Mas! Ini apa?" tanyaku seraya menyentuh sebuah titik merah leher Mas Adrian. Ah bukan titik ini lebih panjang kemerahan. "Ah, oh ini? Ekhem ini mungkin gigitan nyamuk," sebait senyum muncul di bibirnya. "Gigitan nyamuk? Kurasa gigitan nyamuk bukan seperti ini Mas. Ini seperti ...." "Nisa! Sudahlah. Mas capek, mau istirahat ya! Kamu jangan mikir yang aneh-aneh." Aku terkejut. Jelas itu bukan gigitan nyamuk. Itu seperti bekas cupang. Padahal kami tidak melakukan hubungan suami istri selama hampir seminggu ini. Lalu bekas cupang itu milik siapa? * Anisa harus menelan pil pahit saat tau ternyata suaminya berselingkuh dengan sepupunya sendiri. Belum kering luka sakit hatinya, Anisa di buat bingung karena Tante Ranti seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Setelah kematian ibunya, ia seperti terbuang jauh dari keluarganya, bahkan sejak bayi ia tak mengenal satu pun keluarga dari ayahnya. Bagaimana caranya Anisa menghadapi kenyataan pahit saat tau suaminya telah bermain api di belakangnya? Akankah, Anisa bisa tegar menghadapi permasalahan hidupnya dan berhasil menemukan jalan tentang asal-usul dirinya? Yuk baca kisah selengkapnya hanya di Good Novel.
View More"Hari ini lembur lagi Mas?" tanyaku pada Mas Adrian yang tengah bersiap pagi ini hendak berangkat kerja.
"Iya Sayang, Mas pergi dulu ya, malam kalau kamu ngantuk, tidur aja nggak usah nunggu Mas pulang, kan Mas bawa kunci." Mas Adrian mengecup lembut pucuk kepalaku, dan beranjak hendak keluar rumah.
"Tak bisakah kamu izin untuk tidak lembur hari ini Mas, aku juga butuh waktu kamu Mas! Sabtu Minggu kemarin juga kan Mas lembur," sungutku.
"Nisa! Harusnya kamu itu bersyukur aku masih bisa kerja bahkan bisa ambil lembur untuk memenuhi kebutuhan kita, kamu lihat orang-orang di luar sana yang masih kebingungan mencari pekerjaan kesana kemari!"
"Tapi Mas–"
"Sudahlah Anisa! Kamu jangan manja! Toh juga aku perginya untuk kerja, bukan untuk keluyuran yang nggak jelas. Harusnya kamu semangatin suamimu ini sebelum keluar rumah menjemput rezeki, bukan malah sebaliknya," ucap Mas Adrian sedikit kesal.
"Hm, iya Mas. Maaf pagi-pagi sudah membuatmu kesal."
"Ya sudah, Mas berangkat dulu! Kamu baik-baik di rumah." Aku meraih punggung tangannya, sebelum Mas Adrian keluar rumah.
"Hati-hati Mas!"
"Udah di kasih enak di rumah tak perlu ikut kerja, masih juga maunya ini itu." Masih kudengar jelas Mas Adrian menggerutu sambil berlalu.
Aku hanya bisa menghela napas berat. Bukan maksudku seperti itu, aku hanya rindu kebersamaan bersama suamiku. Karena Mas Adrian selalu pulang malam, sampai di rumah jam sembilan kadang jam sepuluh malam, tak jarang aku ketiduran saat menungguinya pulang.
Weekend pun sama ia mengambil lembur dan pulang sore hari, dan sepulang bekerja pun di rumah hanya sibuk dengan ponselnya.
Ada kesedihan dalam hati ini, beberapa bulan terakhir ini Mas Adrian hampir setiap hari bekerja lembur, tapi uang bulanan yang ia berikan untukku tak berubah, tak lebih dari dua juta rupiah yang ia berikan padaku untuk membayar biaya sewa rumah ini, listrik, air dan kebutuhan dapur.
Mas Adrian selalu bilang sebagian uangnya sudah ia transfer untuk ibunya dan biaya kuliah Dania adiknya, karena kini Dania sudah menginjak semester akhir dan ia butuh banyak biaya untuk kuliahnya. Aku tak masalah selama itu masih hal yang wajar. Wajar seorang kakak membantu membiayai pendidikan adiknya. Wajar seorang anak membantu perekonomian ibunya terlebih anak laki-laki.
Aku Anisa Andara Putri, hidup seatap dengan suamiku tapi aku merindukannya, rindu akan waktu untuk bersama seperti dulu. Apa aku egois? Atau aku berlebihan? Padahal suamiku capek-capek bekerja bahkan dengan mengambil lembur demi untuk mendapatkan uang lebih.
Aku menatap sendu kepergian Mas Adrian.
Dering ponsel panggilan masuk seolah menarikku dari lamunan. Tertera nama Dania di layar pipihku.
"Hallo Assalamualaikum Mbak Nisa!"
"Wa'alaikumusalam, Nia."
"Ehm ini Mbak, maaf aku mau nanya ke Mbak Nisa kenapa Mas Adrian sampai tanggal segini belum transfer ke Ibu ya Mbak? Dari kemarin ibu nanyain, mau nanya ke Mas Adrian tapi HP nya nggak bisa di hubungi terus, jadi terpaksa aku nanya ke Mbak Nisa."
Degh!
Belum transfer ke Ibu. Bukankah ini sudah pertengahan bulan, biasanya Mas Adrian langsung mentransfer sebagian gajinya pas tanggal gajian akhir bulan.
"Oh emang belum di transfer ya Ni! Nanti Mbak tanyain ya kalau Mas Adrian pulang kerja, Apa mungkin Dia lupa, nanti Mbak tanyain ya!" jawabku berusaha setenang mungkin.
Pasalnya akhir bulan kemarin jelas-jelas saat Mas Adrian memberiku uang bulanan, dia bilang sebagian uangnya sudah di transfer ke rekening ibunya.
"Iya Mbak, makasih ya Mbak. Maaf selalu merepotkan Mas Adrian dan Mbak Nisa."
"Nggak apa-apa Nia. Kamu rajin-rajin ya kuliahnya, biar lulus nanti jadi orang sukses," ucapku tulus.
"Iya Mbak. Ya udah ya, Dania mau siap-siap ke kampus, Assalamualaikum."
Panggilan berakhir. Menyisakan tanya di dalam dada, kemana sebenarnya sebagian uang gajinya Mas Adrian kalau tidak di kirimkan untuk Ibu. Padahal Mas Adrian lembur setiap hari, pasti gajinya juga bukan lagi gaji UMR yang diterima, tapi lebih dari itu.
Apa Mas Adrian punya hutang?
Ah sepertinya tidak, Mas Adrian selalu bilang padaku jika ada sangkutan hutang dengan orang lain.
Biarlah nanti aku aku cari tau, sekarang aku harus bersiap untuk ke rumah Bu Salma.
Seperti biasa setelah pekerjaan rumah selesai, jam sembilan pagi aku pergi ke rumah Bu Salma untuk membantunya membuat kue. Ya, itu sambilan yang bisa aku kerjakan.
Upah dari Bu Salma bisa kusisihkan untuk dana darurat. Karena uang bulanan dari Mas Adrian bisa dibilang sangat pas-pasan bahkan terkadang kurang jika tiba-tiba ada kebutuhan mendesak.
*
"Sudah pulang Mas?" tanyaku pada Mas Adrian yang baru saja masuk rumah. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam."Iya. Kamu belum tidur?"
"Aku nunggu kamu Mas. Kita makan yuk, aku sudah masakin makanan kesukaan kamu," ajakku.
"Mas sudah makan. Mas mau langsung tidur. Capek," jawabnya sambil berlalu ke kamar.
Tapi tunggu! Ada yang berbeda saat aku tatap wajah Mas Adrian. Terlihat segar.
Aku yang mengekor dibelakangnya mencium aroma segar dari tubuh suamiku.
"Mas tunggu! Mas sudah mandi? Rambutmu juga basah," Aku menatap lekat ke arahnya.
"Oh, ehm ini. Iya tadi setelah selesai bekerja Mas merasa gerah, jadi mandi sekalian di sana." Mas Adrian menjawab tanpa menatapku. Sedikit gugup, itu yang aku tangkap dari gelagatnya.
"Haruskah kamu juga keramas di kamar mandi pabrik Mas?" tanyaku penuh selidik. Wangi sampo juga tercium di rambut basahnya.
Aku juga pernah bekerja di pabrik produksi, jarang sekali ada karyawan yang sampai mandi di sana. Selain waktu istirahat yang singkat juga di rasa ribet mandi di sana tanpa adanya sabun, handuk, dan lainya.
"Iya. Tadi di line kipas anginnya mati jadi panas banget makanya mandi sekalian pas pekerjaan selesai sambil nunggu bel pulang." Kali ini Mas Adrian menjawab dengan santai disertai dengan senyum.
Aku masih bergeming, rasanya aneh aja. Atau mungkin di pabrik tempatnya bekerja memang berbeda dengan pabrik tempatku bekerja dulu.
Aku menatapnya lekat. Netra ini melihat seperti bekas kissmark di leher sebelah kanan.
"Heh Kenapa? Kamu nggak percaya sama suamimu? Sudahlah Nisa! Mas pulang kerja itu capek masih juga kamu berpikir yang tidak-tidak!" sentak Mas Adrian yang melihatku masih terdiam, seolah tahu isi pikiranku yang tak mempercayainya.
"Mas! Ini apa?" tanyaku seraya menyentuh sebuah titik merah. Ah bukan titik ini lebih panjang kemerahan.
"Ah, oh ini? Ekhem ini mungkin gigitan nyamuk," sebait senyum muncul dibibirnya.
"Gigitan nyamuk? Kurasa gigitan nyamuk bukan seperti ini Mas. Ini seperti ...."
"Nisa! Sudahlah. Mas capek, mau istirahat ya! Kamu jangan mikir yang aneh-aneh." Mas Adrian menepis kasar tanganku yang hendak menyentuh lehernya.
Aku terkejut.
Jelas itu bukan gigitan nyamuk. Itu seperti bekas cupang. Padahal kami tidak melakukan hubungan suami istri selama hampir seminggu ini. Lalu bekas cupang itu milik siapa?
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments