Pov Ratih "Bagaimana dengan hasil kerjamu hari ini? Pasti berhasil 'kan? Pasti ternak Bayu sudah mati berserakan di kandangnya. Ratih dilawan," ujarku seraya menepuk dada. "Mati apanya? Malah aku ketauan sama pak Bayu, Bu. Jadi belum sempat bebeknya ku racuni eh ... dia sudah datang duluan. Sial kali," ujar Ahsan sambil menggaruk kepalanya. Kebiasaan anak itu jika terpojok atau sedang ada masalah pasti menggaruk kepalanya. "Kenapa bisa ketauan, sih. Bodoh kali kamu. Itu saja tidak becus kau kerjakan." Aku sangat kesal terhadap Ahsan. Percuma rasanya memberi imbalan untuknya jika kerja begitu saja tidak berhasil dilakukan. "Namanya juga kepergok, Bu. Saya gak tau jam segitu pak Bayu akan datang melihat ternaknya. Padahal biasanya setiap hari rabu agak sore beliau datangnya." ujar Ahsan dengan wajah ditekuk. "Sial sial sial." Aku kira rencanaku untuk menghancurkan bisnis Bayu berjalan lancar. Gak nyangka aku jika Ahsan bisa sebodoh itu. Mengakui pula sama polisi jika dia itu merupak
Hari ini aku berjumpa Bayu di rumah makan Padang. Rasa itu kembali terusik dalam ingatan ini. Ingin ku teriak dan mengatakan aku begitu menyayangi dan mencintai kamu, Bayu. Tetepi aku tidak berani apalagi saat ini ada seorang wanita yang sangat beruntung telah mendampinginya. Bukan ... bukan aku tidak berani. Jika hanya kami bertiga disitu, akan aku buat wanita itu pergi meninggalkan Bayu. Tapi ini masalahnya, pengunjung rumah makan sedang ramai. Masak iya aku menggoda laki orang di depan khalayak ramai? Malu dong. Pasti mereka mengira aku wanita kurang waras karena menggoda suami orang. Sebenarnya tidak ada yang salah kan mencintai suami orang? Namanya juga manusia. Punya hati dan punya rasa. Kita juga tidak bisa memilih rasa itu jatuh dimana. Pada lajang atau suami orang. "Ratih, kamu ngapain disini?" tanya Haris. Haris merupakan sepupu jauhku. Sekarang sudah tidak lagi menjadi saudara ipar Bayu. Dari dia aku mengetahui keberadaan cintaku. Makanya aku pindah ke desa ini, supaya a
Gak nyangka aja Ratih bisa seperti itu. Entah setan apa yang telah merasukinya. Hanya gara - gara cinta bisa membuat dia gelap mata. Cinta? Aku kok ragu jika dia mencintaiku. Halah ... bagi aku cinta itu tidak pernah ada. Yang ada hanya rasa sayang dan jika sudah menjadi milik orang lain masak tidak bisa kita buang jauh-jauh rasa itu? Kurasa Ratih ada suatu kelainan sehingga bisa senekat itu. Egois mau menang sendiri. Biarlah nanti pihak keamanan yang akan mengungkapkan ini semua. Apakah dia ada kelainan jiwa atau hanya karena sensasi belaka. Hari ini merupakan hari yang amat berat dalam hidupku. Menghadapi tetangga yang baru pindah itu. Dulu dikampung disaat masih belum menikahi Naya, aku lumayan akrab dengan Ratih. Dia merupakan sepupu jauh dari Haris. Apa dia suruhan Haris ya? Untuk menghancurkan hidupku dan rumah tanggaku? Herannya. Kenapa dia bisa jadi tetanggaku padahal sebelumnya dia tingal dipulau Jawa. Angin apa yang membuat dia pindah ke Sumatera ini dan menjadi tetanggak
"Aldo mau tante Melly saja yang baca dongeng. Bukan nenek!" Aldo terus saja menangis seakan dia telah kehilangan mainan kesayangannya. "Ya udah, ayo kita ke rumah tante Melly, ya? Tapi anak ayah janji dulu gak nangis lagi. Ayah gak bisa melihat malaikat kecil Ayah ini bersedih hati," ujarku seraya berusaha menenangkan jagoanku. Sebenarnya dia itu sudah tidur tadi, kupikir besok pagi baru bangun eh ternyata jam segini sudah bangun. Mungkin dia ketakutan karena tidur sendirian. Padahal ada neneknya yang menemani tetapi dia gak mau katanya neneknya bau balsem. Dasar Aldo. "Kamu yakin mau ke rumah Melly, Abdi? Sudah malam loh. Gak enak mengganggu orang malam - malam begini. Kamu tau sendiri 'kan, jika Melly itu janda dan kamu duda. Apa kata orang nantinya?" nasehat ibu. Beliau sangat khawatir aku akan di gosipin orang. "Memang benar yang ibu katakan. Tetapi mau bagaimana lagi. Abdi gak tega melihat Aldo menangis terus. Rasanya dada ini teriris mendengar tangisannya. Jadis biarlah ora
Pov Melly "Tante ... buka pintu. Aldi tidur sama tante aja." Baru saja mata ini hendak terpejam, aku dikagetkan dengan suara teriakan bocah laki-laki dari luar kamar seraya menggedor-gedor pintu. Jantung ini seakan berhenti berdetak mendengar suara gedoran yang begitu kerasnya. Anak siapa sih, tengah malam begini dibiarkan bertamu ke rumah orang. Aku beranjak dari tempat tidur dengan malas dan membuka pintu. Ceklek "Oh ada Aldo ... ada apa Sayang. Kenapa belum tidur sudah jam segini?" tanyaku sambil mengusap lembut pucuk kepalanya. Melihat anak piatu itu, hati ini tidak jadi marah. Kasihan dia masih terlalu kecil sudah kehilangan ibunya. "Gak bisa tidur, Tante. Aldo tidur sama tante saja ya? Dirumah gak ada yang baca dogeng sebelum tidur. Ayah gak sempat baca dongeng katanya sibuk. Sementara nenek tiap hari baca cerita kacang ajaib," Aldo mendengkus kesal dengan wajah cemberut. Sungguh lucu dan menggemaskan. "Ya udah, masuk sini. Kita baca dongeng ya sayang. Boleh bobok sama ta
"Loh apa ini main peluk-pelukan. Pake tangis-tangisan. Kayak anak kecil!" Tiba - tiba saja Bayu sudah berdiri di pintu bersama pak Abdi. Bikin aku malu dan tidak tahu mau dimana menyembunyikan muka ini. "Gini, Mas." Ujar Naya seraya mengubah tempat duduknya. Sementara Bayu dan juga pak Abdi belum beranjak dari tempat mereka berdiri. "Hmm." Bayu mendengar dengan serius apa yang hendak dikatakan oleh istrinya. Mereka pasangan yang baik hati. Makanya tidak heran banyak yang menyayanginya dan rejekinya pun tidak pernah putus. Ada saja orang yang membantunya. "Kak Melly akan saya serahkan toko pertanian untuk dikelola sendiri. Kita tidak ikut campur. Maksudnya uang masuk dan keluar biar kak Melly yang kelola. Anggap saja memberikan modal dalam bentuk barang," ujar Naya. "Boleh juga ide kamu, Dek. Mas mendukung. Ya kan pak Abdi." Bayu mengalihkan pandangan kearah pak Abdi. Nampaknya beliau pun sudah ngantuk berat sehingga tidak banyak berbicara. "Nanti saya aja yang tunjukin sama kak M
"Daffa enak ya! Punya ibu. Sementara aku gak punya ibu. Gak ada tempat bermanja dan bersayang-sayangan. Siapa ya yang akan mau menyayangi anak seperti aku?" Tanya Aldo dengan wajah tertunduk lesu. Air mata sudah mulai merembes membasahi pipinya. "Kenapa Tuhan mengambil ibuku, Nek? Kenapa Tuhan tidak adil?" ujarnya tergugu. Rasa sayangku terhadap lelaki kecil itu sembakin besar. "Aldo gak boleh ngomong begitu ya sayang. Aldo 'kan ada nenek, tante Melly, nenek Lastri dan juga ada tante Naya. Kami semua sayang sama kamu, Nak. Aldo banyak saudara. Nah apa lagi kurangnya? Gak ada kan?" Seru bu Sumi yang merupakan nenek Aldo dengan tatapan sendu. Beliau nampaknya sangat menyayangi cucunya. Terlihat kristal bening menggenang dipelupuk matanya. Mereka menangis berdua sambil berpelukan. "Gak enak. Gak sama kayak Daffa. Kenapa ayah gak mau menikah saja dengan tante Melly, biar aku juga punya ibu kayak Daffa? Nek, bilang sama ayah, menikah aja dengan tante Melly biar kita bisa tidur bertiga d
Hari ini seharian Aldo tidak mau berbicara denganku. Jika aku bertanya dia juga tidak mau menjawabnya. Marahlah ceritanya. Kadang aku tertawa melihat tingkah anak pak Abdi yang satu ini. Suka memaksakan kehendak dan selalu mau menang sendiri. Dia tidak pernah mau tahu bagaimana perasaan ayahnya terhadap aku. Kenapa pula dia marah, seharusnya ayahnya lah yang dimarahi karena tidak pernah mengajak aku untuk menikah dengannya. 'Lho kok aku pula yang ngebet sama duda ganteng itu. Waduh bahaya ini." "Mel, nanti kawani ibu belanja ke pasar ya. Stok bahan makanan di dapur sudah menipis. Kemaren ibu ajak kamu gak mau." titah wanita yang telah melahirkanku ke dunia ini. "Bukan gak mau, Bu. Kemaren Melly capek seharian mengantar anak-anak sekolah. Belum lagi pulangnya mengurus toko jadi, rasanya tubuh ini perlu istirahat sebentar," jawabku berusaha membela diri. "Ah kau, Mel. Masih muda saja sudah lemah dan lesu begitu. Bagaimana jika seumuran ibu? Bisa-bisa tiduran saja kamu seharian. Lema
Tiga bulan telah berlalu. "Kak, tadi malam pak Bayu melamar kakak untuk menjadi istrinya. Beliau sangat menginginkan kakak menjadi ibu sambung bagi putra semata wayangnya," ujarku pada kakak ipar yang sedang membuat sarapan untuk sekeluarga. "Kamu jawab apa?" tanyanya seraya terus mengaduk nasi diatas penggorengan. "Bayu belum berani membuat keputusan. Semua keputusan Bayu serahkan kepada Kakak. Kan yang menjalani rumah tangga bersama pak Abdi, Kakak. Bukan Bayu," ujarku seraya duduk diatas kursi meja makan Pagi-pagi aku telah bertandang ke rumah mertua untuk menyampaikan berita gembira ini. Menurut aku sih kabar gembira. Karena akhirnya kak Melly dilamar oleh pak Bayu yang merupakan seorang perwira polisi. Setelah rumah kami selesai dibangun, kami bertiga pindah ke rumah baru. Sementara kak Melly dan ibu mertua tetap bertahan di rumah sewa, begitu juga pak Abdi. Jadi mereka tetap bertentangga sampai sekarang. "Kakak tidak mau, Bay. Kakak masih betah menjanda," jawab kak Melly.
Melly"Tante, kenapa tidak mau menikah dengan ayahku. Apa ayahku terlalu jelek sehingga tante tidak mau menjadi istrinya?" tanya Aldo memelas.Bukan aku tidak mau menjadi istri dari pak Abdi. Tapi bagaimana ya? Pak Abdi sendiri tidak pernah membahas masalah itu. Masak aku duluan yang harus nyosor beliau? Dimana harga diri aku sebagai wanita. Walaupun seorang janda aku juga punya harga diri. Tidak mudah obral sana sini."Tante tidak bisa menikah dengan polisi. Tante takut melihat lelaki berseragam coklat. Bisa-bisa Tante pipis di celana karena ketakutan," ujarku berbohong. Pak Abdi hanya melihat sekilas saja, kemudian melempar pandangannya keluar kamar hotel. "Ayah Aldo tidak jahat, Tante. Ayolah Tante menikah dengan ayah Aldo. Kalau tidak mau, Aldo bunuh diri!" Ancam bocah lima tahun itu. Kemudian dia berlari ke luar penginapan. Baru saja sampai penginapan dia sudah banyak drama, padahal capeknya saja belum hilang."Aldo!" Teriak pak Abdi seraya mengejar jagoannya yang hendak menyebe
"Bajingan kamu," teriak Andre. Tangannya memegang sebilah belati dan melempar ke arahku. Bersyukur tidak mengenai tubuh ini karena sempat mengelaknya. "Jangan kau harap akan keluar hidup-hidup dari sini." Ancam mas Andre dengan melancarkan tendangan demi tendangan ke arahku sehingga mengenai perut ini. Bugh Sebuah tendangan mengenai dada membuat tubuh ini limbung dan hampir saja terjatuh jika saja tidak segera aku pegangan ke dinding. Sebelum dia melancarkan kembali aksinya, para aparat keamanan sudah mengepung sehingga membuat dia tidak bisa berkutik lagi. Aku segera mundur dan polisi pun melaksanakan tugasnya. "Bedebah kau, pengkhianat. Kau menjebakku dengan pura-pura menjadi kurir. Dasar bajingan!" Segala sumpah serapah keluar dari mulut busuk mas Andre. Dia sangat sakit hati karena telah dijebak tetapi dia tidak sadar jika perbuatannya dengan menjebak aku dengan Risma lebih sakit lagi. "Kamu tidak kenapa-kenapa kan, Bay?" tanya pak Abdi. Dia bertanya dengan nafas tersengal-s
"Tadi malam wanita yang bernama Sofia menelpon aku. Dia mengancam akan menyebarkan foto bugil kita berdua jika kita tidak jadi menikahi!" ucapan Risma membuat emosiku naik keubun-ubun."Jadi, dalangnya Sofi?" tanyaku dan dijawab dengan anggukan oleh wanita yang telah dijebak denganku dikamar hotel itu."Kamu kenal wanita itu?" tanya Risma takut-takut."Aku gak terlalu kenal sama dia tapi setauku, Sofi sahabat dekat dengan Andre, mantan kakak ipar," beberku. Kurasa ini ada hubungannya dengan Andre. Mungkin juga dia sudah keluar dari tahanan dan pasti sedang merencanakan kehancuran aku dan Naya. Aku tidak akan tinggal diam atas perlakuan mereka itu. Akan kutuntut siapapun dia, walaupun sampai ke lobang semut. Tidak akan kubiarkan mereka bebas menikmati udara segar diluar sana."Tapi kenapa aku yang dijadikan korban disini?" tanya Risma dengan suara serak."Kebetulan saja kamu ada disitu," jawabku dengan tangan mengepal kuat, buku-buku jariku memutih sangking kuatnya. Jika ada Andre di
"Kau harus menikah dengan Bayu." titah Sopia."Kau tau sendiri 'kan. Bayu itu sudah punya anak dan istri. Aku tidak sudi berbagi suami. Aku tidak mau menjadi pelakor dalam rumah tangga orang," tandasku."Sekarang pilihan semuanya kuserahkan padamu. Menikah dengan Bayu dan namamu akan bersih. Video syur kamu akan ku hapus tetapi ... " suara Sopia terputus dan aku merasakan ada yang tidak beres dengan perkataannnya."Tetapi apa." Aku semakin penasaran dengan wanita berhati srigala ini. Yang jelas aku sudah dijebak oleh mereka."Jika kamu menolaknya siap - siap aja kamu menerima hinaan dan cacian karena foto syur kamu dengan Bayu akan aku sebarkan.""Kamu manusia paling jahat berhati iblis.""Hahaha ... sekarang kamu pilih mana. Aku tidak akan memaksamu. Semua ku serahkan kepadamu," ujar Sofia seraya memutuskan panggilannya.Aku harus mengikuti perintah Sofia sebelum foto itu disebar. Diri ini menjadi curiga kenapa bisa aku dan Bayu bisa berada sekamar hotel. Berarti Sofia yang telah mem
"AAAAARRRRGGGGHHHH." Aku menyugar kasar rambut ini. Apa yang telah terjadi tadi malam. Kenapa diri ini bisa berada di kamar hotel bersama wanita? Siapa yang telah membawa aku berdua dengan Risma kemari?Dan ...Wanita ini kenapa tidak menolak saat dibawa ke hotel dan tidur dengan orang yang tidak dikenal sama sekali. Atau ini semua hasil perbuatan Risma? Otakku terus bertanya - tanya.Masih teringat terakhir aku minum jus orange dan aku masih sadar, sesudah itu kepala ini terasa sangat pusing dan tiba - tiba saja pandangan ikut gelap. Hmmm ... apakah ada orang yang sengaja menjebakku dengan menaroh sesuatu dalam minuman?"Aku gak mau tau. Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu terhadap aku.""Risma ... aku gak kenal kamu. Dan aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi tadi malam. Aku yakin kamu telah menjebak aku. Kamu kan yang menaruh obat dalam minumanku?" Tuduhku kepada wanita yang baru kukenal tetapi telah membuat hancur duniaku. Apa yang akan terjadi jika Naya mengetahui
"Bay, aku ke kamar mandi dulu, ya?" pamit Hendra. "Silahkan, Hen." Setelah kepergian Hendra aku sendirian saja duduk dikursi tamu. Tidak ada yang berkeinginan untuk duduk sekedar basa basi saja. Diri ini seperti tersangka yang siap dikuliti hidup-hidup. Tidak enak rasanya seperti ini. Kalau tahu begini jadinya tidak akan aku menghadiri acara ini. Mereka betul - betul telah memperlakukan aku begitu hina didepan khalayak ramai. Tak berapa lama datang seorang wanita muda dan aku betul-betul tidak ingat siapa namanya. Sepertinya dia bukan kalangan pengusaha. Mungkin salah satu istri dari anggota pengusaha. Entahlah. Aku pusing gara-gara Ratih yang sedang meringkuk di jeruji besi. "Bay, aku tau bagaimana serba salahnya kamu. Aku juga tau kamu tidak bersalah dalam masalah ini. Gak usah terlalu kamu pikirkan mereka itu yang bisanya hanya menuduh dan menghakimi orang aja bisa tanpa mau tau kebenarannya." Aku hanya melihat wanita yang sok akrab tersebut tanpa bereaksi apa-apa. Entah kenap
"Dek, Mas berangkat dulu, ya?" Berat rasanya meninggalkan belahan jiwaku. Kenapa rasanya seperti akan meninggalkan mereka dalam waktu yang lama? Aku sangat menyayangi Naya dan Daffa. Bersama merekalah aku bahagia. Naya pandai menghargai aku sebagai seorang suami. Bersamanya aku bisa merasakan menjadi lelaki seutuhnya, lelaki yang mempunyai martabat dan harga diri. "Iya. Hati-hati ya, Mas. Jangan lama-lama pulang. Nanti kami kangen," titah Naya seraya tersenyum. "Iyalah. Sebenarnya Mas sangat malas menghadiri acara itu. Gak ada manfaatnya bagi kita. Makanya mas ajak Adek biar ada alasan nanti jika mau pulang sebelum jam 12.00." "Kalau Adek sih mau-mau aja. Kasian Daffa kena angin malam, Mas!" "Kan gak setiap malam kita bergadang di jalan. Sekali setahun. Yok lah." Ajakku dan tetap saja Kinan menolaknya. "Bukan masalah begadang. Bahaya bawa anak kecil di jalan malam-malam. Jalannya macet, padat merayap. Biasanya banyak kecelakaan. Nauzubillah. Mas hati-hati ya?" pesan Naya seraya
"Mas, jangan lupa besok lusa ada acara temu ramah dan silaturrahim antara pengurus dan anggota Himpunan pengusaha muda di hotel Leon jalan pahlawan, ya!" ujar Naya mengingatkan karena dia sangat tau jika suaminya pelupa. "Adek ikut juga ya." ajakku. "Kalau Adek ikut, bagaimana dengan Daffa? Dia sudah terlalu sering kita tinggal, Mas. Anak itu jadi kurang kasih sayang dari orang tuanya. Takutnya dia tidak dekat sama kita. Malah lebih nurut kepada orang lain daripada orang tuaya sendiri." Alasan Naya ada benarnya juga. "Bukan gitu, Dek. Mas ingin mengenali istri kepada sesama pengusaha muda, Nay? Mereka gak ada yang kenal Adek katanya." "Adek rasa tidak perlu juga adek terlalu dikenali sama kawan Mas. Nanti mereka kepincut pula," seloroh Naya sambil berlalu dan aku hanya bisa tersenyum - senyum sendiri melihat tingkah istriku. "Dek, besok ikut aja ya?" Aku memohon pada Naya untuk tetap menemaniku pada acara temu ramah yang diadakan dihotel menjelang pergantian tahun. Acara puncak d