"Kamu yakin, apapun yang kumau akan kamu lakukan Mas?" tanyaku dan Mas Adrian mengangguk cepat. Bersamaan dengan senyum mengembang di bibirnya, namun ada gurat gelisah juga tergambar diwajahnya.Aku paham Mas Adrian sampai memohon untuk aku tetap bertahan pasti karena Ibu, ia tahu sedekat apa aku dengan ibunya. Aku tahu perpisahanku dengannya pasti akan membuat Ibu syok. Mas Adrian pasti khawatir akan kesehatan ibunya. Ibu punya riwayat jantung dan bisa kambuh sewaktu-waktu jika ada hal yang membuatnya syok."Aku mau kau meninggalkan Vivi," ucapku.Mas Adrian melebarkan pupil matanya. Bibirnya terbuka untuk beberapa detik.Aku menatap lekat kearahnya. Bisa kusimpulkan Ia teramat berat memenuhi permintaanku, hatiku seperti teriris. Nyeri melihat Mas Adrian nyatanya begitu berat melepas pelakor itu. Meski ia belum mengatakannya."Ehm, Nis! Begini, maafkan Mas. Nanti Mas akan bicara dengan Vivi," jawabnya gugup.Aku menggeleng tak percaya."Kenapa? Berat melepaskan Vivi?" Aku tersenyum k
Yes. Akhirnya berhasil terbuka. Dengan langkah cepat aku masuk ke kamar mandi membawa ponsel Mas Adrian.Jemariku langsung membuka aplikasi berwarna hijau bergambar gagang telepon. Chat paling atas terulis nama Vie dengan emoticon bentuk hati disampingnya. Sekali lagi aku menghirup napas dalam-dalam. Menyiapkan hati sebelum membuka apa saja isi chat mereka.Ada banyak sekali chat mereka. [Makasih ya Mas udah beliin yang aku mau.] Sebuah isi chat diiringi foto Vivi tegah memperlihatkan leher jenjangnya mengenakan kalung. Bagus banget. Ucapku dalam hati di iringi rasa nyeri di dada ini. Aku bahkan belum pernah dibelikan kalung sebagus itu oleh Mas Adrian. Satu-satunya kalung yang ia berikan adalah saat pernikahan kami, itupun sudah kujual untuk membayar sewa rumah ini. Waktu itu Mas Adrian lagi nganggur.[Sama-sama Sayang! Untuk kamu memang selalu bisa memuaskanku.] Balasan chat dari Mas Adrian seketika membuatku bergidik.[Aku pasti akan selalu menyenangkan hatimu Mas.][Untuk di at
"Mama selalu saja membela dia! Aku yang anak Mama bukan dia!" teriak Vivi.Dia? Dia siapa yang dia maksud. Aku menunda untuk masuk ke dalam rumah, tampak mereka tengah bersitegang di ruang tengah tapi suaranya jelas terdengar hingga ke teras rumah."Vi! Kamu ini memang sudah keterlaluan! Nisa itu Mbakmu! Mama bukan membela Dia! Tapi kamu memang salah!" seru Tante Ranti.Itu artinya Tante Ranti sudah tahu tentang hubungan mereka lalu mengapa Tante Ranti mengijinkan mereka Vivi menikah dengan Mas Adrian, sedangkan jelas Mas Adrian itu masih suamiku. "Sudahlah Ma! Ini sudah terjadi, dan memang Mas Adrian lebih milih aku kok daripada Mbak Nisa. Apalagi sekarang udah ada calon anaknya di dalam sini."Degh! Anak? Itu artinya Vivi sedang hamil anaknya Mas Adrian? Astaghfirullah!Sakit sekali rasanya, di saat pernikahan kami sudah berjalan hingga tiga tahun lamanya, Allah belum menitipkan anak di rahimku, tapi dengan Vivi Allah langsung memberinya keturunan. Aku merasa ini tidak adil Ya T
"Apa ini maksudnya Tan? Selimut siapa ini?" tanyaku."Itu selimut milikmu saat kau masih bayi."Sebuah selimut bayi bahanya bagus tebal, halus, lembut, berwarna pink, ada gambar beruang kecil di ujungnya, serta di balik selimutnya pun ada bordiran nama bertuliskan 'Anisa Andara Putri Hadiwijaya'Hadiwijaya adalah nama Bapakku.Kubuka kotak persegi panjang itu, mata ini membeliak ketika tahu isinya. Sebuah kalung silver dengan liontin berbentuk hati. Di tengah ada sebuah batu safir kecil kebiruan, yang diapit oleh tiga buah permata. Cantik sekali. Berkilau, melihatnya saja aku bisa menebak jika ini bukan barang murah."Ta–Tante, apa maksudnya ini Tan?" Aku tergagap, ini bagus sekali. Baru kali ini aku melihat kalung seindah ini."Itu milikmu Sayang, selama ini Tante menyimpannya, sekarang Tante pikir, sudah saatnya kamu sendiri yang menyimpannya. Dulu sewaktu ibumu sakit, dia menitipkan ini untuk diberikan padamu saat Kau dewasa. Dan sekarang saatnya.""Tan, ini bagus sekali." Aku mas
Deru suara motor terdengar di halaman rumah ini, semakin lama suaranya semakin kecil dan menjauh. Sepertinya Mas Adrian pergi entah mau kemana, mungkin ia menemui Vivi.Pelan kubuka pintu kamar ini. Benar saja ia telah pergi, aku menyingkap gorden jendela, motor yang tadi sore terparkir di halaman telah tiada.Hati ini gerimis mendapati kenyataan ini, tak kupungkiri hati ini sakit saat tahu suamiku kini punya tempat singgah selain aku, selain rumah ini.Kuhabiskan waktu malam ini dalam kesunyian, hanya televisi yang menemani, itu pun tidak sepenuhnya ku lihat, hanya sekedar untuk mengisi suara di rumah ini agar tak sepi.Aku membuka lemari baju dan menyimpan selimut bayi pemberian Tante Ranti tadi siang. Sekali lagi aku mengamati kalung ini, begitu cantik aku ingin sekali memakainya.Aku pun menyematkan di leherku, dan menatap diri di pantulan cermin. Cantik.Dering ponsel mengagetkanku yang masih mematut diri di depan cermin.Ibu mertua memanggil."Hallo Assalamualaikum Bu," ucapku
"Mas berangkat dulu, Nis. Assalamualaikum!" seru Mas Adrian dengan tergesa."Wa'alaikumusalam."Rambut yang biasanya klimis itu terlihat acak-acakan, seragam yang biasanya licin itu kini begitu kusut. Aku hanya menggeleng menatap kepergiannya dengan motor matic yang semakin lama semakin menjauh.Semua telah berubah Mas, karena kamu sendiri yang telah merubahnya. Aku tak akan jadi seperti ini kepadamu kalau kau tak mencurangi aku. Seperti biasa usai sarapan pagi aku bersiap untuk ke rumah Bu Salma. Tak enak juga sudah tak datang dua hari ini. Bagaimanapun juga beliau yang banyak membantuku saat aku sering kekurangan.Aku berjalan kaki sekitar sepuluh menit untuk sampai ke rumah Bu Salma."Assalamualaikum Bu Salma. Aku langsung masuk ke rumahnya melalui pintu belakang yang langsung area dapur rumah besar itu. "Wa'alaikumusalam Nis, akhirnya kamu datang hari ini Nis, yuk sini sarapan!" sahut Bu Salma dari ruang makan. Beliau sedang sarapan."Sudah Bu, saya tadi sudah sarapan sebelum
Hingga menjelang magrib Mas Adrian belum juga pulang. Akhirnya selepas magrib ibu meminta Dania untuk menjemputnya di rumahku."Nanti kalau Adrian sudah ada di rumah kabarin ibu ya, Nis. Sekarang Ibu mau siap-siap dulu sebentar lagi Dania datang jemput." "Iya Bu."Selang beberapa menit suara motor terdengar memasuki halaman rumah. Bukan Dania melainkan Mas Adrian."I–ibu, di sini?" Mas Adrian langsung menyambut punggung tangan ibunya"Ya. Nunggu kamu pulang!""Hah, oh. Ada apa Bu, tumben biasanya kalau ada apa-apa Ibu tinggal telpon aja bilang sama Adrian." Mas Adrian menjatuhkan bobotnya di sofa samping ibunya."Siapa itu tadi yang angkat telepon Ibu?" tanya ibu dengan raut wajah serius."Siapa, apa maksudnya Bu?" Mas Adrian balik bertanya.Sepertinya Mas Adrian tidak tahu jika tadi sore ibu sempat menelponnya tapi Vivi yang mengangkatnya.Aku hanya diam jadi pendengar yang baik, sepertinya akan ada perdebatan antara ibu dan anak ini."Jangan pura-pura nggak tahu kamu, Adrian! Jelas
Aku melangkah keluar rumah. Driver ojeg online sudah menunggu di depan rumah. Aku pun berangkat menuju ke rumah ibu mertuaku sore ini.Senja sore ini begitu syahdu, semilir angin senja yang sejuk seakan membawa terbang anganku jauh berkelana, teringat dulu kami awal menikah, begitu bahagia hari-hari yang kami jalani, meski dulu Mas Adrian sempat kena PHK, tapi hidup kami terasa ringan karena menjalani itu bersama. Sesaat kemudian aku seperti tertarik kembali pada kenyataan. Kehidupanku kini telah berbeda, jika biasanya apa-apa aku selalu mengandalkan Mas Adrian, tapi mulai kini aku harus bisa sendiri, aku harus bisa bangkit dan berdiri di atas kaki sendiri. Tak lagi bergantung padanya.Rasa nyeri dan sesak tiba-tiba menjalar di dalam jiwa. Aku tekan kuat-kuat dada ini dan memejamkan mata ini sesaat, serta beristighfar.Dua puluh menit perjalanan akhirnya aku sampai di pelataran rumah Ibu. Tak lupa di perjalanan tadi aku mampir membeli buah-buahan kesukaan beliau. Sebuah rumah denga
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m