Kami sarapan berlima, si Gendis tak henti memegang tanganku. Entah apa yang dipikirkan sampai tidak mau lepas dariku."Rani, lepas tangan suaminya, takut sekali berjauhan.""Zaman sekarang pelakor dimana-mana bunda, tidak melihat teman atau saudara," jawabnya membalas bundanya. Benar-benar si Gendis, tak lupa dia memandang kakaknya dengan tajam."Mbak Ana kenapa memandangku begitu?" tanyanya. "Memangnya gak boleh, adikku sayang?" tanyanya balik."Gak boleh, mbak. Karena mbak bukan memandangku, tapi memandang suamiku," bisiknya. Aku juga merasa heran mengapa Ana memandangku sangat aneh. Aku dibuat salah tingkah dengan tatapannya.Daddy dan om Gunawan ikut bergabung. Terasa sekali kekeluargaannya meski aku risih karena Ana memandangku terus menerus. "Jaga pandangan, Bwang," bisik si Gendis."Santai saja, jangan cemburu begitu. Aku sudah ditolak kakakmu maka pantang bagiku luluh kembali.""Jangan sangka, dia punya pesona. Ana Chairunnisa itu dari dulu banyak yang suka," bisiknya kemba
Last Updated : 2023-06-14 Read more