All Chapters of Istri yang Kau Selingkuhi Ternyata Anak Pewaris: Chapter 31 - Chapter 40

230 Chapters

Bab 31. Memaksa

"Oh gitu! Terus aja Mas kamu banding-bandingin aku sama Mbak Nisa! Tentu saja aku beda sama dia, aku lagi hamil anak kamu lho! Sedangkan dia? Dia mandul! Kamu harusnya bersyukur sama aku kamu bisa dapat keturunan Mas!""Sstt, cukup Vivi! Kamu selalu menjelek-jelekkan Nisa!" ucap Mas Adrian. Entah apa yang terjadi pada Mas Adrian dia terus saja membelaku padahal Vivi sedang marah sekarang ini."Jadi kamu sekarang belain dia? Oke, aku pergi dari sini, jangan harap kamu bisa melihat anak kamu selamanya Mas!" ancam Vivi. Membuat Mas Adrian terdiam, air mukanya berubah."Vivi, tunggu, jangan pergi dari sini, oke, Oke, Mas minta maaf, mungkin Mas juga lagi capek, jadi begini, kamu jangan pergi, aku ingin melihat anakku tumbuh bersama kita di rumah ini." Vivi yang sudah balik badan pun tersenyum puas."Please, jangan pergi. Maafkan Mas ya." Mas Adrian memeluk pinggang Vivi, pelan mengelus lembut perutnya."Oke, aku nggak suka kamu banding-bandingin aku sama Mbak Nisa lagi, ingat itu Mas!"
Read more

Bab 32. Mulai Usaha

"Vivi, ngapain kamu kesini?" tanya Mas Adrian."Aku yang seharusnya tanya sama kamu Mas, ngapain kamu disini? Mau tidur sama Mbak Nisa? Kamu tadi bilang mau keluar ada urusan, ternyata urusannya sama Mbak Nisa di kamar ini? Iya?!" suara Vivi menggelegar memenuhi ruangan ini."Apa-apaan kamu ini, Nisa juga masih sah istriku, sah-sah saja jika aku menyentuhnya," ucap Mas Adrian."Cih, bilangnya sudah mati rasa dengan Mas Adrian, tapi nyatanya mau juga kau disentuh Mbak! Munafik!" Vivi berdecak kesal.Serasa seperti tertusuk belati saat Vivi mengucapkan itu. Aku juga tak ingin di sentuh, meski sebenarnya yang aku lakukan itu berdosa karena Mas Adrian masih berhak atas diri ini."Kau tanyakan sendiri sama Mas Adrian Vi, apa aku menggodanya? Dia sendiri datang ke kamar ini, toh aku ini istri sahnya, salahnya dimana?"Ada rasa puas tersendiri melihat Vivi uring-uringan. Asal kau tahu Vi, bukan aku yang ingin di sentuh, tapi Mas Adrian lah yang merindukan aku."Halah, munafik!""Cukup Vi! Ay
Read more

Bab 33. Maafkan aku, Bu!

Saat jalanan sudah mulai lenggang aku pun menyebrang jalan. Aku sangat yakin tadi itu Vivi. Sial, mereka sudah tak terlihat lagi. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, yang ada hanya kemacetan jalanan pasar, dan hiruk pikuk pedagang menjajakan dagangannya.Aku menarik napas panjang, dan menghembuskannya perlahan. Aku harus pulang sekarang, jika di rumah ada Vivi, mungkin aku salah orang, tapi jika di rumah Vivi tak ada, berarti benar yang aku lihat tadi itu Vivi.Aku berjalan agak menjauh dari pangkalan angkot dan ojeg. Aku ingin memesan ojeg online saja, tapi harus berjalan bermeter hingga ke depan minimarket."Assalamu'alaikum Bu, Vivi mana?" tanyaku pada Ibu setelah memasuki pintu rumah."Ada, baru saja pulang, dari klinik priksakan kandungan katanya." Ibu menatapku penuh selidik."Ada apa kok pulang-pulang nanyain Dia?" "Ehm, nggak apa-apa. Sama Mas Adrian perginya?" tanyaku penasaran."Iya tadi berangkat ke klinik sama Adrian, tapi pulangnya sendiri sama ojeg tadi, dia bilang
Read more

Bab 34. Meminta Kartu ATM

Ibu menatapku nanar. Ya Allah, maafkan aku Ibu."Bu, jawab Nisa, Ibu nggak apa-apa?" Ibu masih tak bergeming bahkan menatapku tak berkedip.Ibu hanya melambaikan tangan padaku, tanpa berkata sepatah katapun. Perlahan tangan kanannya menekan dadanya kuat-kuat."Bu, kita ke rumah sakit?" Ibu menggeleng cepat."Tak perlu Nduk. Tolong ambilkan saja obat Ibu di laci itu," kata Ibu sambil menunjuk lemari kecil di sudut kamar ini. Aku pun bergegas menarik laci paling atas, langsung ketemu obat yang di maksud Ibu."Ini Bu, minumlah." Aku memberinya satu butir obat dan segelas air putih yang kebetulan ada di atas nakas.Ibu pun langsung menerimanya dan meminum obatnya."Bagaimana Bu?" tanyaku setelah Ibu meneguk air putih.Ibu hanya melambaikan tangan."Tak apa-apa. Sekarang tinggalkan Ibu sendiri, Ibu mau istirahat ya Nis." Aku mengangguk dan bangkit untu keluar kamar."Bu, sampai kapanpun bagi Nisa Ibu tetap Ibu bagi Nisa, jangan pernah menganggapku seperti orang lain Bu, jika perlu apa-apa
Read more

Bab 35. Mari Bercerai

"Alhamdulillah kue-kue buatanmu habis semua, Nis!" ucap Bu Ningsih saat sore hari aku ke rumahnya untuk mengambil box kue."Benarkah, Alhamdulillah Masha Allah," seruku girang. Berkali-kali aku mengucap Alhamdulillah. Aku tak menyangka akan habis semua kue-kue yang kutitipkan tadi pagi."Iya, besok bikinnya di lebihin aja Nis, pada bilang enak kue buatanmu, beda sama yang lain. Banyak juga tadi yang sambil ngantri nasi uduk pada makan kue buatanmu, buat ganjal perut dulu katanya." Lagi Bu Ningsih menjelaskan.Tentu aku bahagia sekali mendengarnya."Iya Bu, besok insya Allah Nisa bikin lebih banyak lagi," ucapku bersemangat.Ini sudah menjadi awal yang baik, usaha kue buatanku, mendapatkan respon baik."Ini semua uangnya ya, dari kamu kan per bijinya dua ribu, dikalikan semua jadi segini, kan bener?" Bu Ningsih memberikan catatan di buku kecil total semua kue yang kutitipkan.Aku mengangguk, semuanya benar."Iya bener Bu, makasih banyak ya, Ibu banyak membantu saya." Berkali-kali meng
Read more

Bab 36. Dibawah Rintik Hujan

Air mukanya berubah, ia menatap dalam ke arahku. Tatapan dalam yang dulu selalu kudamba. Cepat-cepat aku membuang pandangan. Beberapa saat kami sama-sama saling diam, sibuk dengan pikiran kami masing-masing. "Tak ada lagi yang harus dipertahankan diantara kita Mas, Ibu sudah tahu semua, kurasa beliau akan baik-baik saja, kudoakan semoga nanti lama-lama Ibu bisa menerima Vivi saat aku sudah tak ada lagi di rumah itu. Bukankah itu yang selama ini kau inginkan, Ibu menerima Vivi dan anak yang dikandungnya dengan tangan terbuka?" Ya, selama ini Mas Adrian selalu bicara pada ibu, bahkan membujuk ibu agar memperlakukan Vivi dengan baik, dan menerima anak dalam kandungannya. Ibu yang selama ini begitu keras pada Vivi sepertinya membuat Mas Adrian tak nyaman. Meski ia tak menunjukkannya Secara langsung, tapi aku bisa melihat itu.Beberapa kali Mas Adrian mengusap kasar wajahnya."Nis, tak bisakah kamu beri Mas kesempatan sekali lagi, untuk. Memperbaiki semuanya, aku yakin aku bisa adil pad
Read more

Bab 37. Bicara dengan Ibu

"Eh tumben kalian pergi berdua darimana? Kehujanan ya! Ayo cepat masuk, Ibu masakin air panas ya buat kalian mandi berdua," ucap Ibu pada kami yang baru saja tiba di rumah.Ibu menatap kami bergantian dengan raut wajah berbinar, terpancar jelas kebahagiaan di sudut netra tuanya. Senyum merekah menyambut kami berdua yang dalam keadaan basah kuyup."Vi, Vivi! Panaskan air cepat Vi! Sama rebus air buat bikin teh cepat!" teriak Ibu yang masih bersama kami di teras rumah."Mas Adrian, Mbak Nisa! Kalian dari mana?" tanya Vivi tergopoh dari dalam, juga menatapku dan Mas Adrian bergantian tapi tatapannya berbanding terbalik dengan ibu, Vivi menatap kami tak suka.Mas Adrian masuk ke dalam tanpa berkata apapun. Ia langsung ke kamar mandi. Namun sebelum mandi terdengar ia menyalakan kompor. Aku duduk di ruang makan menungguinya mandi, saat aku tiba di dapur, ternyata Mas Adrian telah selesai, keluar dari kamar mandi, dengan sigap ia membawakan panci berisi air panas ke dalam kamar mandi, dan me
Read more

Bab 38. Talak

Malam mulai beranjak, aku rasakan tubuhku menggigil, apakah ini karena aku habis hujan-hujanan sore tadi.Aku meraih gelas air minum di atas lemari kecil samping ranjang, ternyata kosong. Aku pun mencoba bangkit untuk ke dapur mengambil air minum.Aku melihat jam di ponselku ternyata sudah jam sebelas malam, sejak sore tadi ternyata aku ketiduran.Dengan tertatih aku tetap berjalan hingga ke dapur. Hingga indera pendengaranku menangkap suara yang tak asing bagiku, suara rintihan, disahuti suara lenguhan dari kamar sebelah dapur.Suara berat milik Mas Adrian terdengar begitu familiar meski telah lama aku tak mendengarnya, tapi aku hafal betul suaranya kala dilanda gairah yang menggebu.Sejenak aku terdiam, suara desahan membuat bulu di sekujur tubuhku bergidik.Mereka tak salah, bilik kamar terbuat dari sebuah triplek atau papan tipis tentulah tak bisa meredam suara mereka berdua yang tengah bercinta di dalam sana. Aku merutuki diriku sendiri mengapa tak membawa air ke dalam kamar saja
Read more

Bab 39. Tinggal di Rumah petak

Sebuah rumah petak yang aku sewa di tepi jalan cukup ramai, di depan jalan berjejer penjual aneka makanan ringan maupun makanan berat, di seberang jalan ada sebuah perusahaan ritel yang cukup besar, tempat belanja pakaian dan lainya. Jadi sangat cocok untuk berjualan makanan di sekitar sini.Sewa kontrakan petak per bulan satu juta rupiah. Kontrakan biasa dengan tiga sekat ruangan sebenarnya, tapi karena lokasinya di depan jalan, jadi aku bisa sekalian buka jualan kue di depan kontrakan. Aku bisa fokus jualan di sini, selain itu untuk menitipkan kue ke Bu Ningsih setiap hari, aku serahkan pada Dania. Ia selalu bangun pagi dan membantuku membuat beberapa macam kue. Jadi saat aku pindah ngontrak di sini, Dania bisa tetap membuat kue di rumah ibu dan menitipkannya pada Bu Ningsih. Biarlah itu menjadi tambahan buat Dania.Selain berjualan offline di depan kontrakan, kini mulai berdatangan pesanan kue box untuk acara arisan, kumpul keluarga dan lainya, yang tentunya bisa sangat menambah
Read more

Bab 40. POV Adrian

Pov Adrian.Sejak kehadiran Vivi dalam hidupku, entah mengapa semuanya berubah, sikap Dania padaku, sikap ibu padaku apalagi.Semua telah berubah. Mengapa tak ada yang bisa mengerti aku. Aku laki-laki, jujur kehadiran janin dalam rahim Vivi itu sangat membuatku bahagia. Aku rela melakukan apapun asal janin dalam kandungannya sehat, tumbuh dengan baik.Berkali-kali aku mengucap syukur akhirnya ibu bisa membaik kesehatannya. Aku sudah sangat ketakutan saat ibu tiba-tiba drop karena mendengar aku telah menikah lagi. Maafkan aku Bu, tapi aku yakin saat bayi mungil itu lahir diantara kita, ibu pasti senang, bukankah ibu sangat mendambakan seorang cucu?Teringat jelas saat aku menjelaskan jika aku sudah menikah lagi, wajah ibu langsung memerah, netra itu yang biasanya menatapku lembut, kini tengah menatap nyalang ke arahku, tatapan intimidasi begitu kentara sekali.Tak kuasa aku menatap wajahnya yang murka padaku. Aku hanya tertunduk takut. Sejak dulu aku begitu takut jika ibu marah, aku t
Read more
PREV
123456
...
23
DMCA.com Protection Status