Semua Bab Istri yang Kau Selingkuhi Ternyata Anak Pewaris: Bab 41 - Bab 50

230 Bab

Bab 41. Tikus Masuk Kamar

"Mas, kamu bisa pulang cepat nggak hari ini?" Vivi menelponku ketika aku masih berada di pabrik. Suaranya terdengar cemas."Memangnya kenapa, Sayang? Aku nggak bisa pulang cepat, bisa kena tegur nanti." "Ya, pokoknya aku nggak suka Mas masak kamar kita begitu sih!" sungut Vivi dari seberang sana. Entah apa maksudnya."Ehm boleh nggak sih Mas kalau aku tuker kamar sama Mbak Nisa, biar Mbak Nisa aja lah yang di belakang itu!"Jelas ibu pasti tak setuju, Nisa kan menantu kesayangannya."Vi, sabar dulu ya, nanti kita bahas pas Mas udah di rumah ya. Sekarang Mas kerja dulu, nggak enak di lihat atasan."Aku pun mengakhiri panggilan telepon, yang tentunya membuat dia kesal pasti. Saat pulang kerja, aku meminta dibuatkan teh pada Anisa, entah mengapa aku rindu teh buatan tangannya. Aku rindu masakannya.Anisa memang selalu pandai meramu makanan dan minuman sehingga selalu pas di lidahku.Namun lagi dan lagi aku harus menelan kekecewaan. Anisa menolak membuatkan minuman untukku, mungkinkah i
Baca selengkapnya

Bab 42. Surat peringatan

"Vi, cepat buka pintunya!" seruku karena Vivi posisinya lebih dekat dengan pintu. Namun ia justru ketakutan sambil terus berjingkat.Akhirnya dengan cepat aku meraih daun pintu dan membukanya. Tikus itu pun langsung lari keluar kamar. "Hii! Mau sampai kapan kita tinggal di kamar ini Mas! Mbak Nisa mah enak, dia tidur di kamar yang nyaman, sementara aku?" Vivi terus saja menggerutu."Dah tidur lagi aja Vi," ajakku."Mana bisa tidur aku Mas! Kalau nanti tiba-tiba ada tikus jatuh lagi di sini gimana?""Nggak ada! Sudah tidur ini masih malam."Aku menarik sarung kembali untuk tidur."Mas, kalau tahu tinggal di rumah ibu begini, kita di kamar sempit pengap begini, mendingan kita tinggal di rumah itu lagi Mas! Aku nggak betah di sini." Vivi terus saja merengek seperti anak kecil, padahal mataku sudah sangat ngantuk.Aku hanya menghela napas."Rumah itu kan sudah di kontrakin sama Ibu Vi, mana bisa kita tinggal di sana, masih ada orang yang ngontrak.""Ya kan, bisa kita usir aja Mas orang i
Baca selengkapnya

Bab 43. Siapa Mayang?

"Bagaimana kondisi bayi dalam kandungan istri saya Dok?" tanyaku pada dokter muda dan juga cantik yang jadi dokter langganan Vivi periksa kandungan."Baik, sehat. Hanya saja ini kan sudah mulai menginjak trimester kedua, ada baiknya tetap hati-hati saat melakukan hubungan intim, goncangan yang terjadi di khawatirkan mengganggu kondisi janin di dalam rahim Ibu." Dokter menjelaskan.Semenjak Vivi hamil aku mulai membatasi diri untuk tidak sering-sering menyentuhnya. Jadi semua yang dokter katakan aku tidak terlalu mempermasalahkan."Tetap jaga asupan makanan, gizi seimbang agar berat janin terus meningkat dengan baik dan sehat ya, Bu. Seperti biasa nanti akan saya berikan resep vitamin dan juga suplemen untuk menunjang kebutuhan ibu dan bayi."Usai mendengarkan penjelasan dokter kami pun pamit pulang.Aku mengendarai motor melalui jalanan yang biasa kulalui.Namun tak di sangka, motorku mendadak bocor, saat kuperiksa kondisi ban, ternyata ada paku yang menancap di ban. Ah Sial."Vi, kay
Baca selengkapnya

Bab 44. Aku Ingin Keduanya

"Benarkah?" tanyaku menelisik."Iyalah. Untuk apa juga aku berbohong," ketus Vivi."Ya sudah, tolong buatkan Mas teh, Mas capek sekali," titahku."Oke siap. Tunggu ya." Dengan cepat Vivi menyambar ponsel miliknya yang ada di tanganku, kemudian berlalu ke dapur membuatkan teh untukku.Tumben sekali dia langsung gerak cepat melakukan apa yang kuminta tanpa mengeluarkan seribu alasan dulu.Aku merebahkan tubuhku di atas kasur busa tipis tempat kami tidur."Mas ini tehnya." Vivi mengangsurkan secangkir teh, uap panas masih mengepul diatasnya. Aroma melati yang menguar membuatku teringat kebiasaanku dengan Anisa setiap pagi, menikmati secangkir teh berdua dengan beberapa gorengan atau dengan nasi goreng yang kerap kali dihidangkan olehnya.Nisa memang sering kali membuat nasi goreng di pagi hari. Sejak aku masih menganggur dulu, Anisa seperti terbiasa hidup hemat, hingga keterusan sering menghidangkan nasi goreng untuk sarapan kami. Tapi herannya aku tak pernah bosan dengan menu satu itu,
Baca selengkapnya

Bab 45. Melepas Sang Bidadari

"Perjanjian kita telah selesai, aku putuskan untuk mundur dari pernikahan ini Mas, aku sudah muak dengan semuanya, aku berhak meraih bahagiaku meski bukan denganmu, biarkan aku pergi," Anisa berkata dengan tenang dan penuh keyakinan.Tentu aku kaget dan tak menyangka akan secepat ini ia mengambil sebuah keputusan besar ini."Apa?!"Aku menatap dalam kedua manik matanya. Netra itu telah di penuhi kaca-kaca. Aku bisa melihat adanya luka mendalam di sana. Entah mengapa hati ini begitu nyeri hanya dengan bersitatap dengan pemilik netra ini.Sejujurnya aku masih ingin merengkuhnya. Jauh di dalam lubuk hati ini, namanya masih terukir jelas di sana. Namun wanita cantik nan penurut ini telah terluka karenaku. Dan hari ini ia meminta untuk dibebaskan untuk meraih bahagianya.Lantas pantaskah aku menghalangi itu, pantaskah aku menyakitimu lebih dalam lagi? Sedang selama ini ia berusaha tegar dalam sikap tenangnya. Berusaha kuat dalam setiap detik hidupnya.Aku mengepalkan tangan ini kuat-kuat.
Baca selengkapnya

Bab 46. Tak Hadir

Esok hari Anisa sudah berkemas untuk pindah dari rumah ini. Semua baju dan barang-barang miliknya sudah ia kemas rapi."Yan," panggil Ibu."Ibu sudah tak tau lagi untuk menahan Anisa di sini," ucap Ibu pelan dengan tatapan nanar.Aku hanya meneguk ludah mendengarnya. Hari ini hari Minggu jadi aku bisa beristirahat di rumah."Ini adalah kesalahan terbesar kamu Yan, kamu menyia-nyiakan Anisa. Kamu tega menyakiti Ibu, Yan," ucap Ibu dengan suara parau."Maafkan Iyan Bu, Iyan menyesal.""Terlambat Yan, menyesal di saat Anisa sudah menyerah menjadi istrimu itu semua tak ada gunanya. Kamu yang memilih jalan ini, kamu lebih memilih Vivi perempuan murahan yang tak tau sopan santun itu daripada Anisa yang lembut dan penurut. Ibu nggak habis pikir Yan!"Aku ternganga mendengar ucapan ibu, meski ucapan itu sudah berulang kali ini ucapkan padaku, tetap saja menyentil perasaanku. Tapi aku tak marah itu sudah biasa karena ibu sangat menyayangi Anisa.Sebuah mobil pick up telah berhenti di halaman r
Baca selengkapnya

Bab 47. Di pecat

"Mas, kamu kok masih di rumah, nggak jadi pergi hadiri sidang?" tanya Vivi yang mungkin merasa heran karena waktu sudah menunjukkan jam sembilan lebih tapi aku malah duduk di sofa ruang tamu rumah ini.Ibu sedang mengecek konveksi yang lokasinya sekitar sepuluh menit dari rumah ini.Aku diam tak menanggapinya. "Baguslah kalau kamu memutuskan nggak hadir, dengan begitu akan lebih cepat proses cerai kalian." Lagi Vivi berucap dengan nada girang. Aku membuang napas kasar."Kamu jangan gitu dong Sayang, aku yakin kok setelah kamu resmi cerai sama Mbak Nisa, kamu bisa fokus sama aku dan anak kita." Vivi bergelayut manja di lenganku. Aku hanya tersenyum kecut."Hah, akhirnya kita bisa hidup tenang ya Mas, tanpa bayang-bayang Mbak Nisa di rumah ini." Aku masih diam walau Vivi terus saja bicara di dekatku. Jemari lentiknya menari-nari di dada ini, membelai lembut hingga menghadirkan sensasi lain dalam diri ini."Mas, kamu kenapa? Masih kepikiran Mbak Nisa? Hem?" Kali ini tangan lembutnya men
Baca selengkapnya

Bab 48. Banyak Hutang

"I–ini maksudnya apa Pak?" Aku menatap kertas yang kupegang. Sungguh aku tak percaya, ini seperti mimpi buruk."Bisa Bapak bisa baca sendiri keterangannya di surat itu Pak. Mohon maaf sekali kami tak bisa membantu banyak."Tertulis di sana aku terkena PHK karena sering kali tak masuk kerja, kinerjaku di anggap buruk di mata management perusahaan, tidak disiplin, tidak kompeten dan lain sebagainya. Tanpa sadar aku meremat kuat kertas yang ada dalam genggaman."Seperti yang Bapak tahu bulan kemarin Bapak sudah mendapatkan SP dua bukan, itu sudah merupakan warning untuk Bapak memperbaiki kinerja Bapak, bukan malah sebaliknya, saya lihat Pak Adrian ini justru santai-santai saja, masih sering tak masuk, seringkali tak ada kabar. Ingat Pak, kita kerja juga perlu etika yang baik, profesional itu sangat penting," jelas Pak Edi yang terlihat seperti menahan emosi.Sementara Mas Faris hanya diam menatapku."Ma–Mas Faris, tolong bantu saya Mas," ucapku memohon pada Mas Faris yang duduk di sampin
Baca selengkapnya

Bab 49. Teka-teki

Siapa Dia? Kenapa aku seperti familiar dengan postur tubuhnya?Driver ojeg online yang beberapa waktu lalu pernah dipesan oleh Vivi kala motorku bocor. Apakah kali ini Vivi juga memesan ojeg online untuk mengantarnya pergi? Kalau iya, mengapa kebetulan mendapatkan driver yang sama? Dan lagi laki-laki itu kembali tak memakai jaket kebesarannya yang berwarna hijau.Jika dia driver ojol, mengapa tak menjemputnya di rumah?Kenapa Vivi harus berjalan dulu hingga ke ujung jalan? Aku tau bagaimana Vivi, ia paling tak suka di suruh jalan, apalagi sekarang cuaca tengah terik. Waktu menunjukkan pukul setengah dua belas siang.Kenapa? Kenapa? Dan kenapa? Begitu banyak pertanyaan yang mengganjal dihatiku. Aku perhatikan dengan seksama gerak gerik wanita yang perutnya terlihat membuncit ini. Vivi langsung menerima helm dari tangan laki-laki itu, senyum manis tergambar jelas di bibir keduanya. Ketika Vivi terlihat kesulitan memakai helmnya, dengan cekatan laki-laki itu membantu memakaikan helm hi
Baca selengkapnya

Bab 50. Makin Pusing

Lalu yang sedang berbalas chat denganya, Mayang yang mana?aku makin pusing dibuatnya. Tak lama semangkuk mie ayam untukku kini telah tiba di hadapanku. Aku pun langsung menyantapnya tanpa banyak bicara lagi. Ketika Pikiranku sedang kalut begini, aku kerapkali melampiaskannya dengan banyak makan."Pelan-pelan Mas makannya," ucap Vivi yang mungkin melihatku begitu lahap makan."Mas lapar," jawabku datar."Kamu udah kenal lama sama Mayang?" "Hem, Mayang? Oh, ehm, udah lama Mas, dari waktu kami dulu jadi SPG bareng.""Vivi pun melanjutkan makan mie ayamnya, dengan netra masih fokus pada layar ponselnya."Abis ini kita pulang ya," ajakku."Pulang? Nggak lah, kita belanja dulu.""Hah, belanja?" Aku sedikit syok mendengar jawabannya."Kamu kenapa sih? Biasa aja kali, nggak kayak biasanya denger aku mau belanja kek horor banget," ketus Vivi.Ya memang horor, pasalnya aku sudah tak punya uang, kerjaan pun aku sudah tak punya."Vi, kamu kan lagi hamil, mending jangan terlalu capek, kita pula
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
23
DMCA.com Protection Status