Saat jalanan sudah mulai lenggang aku pun menyebrang jalan. Aku sangat yakin tadi itu Vivi. Sial, mereka sudah tak terlihat lagi. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, yang ada hanya kemacetan jalanan pasar, dan hiruk pikuk pedagang menjajakan dagangannya.Aku menarik napas panjang, dan menghembuskannya perlahan. Aku harus pulang sekarang, jika di rumah ada Vivi, mungkin aku salah orang, tapi jika di rumah Vivi tak ada, berarti benar yang aku lihat tadi itu Vivi.Aku berjalan agak menjauh dari pangkalan angkot dan ojeg. Aku ingin memesan ojeg online saja, tapi harus berjalan bermeter hingga ke depan minimarket."Assalamu'alaikum Bu, Vivi mana?" tanyaku pada Ibu setelah memasuki pintu rumah."Ada, baru saja pulang, dari klinik priksakan kandungan katanya." Ibu menatapku penuh selidik."Ada apa kok pulang-pulang nanyain Dia?" "Ehm, nggak apa-apa. Sama Mas Adrian perginya?" tanyaku penasaran."Iya tadi berangkat ke klinik sama Adrian, tapi pulangnya sendiri sama ojeg tadi, dia bilang
Ibu menatapku nanar. Ya Allah, maafkan aku Ibu."Bu, jawab Nisa, Ibu nggak apa-apa?" Ibu masih tak bergeming bahkan menatapku tak berkedip.Ibu hanya melambaikan tangan padaku, tanpa berkata sepatah katapun. Perlahan tangan kanannya menekan dadanya kuat-kuat."Bu, kita ke rumah sakit?" Ibu menggeleng cepat."Tak perlu Nduk. Tolong ambilkan saja obat Ibu di laci itu," kata Ibu sambil menunjuk lemari kecil di sudut kamar ini. Aku pun bergegas menarik laci paling atas, langsung ketemu obat yang di maksud Ibu."Ini Bu, minumlah." Aku memberinya satu butir obat dan segelas air putih yang kebetulan ada di atas nakas.Ibu pun langsung menerimanya dan meminum obatnya."Bagaimana Bu?" tanyaku setelah Ibu meneguk air putih.Ibu hanya melambaikan tangan."Tak apa-apa. Sekarang tinggalkan Ibu sendiri, Ibu mau istirahat ya Nis." Aku mengangguk dan bangkit untu keluar kamar."Bu, sampai kapanpun bagi Nisa Ibu tetap Ibu bagi Nisa, jangan pernah menganggapku seperti orang lain Bu, jika perlu apa-apa
"Alhamdulillah kue-kue buatanmu habis semua, Nis!" ucap Bu Ningsih saat sore hari aku ke rumahnya untuk mengambil box kue."Benarkah, Alhamdulillah Masha Allah," seruku girang. Berkali-kali aku mengucap Alhamdulillah. Aku tak menyangka akan habis semua kue-kue yang kutitipkan tadi pagi."Iya, besok bikinnya di lebihin aja Nis, pada bilang enak kue buatanmu, beda sama yang lain. Banyak juga tadi yang sambil ngantri nasi uduk pada makan kue buatanmu, buat ganjal perut dulu katanya." Lagi Bu Ningsih menjelaskan.Tentu aku bahagia sekali mendengarnya."Iya Bu, besok insya Allah Nisa bikin lebih banyak lagi," ucapku bersemangat.Ini sudah menjadi awal yang baik, usaha kue buatanku, mendapatkan respon baik."Ini semua uangnya ya, dari kamu kan per bijinya dua ribu, dikalikan semua jadi segini, kan bener?" Bu Ningsih memberikan catatan di buku kecil total semua kue yang kutitipkan.Aku mengangguk, semuanya benar."Iya bener Bu, makasih banyak ya, Ibu banyak membantu saya." Berkali-kali meng
Air mukanya berubah, ia menatap dalam ke arahku. Tatapan dalam yang dulu selalu kudamba. Cepat-cepat aku membuang pandangan. Beberapa saat kami sama-sama saling diam, sibuk dengan pikiran kami masing-masing. "Tak ada lagi yang harus dipertahankan diantara kita Mas, Ibu sudah tahu semua, kurasa beliau akan baik-baik saja, kudoakan semoga nanti lama-lama Ibu bisa menerima Vivi saat aku sudah tak ada lagi di rumah itu. Bukankah itu yang selama ini kau inginkan, Ibu menerima Vivi dan anak yang dikandungnya dengan tangan terbuka?" Ya, selama ini Mas Adrian selalu bicara pada ibu, bahkan membujuk ibu agar memperlakukan Vivi dengan baik, dan menerima anak dalam kandungannya. Ibu yang selama ini begitu keras pada Vivi sepertinya membuat Mas Adrian tak nyaman. Meski ia tak menunjukkannya Secara langsung, tapi aku bisa melihat itu.Beberapa kali Mas Adrian mengusap kasar wajahnya."Nis, tak bisakah kamu beri Mas kesempatan sekali lagi, untuk. Memperbaiki semuanya, aku yakin aku bisa adil pad
"Eh tumben kalian pergi berdua darimana? Kehujanan ya! Ayo cepat masuk, Ibu masakin air panas ya buat kalian mandi berdua," ucap Ibu pada kami yang baru saja tiba di rumah.Ibu menatap kami bergantian dengan raut wajah berbinar, terpancar jelas kebahagiaan di sudut netra tuanya. Senyum merekah menyambut kami berdua yang dalam keadaan basah kuyup."Vi, Vivi! Panaskan air cepat Vi! Sama rebus air buat bikin teh cepat!" teriak Ibu yang masih bersama kami di teras rumah."Mas Adrian, Mbak Nisa! Kalian dari mana?" tanya Vivi tergopoh dari dalam, juga menatapku dan Mas Adrian bergantian tapi tatapannya berbanding terbalik dengan ibu, Vivi menatap kami tak suka.Mas Adrian masuk ke dalam tanpa berkata apapun. Ia langsung ke kamar mandi. Namun sebelum mandi terdengar ia menyalakan kompor. Aku duduk di ruang makan menungguinya mandi, saat aku tiba di dapur, ternyata Mas Adrian telah selesai, keluar dari kamar mandi, dengan sigap ia membawakan panci berisi air panas ke dalam kamar mandi, dan me
Malam mulai beranjak, aku rasakan tubuhku menggigil, apakah ini karena aku habis hujan-hujanan sore tadi.Aku meraih gelas air minum di atas lemari kecil samping ranjang, ternyata kosong. Aku pun mencoba bangkit untuk ke dapur mengambil air minum.Aku melihat jam di ponselku ternyata sudah jam sebelas malam, sejak sore tadi ternyata aku ketiduran.Dengan tertatih aku tetap berjalan hingga ke dapur. Hingga indera pendengaranku menangkap suara yang tak asing bagiku, suara rintihan, disahuti suara lenguhan dari kamar sebelah dapur.Suara berat milik Mas Adrian terdengar begitu familiar meski telah lama aku tak mendengarnya, tapi aku hafal betul suaranya kala dilanda gairah yang menggebu.Sejenak aku terdiam, suara desahan membuat bulu di sekujur tubuhku bergidik.Mereka tak salah, bilik kamar terbuat dari sebuah triplek atau papan tipis tentulah tak bisa meredam suara mereka berdua yang tengah bercinta di dalam sana. Aku merutuki diriku sendiri mengapa tak membawa air ke dalam kamar saja
Sebuah rumah petak yang aku sewa di tepi jalan cukup ramai, di depan jalan berjejer penjual aneka makanan ringan maupun makanan berat, di seberang jalan ada sebuah perusahaan ritel yang cukup besar, tempat belanja pakaian dan lainya. Jadi sangat cocok untuk berjualan makanan di sekitar sini.Sewa kontrakan petak per bulan satu juta rupiah. Kontrakan biasa dengan tiga sekat ruangan sebenarnya, tapi karena lokasinya di depan jalan, jadi aku bisa sekalian buka jualan kue di depan kontrakan. Aku bisa fokus jualan di sini, selain itu untuk menitipkan kue ke Bu Ningsih setiap hari, aku serahkan pada Dania. Ia selalu bangun pagi dan membantuku membuat beberapa macam kue. Jadi saat aku pindah ngontrak di sini, Dania bisa tetap membuat kue di rumah ibu dan menitipkannya pada Bu Ningsih. Biarlah itu menjadi tambahan buat Dania.Selain berjualan offline di depan kontrakan, kini mulai berdatangan pesanan kue box untuk acara arisan, kumpul keluarga dan lainya, yang tentunya bisa sangat menambah
Pov Adrian.Sejak kehadiran Vivi dalam hidupku, entah mengapa semuanya berubah, sikap Dania padaku, sikap ibu padaku apalagi.Semua telah berubah. Mengapa tak ada yang bisa mengerti aku. Aku laki-laki, jujur kehadiran janin dalam rahim Vivi itu sangat membuatku bahagia. Aku rela melakukan apapun asal janin dalam kandungannya sehat, tumbuh dengan baik.Berkali-kali aku mengucap syukur akhirnya ibu bisa membaik kesehatannya. Aku sudah sangat ketakutan saat ibu tiba-tiba drop karena mendengar aku telah menikah lagi. Maafkan aku Bu, tapi aku yakin saat bayi mungil itu lahir diantara kita, ibu pasti senang, bukankah ibu sangat mendambakan seorang cucu?Teringat jelas saat aku menjelaskan jika aku sudah menikah lagi, wajah ibu langsung memerah, netra itu yang biasanya menatapku lembut, kini tengah menatap nyalang ke arahku, tatapan intimidasi begitu kentara sekali.Tak kuasa aku menatap wajahnya yang murka padaku. Aku hanya tertunduk takut. Sejak dulu aku begitu takut jika ibu marah, aku t
Dua bulan sudah terhitung sejak Adrian mulai datang hampir setiap hari ke rumah Yulia untuk membantu segala sesuatu kebutuhan Anita.Merawat orang lumpuh ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Tanpa rasa sungkan Adrian membantu mengangkat tubuh Anita jika hendak ke kamar mandi. Barulah setelah di bawa ke kamar mandi urusan mandi atau buang air akan di bantu oleh Yulia atau Sumi.Adrian duduk termenung di ruang tamu menunggu Anita yang sedang dimandikan oleh Yulia di dalam.Sebenarnya ia tak masalah membantu sampai sejauh ini, Adrian ikhlas. Hanya saja kalau Anita tetap tak merestui hubungan mereka, apa semua yang sudah ia lakukan ini akan sia-sia belaka?"Kenapa? Kok ngelamun? Kamu capek? Bantu Aku dan Mama?" Adrian terkejut tiba-tiba Yulia ada di sebelahnya."Oh, nggak aku lagi menikmati pemandangan bunga-bunga di halaman aja." Adrian berkilah."Oh. Kalau di rasa sudah tak sanggup membantu, katakan saja, aku nggak apa-apa."Adrian terdiam. Baginya cinta yang sudah terlanjur tumbuh
"Selamat pagi Tante," sapa Adrian hari Minggu pagi ini ia datang ke rumah Yulia. Kini Yulia sedang membawa ibunya yang duduk di kursi roda, bermaksud untuk menjemurnya di bawah sinar matahari pagi. Sebuah rutinitas yang tak pernah terlewatkan setiap pagi, agar tubuhnya Anita lebih segar.Adrian datang dengan membawa buah dan kue red Velvet kesukaan Anita.Anita diam, dari raut wajahnya masih memperlihatkan ketidaksukaannya pada Adrian, meski ia tahu Adrian adalah orang yang menolong nyawanya ketika waktu ia butuh transfusi darah. Anita tetap keras kepala, sekali tak suka maka sampai kapanpun ia tetap tak suka.Adrian tersenyum, ia paham dirinya masih belum diterima oleh Anita."Mulai sekarang Saya akan sering datang untuk menemui Tante. Jadi kalau ada apa-apa yang dibutuhkan, jangan sungkan untuk menghubungi saya, Tante."Anita mendelik mendengar ucapan Adrian."Memangnya kamu siapa?! Nggak! Nggak perlu kamu datang kemari sering-sering! Bikin mata sepet aja!" sentak Anita.Sedangkan Y
Semenjak hari itu Yulia benar-benar sulit ditemui, bahkan di kantornya, Adrian tak dapat menemuinya. Gadis itu benar-benar serius dengan ucapannya, yaitu ingin instrospeksi diri juga berpikir lebih jernih mengenai hubungan mereka ke depan.Jangan tanya bagaimana suasana hati Adrian. Tidak bisa mendengar suara Yulia, tak bisa melihat senyumannya, tentu rasanya sangat menyiksa.Ternyata sesakit diabaikan. Apa kabar dengan hati Yulia yang menunggu selama berbulan-bulan, menyembunyikan perasaannya sampai pada akhirnya Adrian menyambut cinta itu.Adrian tak pernah menyerah, ia kembali mencoba menghubungi Yulia melalui sambungan telepon.Namun tetap sama, tidak diangkat.Hingga lebih dari dua minggu kondisi ini berlalu. Adrian menyerah tak lagi mengubungi gadisnya. Ia sudah pasrah. Jika memang mereka ditakdirkan bersama maka insya Allah nanti mereka akan bersama-sama. Tapi jika memang takdir tak menyatukan mereka maka Adrian akan berusaha ikhlas.Ikhlas adalah titik terdalam sebuah perasaa
Mendadak wajah Adrian pucat, ia terlihat gugup menatap Yulia yang menatapnya tajam."Ehm, Li, aku akan jelasin ke kamu semuanya, dan kamu jangan dulu salah paham, oke." Yulia masih terdiam menunggu penjelasan seperti apa yang akan Adrian katakan.Setelah keduanya sama-sama diam untuk beberapa saat, Adrian meneguk jus alpukat miliknya."Aku khilaf telah bermain api di belakang Anisa," ucap Adrian jujur. Sebenarnya ia tak tahu lagi dari mana ia harus memulai bercerita, kata-kata seperti apa yang harus ia rangkai dan ia katakan pada Yulia.Ia tak ingin Yulia jadi salah tangkap dan jadi membencinya, Adrian tak sanggup jika harus kehilangan Yulia. Baginya Anisa sudah menjadi masa lalu, dan sekarang ia ingin menggapai masa depan bersama gadis manis yang tengah merajuk ini."Khilaf sampai berselingkuh dengan sepupunya istrimu, Yan?!" Yulia menggeleng tak percaya.Adrian tercekat, ia tak mampu membantah karena memang itu faktanya."Aku nggak nyangka kamu ternyata setega itu Yan. Apa kehadiran
"Aku pamit pulang ya Kak, kasihan Mama, pasti sudah menungguku pulang." Jari sudah hampir gelap, Yulia pun pamit untuk pulang.Putri mengantar Yulia hingga ke depan pintu gerbang, saat sebuah taksi mobil yang dipesan Yulia tiba di depan rumah Putri, Yulia langsung naik dan berlalu pulang ke rumahnya.Sepanjang perjalanan, perasaan Yulia gampang, antara tetap melanjutkan atau memilih mundur pada hubungannya dengan Adrian. Sesungguhnya jauh di lubuk hatinya, Yulia sangat mencintai laki-laki itu, sejauh ini, walaupun mamanya menentang keras hubungan mereka, selama ini ia tetap berdiri tegak, teguh pada pendiriannya, yaitu memperjuangkan cinta.Tapi menilik akan kisah masa lalunya Adrian, apakah laki-laki itu benar-benar bisa tulus mencintainya sepanjang hidup mereka? Seperti cintanya pada Adrian.Bagaimana kalau tiba-tiba Adrian mengulangi kesalahan yang pernah ia lakukan pada Anisa? Tentu saja hati Yulia akan hancur.Orang bilang sekali saja laki-laki berselingkuh maka tak menutup kemu
Mendadak raut wajah Putri berubah. Ia merasa kurang nyaman membahas lagi tentang masa lalunya."Ehm maaf Kak, maaf banget. Aku bukan bermaksud untuk mengingatkan Kak Putri tentang masa lalu Kakak, tapi aku sangat butuh informasi tentang Adrian." Yulia berkata dengan sungguh-sungguh.Ia tak ada maksud apapun, ia hanya ingin tahu tentang Adrian. Ia tak ingin salah dalam melangkah.Putri menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Kemudian ia meraih cangkir teh-nya, menyesapnya pelan, berharap ia bisa merasa lebih rileks sebelum memulai bercerita tentang mantan suaminya."Ehm, memangnya Yulia kenal Adrian dimana?" tanyanya yang merasa heran bagaimana bisa sosok Yulia yang terlahir dari keluarga terhormat, tumbuh menjadi gadis cantik, berpendidikan tinggi, dan kini memiliki karir yang bagus di perusahaan tempatnya bekerja, tiba-tiba saja kenal dengan Adrian yang notabenenya hanya laki-laki biasa.Yulia tersenyum kecil."Mas Adrian ... Dia calon suami Yulia Kak," jawabnya.Seketi
"Yulia, boleh Tante ngobrol sebentar?" tanya Maya setelah Adrian pamit pulang."Ada apa Tante?" Yulia mendaratkan bobotnya di sebelah Maya.Maya mengulas senyum lembut pada gadis disebelahnya. Yulia memang cantik, dia juga sangat penurut."Gimana kerjaan kamu? Lancar?" tanya Maya sekedar basa-basi."Alhamdulillah lancar Tante." Yulia menatap lekat wajah Maya, ia seakan bisa membaca gurat ekspresi tantenya yang terlihat sepertinya ada yang ingin beliau sampaikan."Ada apa Tante? Ada yang ingin Tante katakan sama Yulia?" tanya Yulia langsung pada intinya. Maya pun kembali mengulas senyum."Iya ada sedikit yang ingin Tante tanyakan." Yulia menegakkan tubuhnya seakan ia telah siap untuk mendengarkan apa yang hendak Maya tanyakan."Kamu serius sama laki-laki itu? Siapa itu tadi namanya, ehm ....""Adrian Tante.""Ah ya, Adrian. Apa kamu benar-benar serius dengan hubungan kalian?" "Iya Tante. Yulia sama dia sih serius, tapi masalahnya ada sama Mama, Mama nggak merestui hubungan kami, padaha
Semenjak hari itu Anita lebih banyak diam, tak lagi membahas tentang perjodohan pada Yulia.Sampai pada hari ini rumah Anita kedatangan sepupunya, yang tak lain adalah Maya–ibunya Raffi.Beberapa kali Maya datang ke rumah, dan dua kali menjenguk di rumah sakit. Melihat kondisi sepupunya yang kini terbaring di tempat tidur membuat Maya sedih, karena biasanya saat ada acara kumpul keluarga, Anita selalu menyempatkan diri untuk hadir di tengah-tengah mereka. Tapi kini semenjak ia mengalami kecelakaan, Anita seakan tersisih dari keluarga besarnya."Gimana keadaan kamu sekarang Mbak?" tanya Maya. Ia datang sendiri dengan di temani supir."Ya beginilah May, tak ada perubahan apapun, aku cuma wanita tua yang lumpuh, dan merepotkan," ketus Anita.Maya yang memang sudah sangat mengerti karakter Anita pun biasa saja."Sabar Mbak, namanya juga ujian. Alhamdulillah Yulia gadis yang baik, aku lihat dia merawatmu dengan baik."Anita hanya menghela napas. Putrinya memang gadis yang baik, cantik, ta
"Makan dulu Ma." Yulia menyuapi bubur untuk Anita. Namun Anita masih diam tak bergeming."Ma, makanlah sedikit," pinta Yulia lagi, pasalnya semenjak sadar dari komanya mamanya lebih banyak diam, tak mau makan.Akibat kecelakaan yang menimpanya dan masalah pada saraf otaknya, menyebabkan kedua kaki Anita tak bisa digerakkan. Lumpuh.Segala sesuatunya harus di bantu. Yulia jadi sering ijin tak masuk kantor, untungnya pihak kantor berbaik hati memberikan dispensasi karena selama mengabdi pada perusahaan kinerja Yulia bagus."Kamu nggak masuk kerja lagi?" tanya Anita.Beruntung meski kakinya lumpuh, dalam berbicara Anita masih lancar, tak ada masalah."Nggak usah pikirkan tentang kerjaanku Ma, yang penting sekarang Mama harus makan biar cepat sembuh," sahut Yulia."Assalamualaikum, selamat pagi." Tiba-tiba pintu ruang rawat Anita terbuka, menampakkan sosok Adrian.Melihat kehadiran Adrian, Anita langsung membuang muka."Ini aku bawakan buah-buahan dan brownies untuk Tante Anita." Adrian m