tiba - tiba aku di kagetkan dengan suara mas Bayu yang masuk ke kamar tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Memang kebiasaan mas Bayu, deh. Suka nyelonong tiba -tiba. Untung saja aku gak kena penyakit jantung kalau gak udah dari kemaren pingsan karena kaget. Lebay. "Mas, nanti siang kita ke rumah kak Rita ya?" pintaku pada lelaki yang berstatus suamiku itu. "Ngapain ke rumah Rita? Dia aja entah dimana sekarang," ketus mas Bayu membuat aku terkejut. Baru tau jika kak Rita juga ikut menghilang bersamaan dengan kehilangan kakak sulungku. "Kemana dia, Mas? Adek mau nanya keberadaan kak Melly saja. Apa dia melarikan diri? Emangnya kesalahan dia segitu besar sampai menghilang begitu?" tanyaku penuh keheranan. "Apa kak Rita telah melari
"Bagaimana kabar Melly, Nak? Ibu kepikiran terus terhadap kakakmu. Semoga dia baik - baik saja di negeri orang." tanya ibu. Terdengar suara serak ibu sambil mengusap sudut mata. Butiran bening menggenang di sudut mata beliau. "Naya salat dulu, ya Bu. Sebentar lagi!" ujarku seraya merentangkan sajadah dan memakai mukenah. Segera aku melaksanakan salat wajib tiga rakaat sesuai perintah Allah Yang Maha Disembah.Setelah melaksanakan salat, berzikir dan beristighfar. Setelah itu akupun melipat mukenah dan sajadah kemudian meletakkan di lemari pakaian. Diluar ibu sudah memnunggu dengan tidak sabar. Beliau nampak gelisah. Ibu mana yang tidak resah bila anaknya sudah berbulan-bulan tidak ada kabar berita sama sekali. Belum sempat tubuh ini mendarat dikursi disebelahnya ibu sudah menanyakan perihal anak sulung beliau."Apa ibu sudah boleh menghubungi Melly, kakakmu? Ibu sangat khawatir terhadapnya." tanya ibu. Malam ini nampaknya ibu lumayan mendingan sedikit di bandingkan kemaren - kemar
"Maksud Mas hilang bagaimana? Mati apa dicuri orang?" tanya Naya dengan penasaran. Usaha kami sudah berbulan-bulan bahkan hampir dua tahun berjalan tetapi belum pernah ada yang berani mengganggunya. Selain penjagaan yang ketat, masyarakat sekitar tidak mau mengganggu usaha kami, karena mereka menganggap kami ini bagai bapak angkat baginya. Malah mereka juga ikut menjaga usaha kami sehingga tidak ada yang berani mengusik sama sekali. "Mas gak tau. Apakah hilang di curi orang atau mati. Atau di mangsa binantang buas," jawabku. "Ya Allah, Mas. Mungkin Mas salah informasi," ujar Naya mencoba menghibur diri. "Mas sendiri barusan yang ngecek. Memang iya bebek kita berkurang banyak. Mungkin sisanya gak sampe lima ratus ekor lagi lah," ujarku frustasi. "Hah?" Naya sangat kaget saat mendengar peliharaan kami banyak yang hilang. "Kerjaan siapa ya Mas, kok jahat banget mereka sama kita. Salah kita apa? Terus Emangnya Anto kemana? Kenapa sampe bisa hilang bebek - bebek kita?" tanya Naya kes
Aku terus bertanya dalam hati siapa dalang dari semua ini. Jika iya itu perbuatan Alex. Untuk apa dia melakukan ini semua. Kenapa dia begitu tega menghancurkan usaha kami? Apa kesalahan yang telah kami lakukan terhadap dia sehingga begitu sakit hati dan dendam terhadap aku dan Naya? Pertanyaan itu menari - nari terus dalam ingatanku. Alex seorang lelaki berkulit gelap dan wajahnya sangat sangar tetapi dengan aku dia begitu ramah dan sering bertegur sapa jika berjumpa dan selama ini dia sangat baik terhadap keluargaku. Seorang pria keturunan India yang sangat baik hati. Aku tidak percaya jika dia memang sengaja melakukan hal itu untuk menghancurkan bisnis aku. Apa ada yang menyuruhnya dan di beri imbalan yang banyak? Setauku Alex hanya tukang becak yang kadang kerja malah lebih banyak nganggurnya. Zaman sekarang becak tidak dipadang lagi keberadaannya. Masyarakat lebih memilih angkutan online karena untuk menghemat waktu juga menghemat isi dompet. 'Tapi siapa?' Pertanyaan itu ter
Setelah mandi aku mengambil wudhu dan mengajak Daffa untuk ikut salat bersama. Prinsip aku dan Naya, anak itu dari kecil harus diajari beribadah sehingga dia terbiasa sampai besar nantinya. "Nenek sama mama sudah ambil wudhu belum. Jangan lama - lama. Waktu berjalan terus habis waktu zuhur nanti," ujarku berbisik di telinga Daffa tujuannya untuk mengajari bocah setahun setengah itu dalam menasehati nenek sama mamanya. Aku ingin melihat bagaimana reaksi dia jika ayahnya berkata begitu. "Udah, Yah. Mama sama nenek kan sudah besar Mereka berdua sudah tau kok kewajibannya." ujar Daffa membuat aku tersenyum - senyum sendiri apalagi melihat wajahnya yang sangat lucu saat berbicara. Setelah melaksanakan shalat bersama dilanjutkan dengan makan siang. Kebersamaan di saat makan bersama selalu saja kami jaga. Tujuan untuk merekatkan hubungan kami dalam suasana santai yang diselingi obrolan - obrolan ringan. Dengan makan bersama kami juga telah mengajarkan tata krama salah satunya bagaimana
"Ibu jangan banyak pikiran. Nanti darah tinggi Ibu kumat. Kasian juga kak Melly nanti pulang malah melihat ibunya sakit-sakitan." ujarku menasehati ibu mertua yang sedari kemarin pagi belum maakan nasi satu suap pun. "Iya." Jawab ibu mertua, beliau masih terduduk lesu seakan tidak ada gairah hidup lagi. "Nanti coba saya telpon lagi mungkin tadi tidak tersambung karena jaringan terganggu." Janjiku kepada wanita yang telah melahirkan kekasih sesurgaku ke dunia ini. Dia adalah Naya wanita yang begitu sempurna di mata ini. Sebenarnya aku sangat kasian melihat beliau yang sudah sangat menderita dengan kondisi saat ini. Hartanya ludes semua, sementara anak kesayangannya hilang entah kemana. Pergi tanpa kabar berita lagi. Masih hidupkah atau sudah meninggal tidak ada yang tahu. Miris benar nasib bu Lastri. Aku tidak bisa tinggal diam melihat kondisi seperti ini. Mencoba menelpon kembali nomor ponsel Rita mengharap akan tersambung dan dia mau mengangkatnya.Dan tidak lama kemudian terdeng
"Kak Melly akan dipulangkan oleh pihak KBRI. Nanti kita jemput saja di bandara," ujarku pada sang istri. Kulihat raut bahagia disana karena sebentar lagi kakak kandung yang selama ini menghilang akan bertemu dan bersatu kembali seperti dulu. "Syukur juga ya Mas. Akhirnya kak Melly bisa pulang ke tanah air!" "Iya. Hmmm ... Ibu mana? Besok agak siang dikit kita berangkat ke bandara. Kasih tau ibu biar siap - siap," titahku pada wanita penghuni hati ini. "Kamar untuk kak Melly apa sudah di bersihkan? Bik Romlah mana? Suruh bersihkan kamar yang diatas. Kak Melly tinggal diatas aja ya sama dengan ibu. Hmmm ... tapi apa ibu sanggup naik turun tangga setiap hari?" tanyaku lagi. Ibu sudah tua dan lemah pasti tidak akan sanggup jika tiap hari naik turun tangga yang lumayan menguras tenaga juga. "Atau ibu sama kak Melly di bawah aja sementara kita tidur di lantai atas aja." Saranku langsung di sambut dengan gelengan kepala Naya. "Mas, kak Melly gak usah tinggal disini. Biar dia mandiri saj