Home / Pernikahan / Pesona Istri Dari Desa / Chapter 141 - Chapter 150

All Chapters of Pesona Istri Dari Desa: Chapter 141 - Chapter 150

374 Chapters

Malam pertama

Tak berselang lama kami sampai di rumah yang diberikan oleh daddy. Rumah mewah dikawasan elit. Aku pun baru tahu ini rumah pemberian daddy ketika aku menikah, selama ini mereka tidak pernah cerita mengenai ha ini. Irwan dengan sigap membantu kami keluar dari mobil. Lagi-lagi si Gendis, turun mengangkat gaunnya. Rumah konsep eropa yang begitu memesona. Siapa pun akan betah tinggal disini. Pelayan pun tak tanggung-tanggung daddy siapkan. "Selamat datang tuan muda dan istri, perkenalkan saya--bu Purwanti kepala pelayan di rumah ini," sambut bu Purwanti begitu sopan. "Terima kasih sambutannya bu Purwanti." Si Gendis dari jauh berjalan, dia kewalahan dengan gaun yang digunakan. "Abbaaang, tungguin dedek dong." Astaga panggilan apalagi itu. Dedek-dedek, geli aku dibuat. "Punya kaki, tangan, jalan sendiri." "Abang mah kagak mesra sama dedek," ucapnya lagi. Semua pelayan menutup mulut menahan tawa. Siapa coba yang tidak ketawa melihat tingkah si Gendis. "Kagak ada yang mau bantu," ucapk
last updateLast Updated : 2023-06-12
Read more

Meresahkan

Entah mengapa setelah adegan ciuman yang spontan membuatku malu untuk ke kamar. Daripada aku kedinginan di luar, lebih baik aku langsung masuk kamar. Si Gendis bersiap tidur, bajunya pun sudah diganti. Dengan mengendap aku masuk kamar biar tidak ketahuan oleh si Gendis."Diam, jangan bergerak!" teriaknya. Astaga itu anak, aku jadi ketahuan."Abaang tidur di shofa, aku sendiri di kasur ini," ucapnya."Balik badan!" titahnya lagi.Diih, itu anak sudah persis pemimpin upacara ketika apel bendera. "Siapa juga mau tidur sama kamu, bawel," ucapku lagi.Aku langsung membuka bajuku karena kegerahan. "Eh, enak saja buka baju didepanku," ucapnya sambil menutup mata."Kenapa? Terpesona sayang?" tanyaku lagi." "Siapa juga terpesona denganmu, bwang." "Kita sudah halal sayang, sah lahir dan bathin." Si Gendis mundur teratur. Hahaha ... bisa takut juga ini bocah.Kucari bajuku terlebih dahulu, tanpa maku aku membukanya di depan Gendis. Biar saja ini bocah dikerjain. Sedang mengganti pakaian. Te
last updateLast Updated : 2023-06-13
Read more

Keramas

"Bye bye sayangkuh, tunggu kami datang." Bunda mengakhiri telponnya. Ini sih emak-emak meresahkan. "Dingin tau keramas, kamu aja yang keramas. Aku kan pakai jilbab." Si Gendis membela diri."Terserah maumu, lah. Pusing pala," jawabku."Diih, ngarep pasti 'kan aku ikut keramas.""Jangan salahkan aku jika bundamu minta buka jilbab. Hm?" Aku tak mau kalah. Dia mendelik, biarkan saja.Pernikahan macam apa ini, tiap saat mumet rasanya.Aku langsung mengambil air wudu, sejak kecil bunda selalu mendidik kami untuk tidak melewatkan salat malam. Aku pun melihat si Gendis juga mencari mukenahnya. Lumayan, lah, dia punya kebiasaan baik untuk melaksanakan salat malam.Azan berkumandang, saatnya salat subuh."Gak ke masjid?" tanyanya kalem. Entah mengapa aku grogi kalau dia berubah jadi lembut."Aku belum tau lokasi masjid terdekat disini, nanti aku coba keluar untuk mencari posisinya.""Sip, laki-laki sebaiknya salat di masjid." Aduh, kenapa dia berubah jadi manis begini. Bikin hati aduhai dib
last updateLast Updated : 2023-06-13
Read more

Kecewa

Kami sarapan berlima, si Gendis tak henti memegang tanganku. Entah apa yang dipikirkan sampai tidak mau lepas dariku."Rani, lepas tangan suaminya, takut sekali berjauhan.""Zaman sekarang pelakor dimana-mana bunda, tidak melihat teman atau saudara," jawabnya membalas bundanya. Benar-benar si Gendis, tak lupa dia memandang kakaknya dengan tajam."Mbak Ana kenapa memandangku begitu?" tanyanya. "Memangnya gak boleh, adikku sayang?" tanyanya balik."Gak boleh, mbak. Karena mbak bukan memandangku, tapi memandang suamiku," bisiknya. Aku juga merasa heran mengapa Ana memandangku sangat aneh. Aku dibuat salah tingkah dengan tatapannya.Daddy dan om Gunawan ikut bergabung. Terasa sekali kekeluargaannya meski aku risih karena Ana memandangku terus menerus. "Jaga pandangan, Bwang," bisik si Gendis."Santai saja, jangan cemburu begitu. Aku sudah ditolak kakakmu maka pantang bagiku luluh kembali.""Jangan sangka, dia punya pesona. Ana Chairunnisa itu dari dulu banyak yang suka," bisiknya kemba
last updateLast Updated : 2023-06-14
Read more

Bulan Madu

Dia diam, lalu menatapku sebentar."Maafkan aku." Hanya itu yang diucapkan. Setelah itu mood bulan madu pun rusak. Meski begitu aku tetap berkemas tanpa banyak kata yang keluar dari mulutku. Mungkin selama ini dia bebas melakukan apa yang diinginkan tanpa musyawarah terlebih dahulu. Kalau aku jelas beda, semua selalu kudiskusikan dengan bunda dan daddy. Kulihat dia pun berkemas, dari awal memang pernikahan ini terkesan dipaksakan mau seperti apa pun tetap hati kami yang bergejolak. Irwan sudah menyiapkan mobil untuk kami bulan madu, kami memilih di puncak. Lebih tepatnya pilihan Gendis yang menginginkan di puncak. Kata bunda, dulu om Gunawan sangat mencintai bunda, tapi jodoh mereka yang tak sampai. Aku seperti merasa ini hukuman untukku. Hukuman hatiku yang seperti dijerat dengan anaknya om Gunawan."Lagi sakit gigi, bang?" tanyanya. "Hm." Aku hanya menjawabnya dengan deheman. "Atau lagi sariawan." Astaga, ini anak, dia pakai adegan mencubit agar memastikan."Bilang, dong. Bagaim
last updateLast Updated : 2023-06-15
Read more

Dari Hati Ke Hati

Gendis mundur teratur, aku langsung memegang tangannya. Wajahnya terlihat tidak tenang. Bisa gemetar juga ini anak."Ambil jilbab, bunda nelpon," ucapku. Dia hanya mengangguk dan langsung mengambil jilbabnya untuk video call dengan bunda. Dia masih canggung ketika kembali mendekatiku, terlihat sekali dengan auranya yang beda. Aku jadi kasihan melihatnya."Kita ini suami istri jadi biasa saja, jangan canggung gitu," ucapku lagi. "Kamu membuatku takut.""Aku bukan monster, aku kesini karena bunda ingin memastikan apakah kita sekamar atau tidak.""Iya, aku paham itu.""Mendekatlah ... aku suamimu." Tak berselang lama Bunda menelpon lagi, aku menarik tangannya membuat posisi kami semakin dekat. Gendis masih canggung dan takut berada di sampingku."Bunda nelpon." Lagi, dia hanya mengangguk, apa dia grogi berada di dekatku. "Assalamualaikum, Shaka.""Waalaikumsalam, Bunda.""Mana menantu bunda?" tanyanya. Entah mengapa bunda penasaran aku sekamar atau tidak dengan Gendis."Ini, Bund." A
last updateLast Updated : 2023-06-16
Read more

Ada Apa Dengan Ana?

"Tidurlah, aku tidak akan memaksamu," ucapku dengan lembut membelai jilbabnya. Kadang kita harus melihat kesanggupan dari pasangan yang baru kita nikahi tanpa memaksanya.Untuk pertama kalinya kami tidur bersama meski kami belum melakukan ibadah sepasang suami istri. Mulai saat ini aku akan belajar memahaminya, belajar mengerti akan dirinya selayaknya pasangan suami istri lainnya. "Siapa laki-laki yang menunggu jawabanmu?" tanyaku lagi. Entah mengapa aku begitu penasaran."Dia anak keturunan Ningrat yang banyak aturannya.""Apa karena itu kamu tidak berani menjawabnya.""Iya, karena dia banyak aturan yang tentunya tidak mudah bagiku untuk mengikutinya." Suasana hening. "Apa kamu sebebas itu?""Tidak, aku punya prinsip dan hidupku penuh dendam," jawabnya enteng. Dendam? Kenapa dia begitu mudah mengucapkannya."Dengan siapa kamu dendam?" "Dengan orang tuaku yang selalu membela kakakku." Astagfirullah. Maksudnya?"Itu mungkin hanya pradugamu saja.""Bahkan abang membela mereka. Aku se
last updateLast Updated : 2023-06-17
Read more

Naik Sepeda Berdua

Kami tidur dalam keheningan. Kurasa Gendis memang sedang mengalami masalah yang tidak biasa di keluarganya. Namun, aku akan bicara pelan-pelan dengannya. "Bolehkah aku memelukmu, Bang?" tanyanya. Aku langsung mengangguk dan menerima pelukannya. Kurasakan dia memang mengalami masalah yang serius."Terasa sangat menenangkan," ucapnya. Bulir air matanya jatuh begitu saja. Jujur, aku masih belum percaya jika om Gunawan dan aunty Fatia begitu membedakan Gendis dan Ana."Bang, sebenarnya aku ingin tes DNA dengan ayah dan bundaku. Kurasa aku bukan anak kandungnya." Aku mengelus rambut Gendis ditengah isaknya. Ini masih diluar kendaliku jika selama ini Gendis begitu dibedakan di keluarganya."Kenapa kamu berfikir begitu?" tanyaku balik."Karena tidak ada orang tua yang setega ini," balasnya. Iya, benar, tidak ada setega ini. Aku jadi penasaran dibuat. Namun, bukannya diijab qobul kami, Gendis jelas anaknya karena menggunakan binti Gunawan."Kurasa kamu darah dagingnya om Gunawan, karena kema
last updateLast Updated : 2023-06-18
Read more

Berjuang Bersama

Ana masih tetap berdiri menatap kami, apa sebenarnya yang Ana pikirkan? Bukannya dengan tegas dia menolakku tanpa memberiku kesempatan."Bolehkah aku ikut makan bebek?" tanyanya."Apa mbak tidak tau istilah bulan madu pengantin?" tanyaku lagi. Dia hanya diam, sementara Gendis memegang erat tanganku seperti memberi kode bahwa dia pun tak mau diganggu."Apa tidak boleh seorang kakak mendampingi adiknya hanya sekedar makan?" Dia ikut membalas pertanyaanku. Dia memang pintar berargumen."Untuk kali ini aku sebagai adik tidak menginginkan kehadiran kakak disini," jawab Gendis dengan tegas."Bukannya kamu selalu mengalah untuk mbak?" Dia masih belum menyerah."Kali ini aku bukan Rani yang mbak kenal!""Rani!" teriak seseorang memanggil Gendis, siapa lagi kalau bukan om Gunawan. Gendis langsung menarik napas dalam-dalam."Kakakmu jauh-jauh datang ingin melihat kalian." Gendis hanya diam."Untuk kali ini om, sebaiknya aku dukung istriku karena kami butuh privasi untuk berdua. Jika om sama m
last updateLast Updated : 2023-06-19
Read more

Rasa Ini

Aku menarik tangan Gendis agar segera berkemas untuk pulang. Rasanya berlama-lama disini tak ada artinya. Tak peduli dengan kondisi Ana yang sedang diperiksa dengan ayah dan dokter Rayyandra, kami pulang tanpa pamitan."Ayo kita pulang, sayang," ajakku. Gendis tidak memberontak. Dia mengikutiku tanpa protes.Selama perjalanan menuju kamar, kami hanya diam, Gendis terlihat murung, air matanya turun tanpa diminta."Jangan menangisi sesuatu yang merugikanmu, Dik.""Aku justru takut, Bang," balasnya."Takut apa?" tanyaku."Takut jika abang kasihan padanya dan lebih memihaknya.""Sekali lagi abang katakan, jangan menangisi sesuatu yang tidak pasti, fokus terhadap apa yang di depan mata."Entah apa yang terjadi dengan pernikahan Om Gunawan dengan aunty Fatia hingga dia seperti ini. Aku justru kasihan dengan Gendis yang sejak kecil sudah menjadi orang yang terbuang. ****Kami pulang dengan perasaan lebih tenang. Tak menyangka ada bunda, Daddy dan Monica yang menunggu kami."Akhirnya pengant
last updateLast Updated : 2023-06-20
Read more
PREV
1
...
1314151617
...
38
DMCA.com Protection Status