Home / Rumah Tangga / Wanita Penjaja Cinta / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Wanita Penjaja Cinta: Chapter 71 - Chapter 80

99 Chapters

Bab 71

Mobil yang kutumpangi berhenti di depan rumah kami, usai membayar sejumlah uang, aku pun turun. Tak berselang lama, sebuah mobil SUV warna putih berhenti tepat di depanku. Dan betapa terkejutnya aku, demi melihat siapa yang menjadi pengemudi mobil itu. "Mey, apa kabar?" Tanya sosok berkacamata hitam, dari dalam mobil yang kacanya terbuka sebagian itu. Dan yang lebih mengejutkan lagi, Dinda duduk di jok sebelah laki-laki itu. Kepalanya tertunduk dalam. "Dinda! Turun!" Tanpa menunggu dua kali, gadis itu membuka pintu mobil dan turun ke luar. Dia berjalan ke arahku masih dengan kepala tertunduk. "Masuk!" Titahku tegas. Tanpa berpamitan pada Rey, bahkan menoleh pun tidak. Dinda masuk ke dalam rumah. Kini aku tinggal aku dan Rey yang saling beradu pandang. Lelaki itu akhirnya turun dan menghampiriku. "Selain merusak ibunya, ternyata kamu juga berniat merusak anaknya," ucapku dingin dan ketus. Laki-laki ini sudah melanggar janjinya padaku, untuk tidak menemui Dinda sementara waktu.
last updateLast Updated : 2023-07-14
Read more

Bab 72

"Oke, aku mengerti sekarang. Suamimu memang lebih berharga dari semuanya, termasuk Dinda. Kalau begini, aku jadi mikir untuk mengambil alih hak asuh Dinda." Usai berkata, Rey masuk ke dalam mobilnya. Tak lama kemudian dia membawa kendaraan roda empat itu, meninggalkan aku yang masih berdiri terpaku. "Kalau begini, aku jadi mikir untuk mengambil alih hak asuh Dinda" Kalimat itu kini terngiang-ngiang di telingaku. Aku jadi mikir, bagaimana kalau Rey membuktikan ucapannya? Bersamaan dengan itu, mobil Mas Rahman mendekat. Aku segera berlari membuka pintu pagar lebar-lebar, kemudian menutupnya kembali setelah mobil itu terparkir di dalam garasi. "Yang tadi ngomong sama kamu kayak dokter Rey, ya? Atau aku hanya salah lihat?" Tanya Mas Rahman setelah turun dari mobil dan menghampiriku yang tengah menunggunya. Rupanya Mas Rahman sempat melihatku ngobrol sama Rey tadi. Doaku, semoga Mas Rahman tidak salah paham, apalagi sampai cemburu. Masalah Dinda sudah cukup membuat pusing kepalaku, a
last updateLast Updated : 2023-07-16
Read more

Bab 73

Perlahan kubuka pintu yang tidak terkunci itu. Sebelum memutuskan melangkah masuk, aku tertegun sejenak, melihat di atas ranjang Dinda terlungkup dengan dua tangan menyangga dagu. Tanpa perlu diceritakan, aku tahu Dinda baru saja menangis. "Dind! Solat maghrib dulu, yuk! Habis itu kita makan malam," ucapku lembut sambil berjalan mendekat ranjang. Gadis itu bergeming, dia tetap pada posisinya. Tertelungkup sambil menyangga kepala. Tapi aku tidak akan menyerah begitu saja, aku terus berusaha meluluhkan hati gadis yang hampir menginjak masa remaja itu. "Banyak tugas yang harus kamu kerjakan, lho. Kata Bu Ina, besok harus dikumpulkan," kataku lagi. Kali ini aku duduk di sebelah Dinda, bisa kulihat jelas mata sembab gadis itu. Pelan ku elus kepala anak gadisku. "Yuk, sholat sekarang! Keburu waktu maghrib habis. Nanti, ngerjain tugasnya Mama bantu," bujukku lembut, meski tak ada respon dari anak semata wayangku itu. Meski sempat bingung, akhirnya memilih menuruti saran Mas Rahman. Aku
last updateLast Updated : 2023-07-17
Read more

Bab 74

"Mah, capek .... Belajarnya sudah, ya? Dilanjut besok pagi, boleh?" Tanya Dinda manja. Ah, senang rasanya, melihat Dinda kembali bersikap manja padaku. Dinda ku sudah kembali. Setelah selesai sholat isya tadi, aku membantu Dinda mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan ke wali kelasnya. Sebagai hukuman karena bolos tiga hari tanpa ijin. Aku berusaha membangun bonding di antara kami. Aku ingin Dinda selalu terbuka padaku, menceritakan segala keluh kesahnya tanpa merasa sungkan. Mengenai permintaannya yang ingin tinggal bersama Rey, jelas kutolak mentah-mentah. Dinda anakku, tanggung jawabku, aku tidak akan membiarkan dia tinggal bersama orang lain, meski itu ayah biologisnya. "Ya sudah, habis sholat subuh dilanjut lagi. Tapi Mama nggak bisa bantu, lho. Kan harus bantuin Mbok Nah, Mbak Susi jaga Eyang di rumah sakit," jawabku seraya membantu Dinda membereskan buku-bukunya. "Eyang masuk rumah sakit, ya? Kok, Mama nggak jaga?" Aku menghentikan aktivitasku sejenak. "Mama giliran jaga p
last updateLast Updated : 2023-07-18
Read more

Bab 75

Setelah melalui diskusi panjang, aku dan Mas Rahman akhirnya memutuskan untuk menemui Reynald. Banyak hal perlu kami bicarakan, membahas Dinda tentu saja. Tak mungkin aku terus menghindari laki-laki ini, bukannya menyelesaikan masalah, tapi justru menambah rumit keadaan. Aku bahkan tak mau menunda lagi, langsung gas usai mengantar Dinda sekolah. Takut masalah makin lebar dan tak terselesaikan. Bisa saja, tanpa sepengetahuanku Dinda masih bertemu Rey, dan laki-laki itu memanfaatkan keadaan dengan menghasut Dinda. Oh ya, mulai hari ini aku memutuskan mengantar jemput Dinda sendiri, tak lagi memakai jasa mobil jemputan, agar tidak kecolongan lagi seperti kemarin. Toh, aku sudah tidak lagi bekerja, full IRT sekarang. Saking nggak mau kecolongan, aku sengaja menunggui Dinda masuk kelas, baru kemudian meninggalkan sekolah Dinda. Kekhawatiranku bukan tanpa alasan. Setelah tahu seperti apa kelakuan papanya dimasa lalu, ternyata Dinda tetap menyayangi laki-laki itu. Dia bilang, "tapi dia pap
last updateLast Updated : 2023-07-19
Read more

Bab 76

Benar saja, mobil itu berhenti di depan pagar bersamaan dengan klakson yang berbunyi keras. Tak lama kemudian datang wanita paruh baya, membuka gerbang lebar-lebar. Setelahnya Mobil itu masuk pekaranganTanpa menunggu lagi, aku dan Mas Rahman bergegas turun, bermaksud menemui Rey. Mas Rahman tak punya waktu banyak, siang ini dia ada janji dengan orang. Dan betapa terkejutnya kami, demi melihat siapa yang berjalan di belakang Rey. "Dinda!""Mama!"Dinda tak dapat menyembunyikan ketakutannya, dia langsung bersembunyi di belakang punggung Reynald, begini melihatku datang. Aku merangsek, tapi Mas Rahman menahan langkahku dengan menggenggam tangan ini. Suamiku itu memberi kode dengan menggeleng pelan, saat tatapan kami berserobok. "Kita bicarakan baik-baik," ucapnya pelan, menyerupai bisikan. Diremasnya lembut jemariku, hingga emosi ini sedikit mereda. "Lho, ada tamu rupanya. Silahkan masuk," ucap Rey ramah, dengan wajah tanpa dosa. Kalau tanganku tidak digenggam Mas Rahman, mungkin a
last updateLast Updated : 2023-07-20
Read more

Bab 77

"Bagaimana kalau saya menolak, dan tetap mengajukan gugatan ke pengadilan?" Apa maksud Reynald berkata seperti itu? Nantangin Mas Rahman, atau bagaimana? Tak habis pikir aku memikirkan sikap dokter spesialis anak ini, kupikir semakin bertambah umur, semakin dewasa pula cara dia berfikir. Ternyata aku salah, bertambahnya umur Reynald hanya menambah egonya. Bahkan pendidikannya yang tinggi seolah tak memperngaruhi cara dia berfikir. Untuk pertama kalinya dalam seumur hidupku, aku bersyukur dulu dia menolak bertanggung jawab. Andai aku menjadi istrinya, bisa dipastikan bakal mengalami tekanan batin. Hidup bersama laki-laki egois seperti dia. Mas Rahman menghela nafas panjang, sebelum kembali angkat bicara. "Itu diluar kuasa saya. Dokter. Tapi, apa anda tidak sayang dengan waktu dan uang anda, dengan melakukan hal yang sia-sia?" Rey menatap sinis suamiku. "Maksud anda apa?""Saat Mey mengandung Dinda, anda menolak bertanggung jawab, bahkan menuduh Mey tidur dengan laki-laki lain. Susah
last updateLast Updated : 2023-07-21
Read more

Bab 78

"Mas, kenapa kamu kasih ijin Dinda nginep di rumah Reynald, sih," protesku tak terima, saat kami dalam perjalanan pulang. Aku benar-benar nggak ngerti dengan jalan pikiran suamiku ini. Kok, bisa-bisanya mengijinkan Dinda nginep di rumah Reynald. Memang dia ayah kandungnya, tapi hatiku masih belum rela membiarkan mereka sedekat itu. Dan sebelnya lagi, Mas Rahman bahkan menawarkan diri mengantar pakaian ganti Dinda, untuk dipakai selama dia tinggal di rumah itu, nanti sore. Gimana nggak emosi, coba? Harusnya dia mendengar pendapatku dulu, atau meminta persetujuanku. Bukannya main kasih ijin. Bagaimanapun juga aku ini ibu kandungnya Dinda, yang mengandung dan melahirkannya. Kalau kayak gini aku merasa nggak dianggap. "Nanti kalau dia krasan, gimana? Terus nggak mau diajak pulang, malah tinggal di sana terus. Kan, repot, Mas!" lanjutku.Laki-laki yang tengah fokus nyetir itu, seolah tak ambil peduli dengan segala protes yang kulayangkan. Membuatku kesal dan spontan menggebuk gemas leng
last updateLast Updated : 2023-07-22
Read more

Bab 79

"Justru karena kita lagi banyak masalah, bercinta membuat otak kita rileks, dan bisa berfikir jernih," jawabnya enteng. "Dasar mesum!""Ya wajar, lah! Namanya juga laki-laki!" Dan jawaban Mas Rahman membuat perasaanku diteror kekhawatiran. Dan ketakutan itu makin menjadi, ketika ponselku berbunyi dan nama Dinda terpampang di sana. Ada ada dengan anak itu? "Dari siapa, Mey?" Mas Rahman bertanya, ketika aku terlihat ragu mengangkat panggilan itu. "Dinda, Mas.""Kenapa nggak diangkat?""Bingung mau ngomong apa?" Bohong ku, padahal jantungku kebat-kebat takut mendengar kabar buruk dari anakku. "Ngomong biasa aja, seolah kamu tidak apa-apa. Jangan marah atau mengomeli dia, tapi tunjukkan perhatianmu. Agar Dinda tahu kamu menyanyanginya, dan menghargai setiap keputusannya. Dinda sudah bukan anak-anak lagi, Mey. Dia sudah beranjak dewasa, kita harus memperlakukan dia sesuai usianya," terang Mas Rahman. Aku mengambil nafas panjang dan mengembuskannya pelan-pelan, sebelum akhirnya mengan
last updateLast Updated : 2023-07-23
Read more

Bab 80

Azan baru saja selesai berkumandang, saat Mas Rahman tiba-tiba datang dengan wajah kusut dan kantung mata tebal. Aku yakin semalaman dia tidak tidur, wajahnya terlihat begitu mengenaskan. "Rey sudah pulang? Kok, Mas menyusul kesini?" "Ambilin handuk, sama siapin baju ganti, Mey. Aku mau mandi." Bukannya menjawab pertanyaanku, laki-laki malah memberikan perintah. Aku yang kebetulan baru selesai mandi, dan handuk bekas ku masih di pundak, belum sempat aku gantung di tempatnya, pun mengulurkan handuk itu pada suamiku. Karena dia tidak sabar, menungguku mengambil handuknya sendiri dari tas. "Pakai ini nggak pa-pa?" Laki-laki itu langsung menyambar handuk dari tanganku. "Sudah, nggak pa-pa," ucapnya, lalu melesat ke kamar mandi. Aku hanya bisa menghela nafas panjang, melihat kelakuan suamiku. Setelah beberapa menit dia keluar dari kamar mandi, dengan wajah lebih segar. "Huf, seger," gumam laki-laki itu sambil melangkah ke arah sofa tempatku duduk. "Ini Baju gantinya?" Tanyanya menun
last updateLast Updated : 2023-07-24
Read more
PREV
1
...
5678910
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status