"Maksud kamu apa datang ke rumah Ibu minta pembelaan? Jangan macam-macam kamu Nis!" ketus Mas Adrian saat kami baru saja sampai di rumah."Aku nggak minta pembelaan apa-apa. Kamu lupa sejak awal Ibu memang sangat menyayangiku, Mas. Jadi bukan salahku jika Ibu selalu ada di pihakku!" Aku tak mau kalah."Terus maksud kamu apa datang kesana tanpa mengajakku? Hah?"Aku hanya mendesah kesal."Setiap kamu pulang kerja, yang ada dipikiran kamu cuma datangi Vivi iya kan! Bahkan aku tanya baik-baik kamu bilang bukan urusanku, iya kan! Jadi salahku dimana? Aku mau berkunjung ke rumah ibu mertuaku, apa salahnya!"Mas Adrian mengacak rambutnya kasar. Terlihat begitu frustasi. Aku hanya tersenyum simpul.Makanya kamu jangan gegabah dan asal ngomong mas, memang posisimu yang salah di sini, bukan salahku!"Siapkan aku makanan, aku lapar belum makan?" Aku terperangah, belum makan? Lha tadi lama di rumah Vivi ngapain? Sampai jam delapan malam belum makan."Kamu berjam-jam di sana ngapain Mas? Sampai
"Ekhem! Aku pastikan Ibu akan langsung menerimaku begitu ia tahu aku mengandung cucunya." Vivi berkata setelah menguasai keadaan."Kita lihat saja, apa aku yang akan mundur, atau kau yang akan hancur Vi! Kalaupun kau menginginkan suamiku, ambillah! Kalian memang cocok sama-sama gatal!" pungkasku kemudian berlalu mengunci pintu rumahku dan berlalu meninggalkannya yang masih duduk termangu di kursi teras, aku memilih untuk berangkat saja ke rumah Bu Salma.Walau upahku tak banyak tapi Alhamdulillah sedikit demi sedikit jika dikumpulkan aku jadi punya tabungan, aku punya rencana ingin jualan kue, sedikit banyak aku sudah hafal berbagai resep kue. Berbekal dari pengalaman membantu Bu Salma Alhamdulillah aku dapat banyak ilmu.Setidaknya jika nanti aku berpisah dari Mas Adrian aku bisa buka usaha sendiri jualan kue.Terlihat dari sudut mataku, Vivi masih menatap tajam ke arahku.Sesampainya di rumah Bu Salma, aku mulai membantunya membuat kue seperti biasa. Sembari ngobrol kesana kemari. A
"Aku tak kan pernah lupa tentang ini Mas, demi wanita lain kau sampai bersikap kasar padaku." Aku berkata pelan namun penuh penekanan seraya menunjuk pipiku yang pasti telah memerah. Aku menatap nanar laki-laki yang dulu sangat kudamba, laki-laki yang selalu menatap lembut penuh cinta padaku, kini ia berubah, sedahsyat inikah pengaruh Vivi di hatimu Mas.Mas Adrian menjatuhkan tubuhnya ke sofa menatap telapak tangannya. Mungkinkah ia menyesal telah berbuat kasar padaku, entahlah. Aku memilih berlalu meninggalkannya.Hatiku gerimis, usai kututup pintu kamar aku menyandarkan tubuhku, aku menangis tergugu, berusaha kuat namun ternyata semakin menyakitkan."Vivi? Kau kesini? Harusnya kamu di rumah saja, sebentar lagi juga aku kesana." Suara Mas Adrian berbicara dengan seseorang. Sepertinya Vivi datang lagi kemari."Aku bosen di rumah, Ayo lah Mas, ajak aku belanja atau makan di luar." Suara Vivi terdengar manja. Aku membuka pintu sedikit agar aku bisa melihat mereka. Vivi tengah bergela
Seperti biasa aku berteman sepi di atas ranjang kamar ini. Mas Adrian pasti bermalam di rumah Vivi, apalagi sore tadi aku sempat berseteru dengannya.Ah, tentang laki-laki itu, yang tadi tak sengaja menabrakku di minimarket, kembali terngiang-ngiang di benakku. Siapa dia? Mengapa menyebut namaku?Jika itu kebetulan rasanya tak mungkin. Karena persis lengkap, namaku disebut, Lalu dia itu siapa? Ah, kepalaku pusing memikirkan itu.Memang sejak aku kecil Om Edwin dan Tante Ranti seringkali mengingatkanku untuk hati-hati di manapun. Dan jangan mudah percaya pada siapapun.Pernah suatu hari saat aku kelas lima sekolah dasar, aku pernah akan di culik, tapi aku berhasil lari kabur. Sejak itu, Tante Ranti memindahkan aku ke sekolah lain, bahkan kami pun pindah kontrakan, saat itu Tante Ranti masih ngontrak sana sini.Tiba-tiba aku teringat pembicaraan Tante Ranti dan Om Edwin waktu itu, untuk mengatakan semuanya padaku. Namun Tante Ranti menolak.Ah, kenapa baru sekarang aku menyadari ada yan
Beberapa kali aku telpon Tante Ranti, tapi nomor ponselnya tidak aktif. Ya Allah ada apa dengan Tante Ranti? Mendadak hatiku menjadi tak tenang. Aku takut terjadi pada mereka, bagaimanapun mereka adalah pengganti orangtuaku, mereka yang mengasuh dan merawatku sejak kecil hingga aku besar. Terlepas dari kesalahan Vivi yang telah merusak rumah tanggaku, aku tetap menyayangi Tante Ranti dan Om Edwin, mereka tak salah."Kira-kira mereka pindah kemana ya Tante Mir?" tanyaku yang kini sudah duduk di teras rumahnya Tante Mira."Tante juga nggak tahu Nis, mereka pindah malam-malam bahkan sampai tak pamit pada kami tetangganya, pagi harinya datang lagi dua orang menggedor-gedor pintu rumah Bu Ranti, tapi kondisi rumah sudah sepi."Aku menghela napas panjang, ya Allah di saat aku tengah menghadapi badai rumah tanggaku, kini datang lagi masalah baru. Kuatkan aku ya Tuhan, dimanapun mereka berada, tolong lindungi mereka ya Allah. Tanpa sadar netraku memanas, aku takut sesuatu yang buruk terjad
POV Adrian"Mas, andai saja kamu belum beristri, tentu aku akan sangat senang sekali," ucap Vivi saat suatu ketika aku berkunjung ke rumah Tante Ranti bersama Anisa istriku.Vivi adalah sepupunya Nisa, entah mengapa aku merasa tatapannya berbeda sejak awal aku menikah dengan Nisa. Dia juga seringkali curi-curi pandang ke arahku saat kami kumpul keluarga. Tapi Anisa seperti tak menyadari itu.Awalnya aku memilih mengabaikan setiap kali terlontar pujian-pujian kecil yang ia tunjukkan padaku.Tapi lama-lama semua yang ia katakan membuatku merasa senang."Ih Mas Adrian ini kok perhatian banget sih, benar-benar suami idaman, sering bawakan makanan untuk orang rumah," ucapnya waktu itu saat aku menjemput Anisa di rumah Tante Ranti. Nisa memang memintaku untuk membawakan martabak dan brownies untuk Tante Ranti dan keluarganya. Karena Nisa tak sempat membelinya ketika datang siang itu."Ah, enggak kok, tadi cuma sekalian lewat," sahutku.Jika di lihat-lihat Vivi memang cantik, tubuhnya yang
Adrian Pov"Aku nggak bisa Mas. Akan kuurus sendiri perceraian kita. Kuharap kamu tidak mempersulit semua prosesnya, agar semua bisa cepat selesai," ucapnya waktu itu."Nisa! Please!" Aku benar-benar tak ingin kehilangannya. Namun ternyata Anisa tak mau mengalah begitu saja, ia mengajukan syarat. Aku pun langsung menyetujuinya yang penting sekarang ia tetap ada di sini, aku tak ingin bercerai.Biarlah untuk syarat itu kupikirkan nanti yang penting sekarang Nisa sudah mau untuk tetap bertahan di sisiku.Rumah Vivi ini sudah menjadi rumah keduaku, karena aku selalu kemari setiap pula kerja. Sehari tak bersua dengan gadis itu rasanya aku tak bisa."Adrian, Anisa itu anak dari sahabat Ibu dulu, makanya Ibu mau kamu benar-benar jaga dia, jangan sampai kamu sakiti Dia, Ibu juga sangat sayang sama Nisa." Kata-kata ibu selalu terngiang olehku. Ibu memang sangat menyayangi Anisa. Untuk melepaskan dia rasanya aku tak bisa, karena itu pasti membuat hati Ibu terluka. Aku pun takut penyakit jan
Adrian Pov.Ibu langsung di bawa masuk ke ruang IGD rumah sakit terdekat. Ya Tuhan, jangan sampai ibu kenapa-napa. Kalau sampai terjadi padanya aku tak kan bisa memaafkan diriku sendiri. Sepanjang menunggu dokter keluar dari ruang IGD aku terus saja merutuki diriku sendiri, aku menyesal telah memberitahunya secepat ini. Harusnya aku tahu kondisinya, harusnya aku sudah antisipasi jika ini akan terjadi. Maafkan Iyan Bu, maafkan aku."Mas, apa yang terjadi pada Ibu?" tanya Vivi yang tiba-tiba sudah ada di dekatku. Aku memang mengirim pesan padanya tadi saat akan ke rumah sakit. "Ibu di dalam, sini duduk." Aku menepuk pelan kursi tunggu yang dingin ini.Aku menoleh ke arah Anisa yang duduk di bangku seberang agak jauh posisi kami. Ia menunggu dengan raut cemas. Melihat kedatangan Vivi ia menatap kami tak suka. Ah, biarkan saja, toh Vivi juga istriku, statusnya sama mereka berdua sama-sama menantu ibu."Mbak Nisa, Mas Adrian!" Suara Dania terdengar memburu, ia pasti terburu-buru datang k
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m