Istri yang Kau Selingkuhi Ternyata Anak Pewaris

Istri yang Kau Selingkuhi Ternyata Anak Pewaris

last updateLast Updated : 2024-03-17
By:  Tifa NurfaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
9.4
14 ratings. 14 reviews
230Chapters
318.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Mas! Ini apa?" tanyaku seraya menyentuh sebuah titik merah leher Mas Adrian. Ah bukan titik ini lebih panjang kemerahan. "Ah, oh ini? Ekhem ini mungkin gigitan nyamuk," sebait senyum muncul di bibirnya. "Gigitan nyamuk? Kurasa gigitan nyamuk bukan seperti ini Mas. Ini seperti ...." "Nisa! Sudahlah. Mas capek, mau istirahat ya! Kamu jangan mikir yang aneh-aneh." Aku terkejut. Jelas itu bukan gigitan nyamuk. Itu seperti bekas cupang. Padahal kami tidak melakukan hubungan suami istri selama hampir seminggu ini. Lalu bekas cupang itu milik siapa? * Anisa harus menelan pil pahit saat tau ternyata suaminya berselingkuh dengan sepupunya sendiri. Belum kering luka sakit hatinya, Anisa di buat bingung karena Tante Ranti seperti menyembunyikan sesuatu darinya. Setelah kematian ibunya, ia seperti terbuang jauh dari keluarganya, bahkan sejak bayi ia tak mengenal satu pun keluarga dari ayahnya. Bagaimana caranya Anisa menghadapi kenyataan pahit saat tau suaminya telah bermain api di belakangnya? Akankah, Anisa bisa tegar menghadapi permasalahan hidupnya dan berhasil menemukan jalan tentang asal-usul dirinya? Yuk baca kisah selengkapnya hanya di Good Novel.

View More

Chapter 1

Bab 1. Bekas Cupang di Leher suamiku

"Hari ini lembur lagi Mas?" tanyaku pada Mas Adrian yang tengah bersiap pagi ini hendak berangkat kerja.

"Iya Sayang, Mas pergi dulu ya, malam kalau kamu ngantuk, tidur aja nggak usah nunggu Mas pulang, kan Mas bawa kunci." Mas Adrian mengecup lembut pucuk kepalaku, dan beranjak hendak keluar rumah.

"Tak bisakah kamu izin untuk tidak lembur hari ini Mas, aku juga butuh waktu kamu Mas! Sabtu Minggu kemarin juga kan Mas lembur," sungutku.

"Nisa! Harusnya kamu itu bersyukur aku masih bisa kerja bahkan bisa ambil lembur untuk memenuhi kebutuhan kita, kamu lihat orang-orang di luar sana yang masih kebingungan mencari pekerjaan kesana kemari!"

"Tapi Mas–"

"Sudahlah Anisa! Kamu jangan manja! Toh juga aku perginya untuk kerja, bukan untuk keluyuran yang nggak jelas. Harusnya kamu semangatin suamimu ini sebelum keluar rumah menjemput rezeki, bukan malah sebaliknya," ucap Mas Adrian sedikit kesal.

"Hm, iya Mas. Maaf pagi-pagi sudah membuatmu kesal."

"Ya sudah, Mas berangkat dulu! Kamu baik-baik di rumah." Aku meraih punggung tangannya, sebelum Mas Adrian keluar rumah.

"Hati-hati Mas!"

"Udah di kasih enak di rumah tak perlu ikut kerja, masih juga maunya ini itu." Masih kudengar jelas Mas Adrian menggerutu sambil berlalu.

Aku hanya bisa menghela napas berat. Bukan maksudku seperti itu, aku hanya rindu kebersamaan bersama suamiku. Karena Mas Adrian selalu pulang malam, sampai di rumah jam sembilan kadang jam sepuluh malam, tak jarang aku ketiduran saat menungguinya pulang.

Weekend pun sama ia mengambil lembur  dan pulang sore hari, dan sepulang bekerja pun di rumah hanya sibuk dengan ponselnya.

Ada kesedihan dalam hati ini, beberapa bulan terakhir ini Mas Adrian hampir setiap hari bekerja lembur, tapi uang bulanan yang ia berikan untukku tak berubah, tak lebih dari dua juta rupiah yang ia berikan padaku untuk membayar biaya sewa rumah ini, listrik, air dan kebutuhan dapur. 

Mas Adrian selalu bilang sebagian uangnya sudah ia transfer untuk ibunya dan biaya kuliah Dania adiknya, karena kini Dania sudah menginjak semester akhir dan ia butuh banyak biaya untuk kuliahnya. Aku tak masalah selama itu masih hal yang wajar. Wajar seorang kakak membantu membiayai pendidikan adiknya. Wajar seorang anak membantu perekonomian ibunya terlebih anak laki-laki.

Aku Anisa Andara Putri, hidup seatap dengan suamiku tapi aku merindukannya, rindu akan waktu untuk bersama seperti dulu. Apa aku egois? Atau aku berlebihan? Padahal suamiku capek-capek bekerja bahkan dengan mengambil lembur demi untuk mendapatkan uang lebih.

Aku menatap sendu kepergian Mas Adrian. 

Dering ponsel panggilan masuk seolah menarikku dari lamunan. Tertera nama Dania di layar pipihku.

"Hallo Assalamualaikum Mbak Nisa!"

"Wa'alaikumusalam, Nia."

"Ehm ini Mbak, maaf aku mau nanya ke Mbak Nisa kenapa Mas Adrian sampai tanggal segini belum transfer ke Ibu ya Mbak? Dari kemarin ibu nanyain, mau nanya ke Mas Adrian tapi HP nya nggak bisa di hubungi terus, jadi terpaksa aku nanya ke Mbak Nisa."

Degh!

Belum transfer ke Ibu. Bukankah ini sudah pertengahan bulan, biasanya Mas Adrian langsung mentransfer sebagian gajinya pas tanggal gajian akhir bulan.

"Oh emang belum di transfer ya Ni! Nanti Mbak tanyain ya kalau Mas Adrian pulang kerja, Apa mungkin Dia lupa, nanti Mbak tanyain ya!" jawabku berusaha setenang mungkin.

Pasalnya akhir bulan kemarin jelas-jelas saat Mas Adrian memberiku uang bulanan, dia bilang sebagian uangnya sudah di transfer ke rekening ibunya.

"Iya Mbak, makasih ya Mbak. Maaf selalu merepotkan Mas Adrian dan Mbak Nisa."

"Nggak apa-apa Nia. Kamu rajin-rajin ya kuliahnya, biar lulus nanti jadi orang sukses," ucapku tulus.

"Iya Mbak. Ya udah ya, Dania mau siap-siap ke kampus, Assalamualaikum."

Panggilan berakhir. Menyisakan tanya di dalam dada, kemana sebenarnya sebagian uang gajinya Mas Adrian kalau tidak di kirimkan untuk Ibu. Padahal Mas Adrian lembur setiap hari, pasti gajinya juga bukan lagi gaji UMR yang diterima, tapi lebih dari itu.

Apa Mas Adrian punya hutang? 

Ah sepertinya tidak, Mas Adrian selalu bilang padaku jika ada sangkutan hutang dengan orang lain.

Biarlah nanti aku aku cari tau, sekarang aku harus bersiap untuk ke rumah Bu Salma.

Seperti biasa setelah pekerjaan rumah selesai, jam sembilan pagi aku pergi ke rumah Bu Salma untuk membantunya membuat kue. Ya, itu sambilan yang bisa aku kerjakan.

Upah dari Bu Salma bisa kusisihkan untuk dana darurat. Karena uang bulanan dari Mas Adrian bisa dibilang sangat pas-pasan bahkan terkadang kurang jika tiba-tiba ada kebutuhan mendesak.

*

"Sudah pulang Mas?" tanyaku pada Mas Adrian yang baru saja masuk rumah. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.

"Iya. Kamu belum tidur?"

"Aku nunggu kamu Mas. Kita makan yuk, aku sudah masakin makanan kesukaan kamu," ajakku.

"Mas sudah makan. Mas mau langsung tidur. Capek," jawabnya sambil berlalu ke kamar. 

Tapi tunggu! Ada yang berbeda saat aku tatap wajah Mas Adrian. Terlihat segar.

Aku yang mengekor dibelakangnya mencium aroma segar dari tubuh suamiku.

"Mas tunggu! Mas sudah mandi? Rambutmu juga basah," Aku menatap lekat ke arahnya.

"Oh, ehm ini. Iya tadi setelah selesai bekerja Mas merasa gerah, jadi mandi sekalian di sana." Mas Adrian menjawab tanpa menatapku. Sedikit gugup, itu yang aku tangkap dari gelagatnya.

"Haruskah kamu juga keramas di kamar mandi pabrik Mas?" tanyaku penuh selidik. Wangi sampo juga tercium di rambut basahnya.

Aku juga pernah bekerja di pabrik produksi, jarang sekali ada karyawan yang sampai mandi di sana. Selain waktu istirahat yang singkat juga di rasa ribet mandi di sana tanpa adanya sabun, handuk, dan lainya.

"Iya. Tadi di line kipas anginnya mati jadi panas banget makanya mandi sekalian pas pekerjaan selesai sambil nunggu bel pulang." Kali ini Mas Adrian menjawab dengan santai disertai dengan senyum.

Aku masih bergeming, rasanya aneh aja. Atau mungkin di pabrik tempatnya bekerja memang berbeda dengan pabrik tempatku bekerja dulu.

Aku menatapnya lekat. Netra ini melihat seperti bekas kissmark di leher sebelah kanan.

"Heh Kenapa? Kamu nggak percaya sama suamimu? Sudahlah Nisa! Mas pulang kerja itu capek masih juga kamu berpikir yang tidak-tidak!" sentak Mas Adrian yang melihatku masih terdiam, seolah tahu isi pikiranku yang tak mempercayainya.

"Mas! Ini apa?" tanyaku seraya menyentuh sebuah titik merah. Ah bukan titik ini lebih panjang kemerahan.

"Ah, oh ini? Ekhem ini mungkin gigitan nyamuk," sebait senyum muncul dibibirnya.

"Gigitan nyamuk? Kurasa gigitan nyamuk bukan seperti ini Mas. Ini seperti ...."

"Nisa! Sudahlah. Mas capek, mau istirahat ya! Kamu jangan mikir yang aneh-aneh." Mas Adrian menepis kasar tanganku yang hendak menyentuh lehernya.

Aku terkejut.

Jelas itu bukan gigitan nyamuk. Itu seperti bekas cupang. Padahal kami tidak melakukan hubungan suami istri selama hampir seminggu ini. Lalu bekas cupang itu milik siapa?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Su Lastri
bagus menarik ceritanya
2025-01-04 01:59:02
1
user avatar
Elly Noerdin
bagus ceritanya
2024-12-28 16:26:29
1
user avatar
Astrilia Darus
seru ceritanya
2024-10-29 08:11:33
1
user avatar
Bunda Cantika
luar biasa' ceritanya
2024-06-21 14:30:38
1
user avatar
Dian N
nice and good
2024-04-15 15:08:29
3
user avatar
H n H
mulai baca ceritanya y... 06/04/24
2024-04-06 15:53:37
1
user avatar
Sasih Hasani
bagus ceritanya
2024-02-13 21:46:32
1
default avatar
Putri Chiyumi
Nover yg bagus..
2024-01-26 14:01:44
1
user avatar
Yanti Yulianti Efendi
Yaaah TAMAT...tapi keren mba cerita seru bikin...bikin saya senyum² sndiri ads cerita² lucu nya ......sukses trus ya buat mba tifa
2023-12-31 15:33:48
2
user avatar
Yuli Harni
good story
2023-11-19 11:03:32
1
user avatar
Siti Karlia
cerita bagus
2023-10-22 17:43:41
2
user avatar
Usman Istifaiyah
bagus ceritanya. semangat Anisa, jangan lemah
2023-09-15 10:10:21
2
user avatar
Nardi Matias Leo
cerita sangat menarik
2023-08-27 12:23:00
3
user avatar
Agus
bagus banget
2024-10-12 20:51:06
1
230 Chapters
Bab 1. Bekas Cupang di Leher suamiku
"Hari ini lembur lagi Mas?" tanyaku pada Mas Adrian yang tengah bersiap pagi ini hendak berangkat kerja."Iya Sayang, Mas pergi dulu ya, malam kalau kamu ngantuk, tidur aja nggak usah nunggu Mas pulang, kan Mas bawa kunci." Mas Adrian mengecup lembut pucuk kepalaku, dan beranjak hendak keluar rumah."Tak bisakah kamu izin untuk tidak lembur hari ini Mas, aku juga butuh waktu kamu Mas! Sabtu Minggu kemarin juga kan Mas lembur," sungutku."Nisa! Harusnya kamu itu bersyukur aku masih bisa kerja bahkan bisa ambil lembur untuk memenuhi kebutuhan kita, kamu lihat orang-orang di luar sana yang masih kebingungan mencari pekerjaan kesana kemari!""Tapi Mas–""Sudahlah Anisa! Kamu jangan manja! Toh juga aku perginya untuk kerja, bukan untuk keluyuran yang nggak jelas. Harusnya kamu semangatin suamimu ini sebelum keluar rumah menjemput rezeki, bukan malah sebaliknya," ucap Mas Adrian sedikit kesal."Hm, iya Mas. Maaf pagi-pagi sudah membuatmu kesal.""Ya sudah, Mas berangkat dulu! Kamu baik-baik
last updateLast Updated : 2023-06-14
Read more
Bab 2. Kemana Perginya?
"Mas! Kamu masih marah ya? Maaf ya!" Aku berbaring di samping Mas Adrian yang terlihat sibuk bermain ponsel.Sejenak netranya melirik tajam ke arahku, senyum yang sejak tadi tersungging saat menghadap layar ponsel pun perlahan memudar, tergantikan oleh ekspresi kesal yang ia tunjukkan padaku. Soal bekas cupang di lehernya itu, aku akan cari tau sendiri nanti, kalaupun bertanya dengan Mas Adrian pasti yang ada hanya bertengkar dan barang tentu dia akan berkelit. "Mas nggak suka aja kamu terlalu banyak tanya hal sepele seperti ini," ucapnya ketus."Iya, aku percaya sama Mas. Maaf ya!" Aku berusaha bersikap biasa saja. Padahal sesungguhnya aku curiga. "Hem." "Oh ya Mas, siang tadi Dania telpon katanya kamu belum transfer uang untuk ibu? Benarkah kamu belum kirimkan jatah untuk Ibu, Mas? Bukankah akhir bulan kemarin waktu kamu ngasih aku uang bulanan kamu bilang–" tanyaku."Oh, iya anu Mas lupa, nanti Mas transfer secepatnya," jawab Mas Adrian sedikit gugup."Tumben kamu sampai lupa.
last updateLast Updated : 2023-06-14
Read more
Bab 3. Rahasia
Aku tak habis pikir apa yang terjadi pada suamiku akhir-akhir ini. Pertemuanku dengan Riko siang tadi menambah satu lagi kejanggalan. Mas Adrian, kalau benar selama ini tidak ada lembur, lalu kamu kemana selama ini?Sepulang dari minimarket aku memilih untuk main ke rumah Tante Ranti, sejak ibuku meninggal tepatnya saat aku masih berusia tujuh tahun, aku ikut dengan Tante Ranti–adik dari ibu. Sedangkan Bapak, aku bahkan tak pernah melihatnya, karena beliau telah berpulang lebih dulu saat aku masih dalam kandungan.Setelah menempuh perjalanan hampir dua puluh menit menaiki angkot, aku sampai di rumah Tante Ranti. "Assalamualaikum Tante." Aku mengucap salam seraya langsung masuk ke dalam rumah yang tidak sepenuhnya tertutup, jam segini biasanya Tante Ranti sedang masak di dapur.Tante Ranti dan Om Edwin sudah seperti pengganti orangtuaku. Hanya mereka berdua lah yang kumiliki, karena Tante Ranti dan ibu hanya dua bersaudara. Sedangkan dari pihak keluarga Bapak, aku samasekali tak tau,
last updateLast Updated : 2023-06-14
Read more
Bab 4. Bohong
Jam sudah menunjukan pukul tiga sore. Aku memutuskan untuk pulang, karena sebentar lagi Mas Adrian akan pulang. Selama di rumah Tante Ranti, beliau lebih banyak diam. Raut kesedihan kentara sekali di wajah cantiknya walau sudah tak lagi muda. Setiap kutanya ada apa? Beliau selalu menjawab tak ada apa-apa.Belum selesai masalahku mengenai Mas Adrian, kini bertambah lagi satu persoalan tentang Tante Ranti yang membuatku bingung. Hingga benda pipih yang yang kugenggam berdering mengagetkanku.Ibu mertua memanggil."Hallo Assalamualaikum Nisa, ini Ibu." Terdengar suara Ibu dari seberang sana, suara lembut yang selalu membuatku nyaman. Hubunganku dengan Ibu Mertua dan Adik iparku terjalin dengan baik. Karena memang pernikahanku dengan Mas Adrian terjadi karena Ibu yang memintaku pada Tante Ranti untuk menjadi menantunya.Aku sendiri yatim piatu, dan aku di asuh oleh Tante Ranti adik dari Ibuku. Sebagai wujud baktiku pada Tante Ranti aku menerima perjodohan dengan Mas Adrian.Aku merasa be
last updateLast Updated : 2023-06-14
Read more
Bab 5. Mengikuti
Pias. Sejenak Mas Adrian terdiam membisu melihatku uring-uringan sore ini."Oh untuk soal itu, Mas ada urusan!" ringan saja Mas Adrian menimpali, kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kamar."Mas! Aku belum selesai ngomong!" sergahku.Mas Adrian menoleh."Nisa, sudahlah Mas capek! Itu semua urusan Mas! Yang penting jatah untuk kamu sudah Mas penuhi! Kamu harusnya bersyukur punya suami tanggung jawab sepertiku." Usai mengatakan itu Mas Adrian melanjutkan langkahnya dan masuk ke kamar.Brak! Suara dentuman pintu yang di tutup dengan keras.Kenapa Dia yang marah! Harusnya aku yang sedang marah di sini, kenapa jadi kamu yang marah Mas! Kamu memang memenuhi kebutuhan kita Mas! Tapi itu sangat pas-pasan. Bukannya aku kurang bersyukur, aku hanya ingin tahu kenapa sampai kamu berbohong. Kemana suamiku dulu yang begitu terbuka dengan semuanya.Kalau semua pengeluaran jelas larinya kemana, mungkin aku nggak akan marah sampai seperti ini Mas!Jika biasanya sepulang kerja aku sudah
last updateLast Updated : 2023-06-14
Read more
Bab 6. Kenyataan Menyakitkan
Kurasakan darahku seperti mendidih hingga ke ubun-ubun. Netra ini menatap nanar pemandangan yang tak pernah terlintas sedikitpun dalam benakku.Dress selutut berwarna biru muda, membalut tubuh rampingnya. Rambutnya di cepol memperlihatkan leher jenjangnya. Senyum mengembang di bibir mereka berdua. Bahkan Mas Adrian mencium kening wanita itu, dan mengusap pipinya.Hati ini bagai di tusuk belati tajam. Sakit tak terkira. Inikah alasan kamu lembur setiap hari Mas?Astaghfirullah! Netra ini memanas, berusaha keras agar bulir bening yang menyeruak hendak keluar dari pelupuk mata ini tak sampai tumpah di sini.Ya! Suamiku selingkuh. Yang lebih mengejutkan lagi wanita itu adalah seorang yang sangat dekat denganku. Aku ternganga. Mungkin rona wajahku kini sudah merah padam menahan emosi yang siap meledak.Aku tak bisa lebih lama lagi berdiam di dalam mobil."Tunggu di sini sebentar ya Pak! Saya ada urusan sebentar dengan dua orang itu!" ucapku dengan suara bergetar dan tetap memandang ke arah
last updateLast Updated : 2023-07-28
Read more
Bab 7. Sahabat Baik
Aku menatap lekat ke arah Intan yang tampak sedang berpikir."Tunggu! Maksud kamu Vivi Anggraini kan?" Aku mengangguk. Karena itu memang nama lengkap Vivi."Bukankah Vivi itu pacarnya Rendi.""Rendi?""Iya. Rendi teman kita waktu SMA dulu, inget nggak? Rendi yang dulu pernah suka sama kamu tapi kamu tolak itu." Aku terdiam. Mencoba memutar ingatanku beberapa tahun lalu saat aku masih sekolah. Aku ingat sekarang, ya! Rendi yang dulu pernah mengutarakan cinta padaku, bahkan ia mengatakan itu di depan kelas, tentu membuatku malu sekaligus terharu atas aksinya.Namun aku menolak halus perasaannya. Meski sejujurnya waktu itu aku pun menyukainya. Tapi aku sadar diri, aku hanya seorang anak yatim-piatu, hidup menumpang di rumah Tante Ranti. Tante Ranti masih mau menyekolahkan aku sampai SMA saja aku sudah sangat bersyukur. Jadi aku tak ingin banyak tingkah dengan menjalin hubungan atau berpacaran semasa sekolah.Fokusku hanya untuk belajar. Aku tak ingin tanteku kecewa.Tanpa sadar aku ters
last updateLast Updated : 2023-07-29
Read more
Bab 8. Ingin Pergi
Tok! Tok! Tok!"Nisa! Apa Kau sudah bangun?" Suara Intan mengagetkanku. Kulihat jam yang tergantung di dinding ternyata sudah hampir jam tujuh pagi."Iya Tan!" sahutku kemudian membuka pintu kamar.Ternyata Intan sudah rapi dengan pakaian kerjanya."Kamu sudah mau berangkat?""Sebentar lagi. Ayo, sarapan dulu," ajaknya.Kami berjalan ke ruang makan. "Nis, selama aku kerja, kamu di rumah ini bersama Bik Mirna nggak apa-apa kan!" Intan berkata sambil menyuap nasi goreng ke mulutnya."Ehm, hari ini aku pulang aja ke rumah, Tan." "Apa? Kamu yakin?"Sejenak aku terdiam. Karena sebenarnya di dalam hati ini juga masih ragu, apakah aku sanggup bertemu dengan dia hari ini. Namun akal sehatku masih bekerja dengan baik, ini kenyataan, mau tak mau, siap tidak siap, aku harus menghadapi ini."Insya Allah aku yakin, Tan!" jawabku kemudian. Aku ingin buat perhitungan dengan Mas Adrian. Meski aku sendiri tak yakin dengan langkah yang akan kuambil ini."Nisa! Kalau kamu mau di sini dulu beberapa har
last updateLast Updated : 2023-07-30
Read more
Bab 9. Turuti Apapun yang Kumau
"Kamu yakin, apapun yang kumau akan kamu lakukan Mas?" tanyaku dan Mas Adrian mengangguk cepat. Bersamaan dengan senyum mengembang di bibirnya, namun ada gurat gelisah juga tergambar diwajahnya.Aku paham Mas Adrian sampai memohon untuk aku tetap bertahan pasti karena Ibu, ia tahu sedekat apa aku dengan ibunya. Aku tahu perpisahanku dengannya pasti akan membuat Ibu syok. Mas Adrian pasti khawatir akan kesehatan ibunya. Ibu punya riwayat jantung dan bisa kambuh sewaktu-waktu jika ada hal yang membuatnya syok."Aku mau kau meninggalkan Vivi," ucapku.Mas Adrian melebarkan pupil matanya. Bibirnya terbuka untuk beberapa detik.Aku menatap lekat kearahnya. Bisa kusimpulkan Ia teramat berat memenuhi permintaanku, hatiku seperti teriris. Nyeri melihat Mas Adrian nyatanya begitu berat melepas pelakor itu. Meski ia belum mengatakannya."Ehm, Nis! Begini, maafkan Mas. Nanti Mas akan bicara dengan Vivi," jawabnya gugup.Aku menggeleng tak percaya."Kenapa? Berat melepaskan Vivi?" Aku tersenyum k
last updateLast Updated : 2023-07-31
Read more
Bab 10. Isi Ponsel
Yes. Akhirnya berhasil terbuka. Dengan langkah cepat aku masuk ke kamar mandi membawa ponsel Mas Adrian.Jemariku langsung membuka aplikasi berwarna hijau bergambar gagang telepon. Chat paling atas terulis nama Vie dengan emoticon bentuk hati disampingnya. Sekali lagi aku menghirup napas dalam-dalam. Menyiapkan hati sebelum membuka apa saja isi chat mereka.Ada banyak sekali chat mereka. [Makasih ya Mas udah beliin yang aku mau.] Sebuah isi chat diiringi foto Vivi tegah memperlihatkan leher jenjangnya mengenakan kalung. Bagus banget. Ucapku dalam hati di iringi rasa nyeri di dada ini. Aku bahkan belum pernah dibelikan kalung sebagus itu oleh Mas Adrian. Satu-satunya kalung yang ia berikan adalah saat pernikahan kami, itupun sudah kujual untuk membayar sewa rumah ini. Waktu itu Mas Adrian lagi nganggur.[Sama-sama Sayang! Untuk kamu memang selalu bisa memuaskanku.] Balasan chat dari Mas Adrian seketika membuatku bergidik.[Aku pasti akan selalu menyenangkan hatimu Mas.][Untuk di at
last updateLast Updated : 2023-08-01
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status