All Chapters of Suara Desahan di Kamar Anakku: Chapter 151 - Chapter 160

334 Chapters

151 Marah

Aku menatap bola mata Yusuf. Akan kupastikan dia tidak berbohong dengan jawabannya."Jawab, Mas? Kenapa kamu melakukan itu semua? Apa salahku?" tanyaku lagi lirih.Yusuf menurunkan tatapannya. Dia menunduk lesu. Dadanya tampak kembang kempis mengatur napas. Sepertinya dia tak akan bisa lagi mengelak dari pertanyaanku. Padahal aku yakin dia bisa lari dan meninggalkanku. Tapi aku tak melihat itu dari tatapannya. Dia menunduk dalam diam. Seperti tengah mencerna jawaban yang akan dia keluarkan."Jawab, Mas!" tekanku lagi."Maafkan saya, Mia. Kesalah pahaman membuat saya khilaf," desisnya menjawab dengan berbisik. Nada suaranya berat. Dia seperti kesulitan berbicara."Khilaf! Apa maksudnya?" Aku bertanya lagi tanpa memberi jeda."Dulu, saya pikir kamu dan anak kamu bersekongkol. Saya pikir kamu adalah pelaku utama yang membuat Khaila depresi. Saya merasa hancur saat melihat Khaila setiap hari histeris dalam kesedihannya. Hidup dan masa depan Khaila seolah hancur. Saya sebagai kakaknya mera
Read more

152 POV Yusuf

Ya Tuhan, aku tidak pernah berniat membohongi, Mia. Perasaan ini benar adanya. Sungguh saya mencintainya tanpa alasan. Aku masih berada di dalam mobil. Menatap rumah Mia yang sudah sepi dengan pintu yang tertutup rapat. Berat sekali rasanya untuk pergi meninggalkan rumah Mia dalam keadaan dia yang tengah marah dan salah paham seperti itu.Harusnya tadi aku menahan langkah Mia yang begitu cepat keluar dari mobil meninggalkanku. Tapi, melihat raut wajah kekecewaan yang tampak di wajah Mia, membuatku merasa sangat malu pada diriku sendiri.Aku memang telah berbuat jahat pada wanita yang aku cintai. Tapi sungguh, kala itu karena aku masih salah menduga. Aku emosi dan tak berpikir ulang.Sampai malam yang semakin larut, aku tak melihat Mia membuka jendela atau sedikit saja mengintai ke arahku. Tak kulihat Mia dari balik Jendela. Wanitaku pasti bersedih dan kecewa atas kenyataan yang mungkin tak pernah dia duga.Jarum pada benda bundar yang melilit pergelangan tangan telah menunjukan pukul
Read more

153 Kembali Ke POV Mia

Hari ini aku memutuskan untuk tidak masuk kantor. Aku masih belum siap bertemu Yusuf dengan kekecewaan yang telah dia berikan kepadaku.Suara ponsel berdering berkali-kali sebagai panggilan masuk dari, Yusuf. Aku tak memperdulikannya. Jawaban dan maaf Yusuf semalam seakan menyatakan bahwa cinta dan sayang yang akhir-akhir ini sering dia katakan, hanyalah dusta semata. Dia bukan mencintaiku, melainkan hanya kasihan kepadaku. Dia bukan menyayangiku, melainkan hanya merasa bersalah kepadaku atas perbuatannya.Rasa gejolak panas kian membara di dalam dada. Kebohongan Yusuf serta merta membuat isi dadaku terasa hancur. Untuk yang kesekian kalinya, ponselku masih saja mengeluarkan suara deringnya. Sungguh mengganggu telingaku. Sepertinya memang harus kumatikan agar siapa pun tak bisa menghubungiku termasuk Yusuf.Namun saat kulihat layar benda pipih itu, ternyata sang penelepon bukanlah Yusuf, melainkan Bu Anjani.Ya Tuhan, aku tidak enak rasanya membiarkan Bu Anjani menunggu lama. Gegas ku
Read more

154 Seratus Juta!

Aku berusaha mengukir senyum walau berat. "Tidak apa-apa, Bu," jawabku."Mba Mia, yakin?" Bu Anjani bertanya lagi. Sepertinya dia tak yakin dengan jawabanku.Aku masih mengulum senyum palsu. "Sudahlah, Bu Anjani. Mari kita bahas apa yang akan Bu Anjani bahas sekarang," pintaku."Baiklah."Bu Anjani nampak mengambil maff yang di dalamnya terdapat beberapa lembar kertas yang entah apa tulisannya.Bu Anjani mulai menjelaskan semua pembagian hasil yang akan aku terima. Sedikit terkejut dengan penjelasan Bu Anjani. Aku pikir uang yang akan aku dapat hanya beberapa juta saja karena aku hanya seorang penulis naskah tersembunyi yang sama sekali tidak terkenal. Tapi justru pikiranku salah. Bu Anjani memberikan jatah pembagian hasil kepadaku senilai seratus juta yang ditulis pada selembar cek. Aku membulatkan mata melihatnya. Sungguh tak kusangka kalau hobi menulisku akan dihargai dengan nilai ratusan juta. Mungkin bagi Bu Anjani uang senilai seratus juta itu tak seberapa, tapi bagiku itu lum
Read more

155 Lalu Bagaimana?

Aku mengatur napas begitu dalam. Kuturunkan tatapan. Aku kesulitan untuk bisa percaya lagi dengan, Yusuf."Maafkan saya, Bu Anjani. Saya butuh waktu banyak untuk bisa menerima kekecewaan ini," ucapku pelan. Sejujurnya aku merasa tidak enak hati pada Bu Anjani. Tapi perasaan kecewa di dalam dada tetap tak bisa disembunyikan.Seberapa besar apa pun Bu Anjani berusaha membujuk, tetap saja perasaanku sudah kecewa dan sulit untuk disembuhkan. Ini bukan perkara rumah yang hangus terbakar, melainkan kebohongan yang sengaja Yusuf tutupi selama ini."Iya, Mba Mia. Saya paham. Semoga suatu hari nanti, Mba Mia akan bisa mengetahui perasaan Mas Yusuf yang sebenarnya." Bu Anjani menatapku dalam seperti menaruh harapan besar kepadaku.Aku mengangguk saja seraya berusaha mengukir senyum tipis. "Oh iya, Mba Mia. Setelah ini, saya juga menunggu karya Mba Mia selanjutnya. Jika nanti Mba Mia memiliki naskah baru yang lebih fresh dan lebih seru lagi, Mba Mia bisa ajukan naskah itu pada saya. Semoga ker
Read more

156 Menemui Yusuf

Aku terdiam dalam beberapa saat. Siska memang benar, aku butuh pekerjaan. tapi, bukan pekerjaan dari belas kasihan orang lain. "Aku tahu. Tapi aku memutuskan akan mengundurkan diri. Aku tidak bekerja sama Yusuf. Aku khawatir hanya akan menambah luka di hati. Aku tak mau mengulangi kebodohanku. Aku tak mau jatuh terlalu dalam dengan perasaanku yang tidak waras," terangku seraya menatap ke arah ujung danau.Aku masih merasakan panasnya di dalam dada. Semilir angin yang sejuk, nyatanya tak mampu mendinginkan suasana hati yang masih saja terasa memanas."Bagaimana kalau sangkaan kamu salah, Mia. Bagaimana kalau Yusuf benar-benar mencintai kamu. Bagaimana kalau Yusuf tulus dengan perasaannya. Apa kamu tidak merasakan itu?" Siska sepertinya masih meragukan keputusanku."Aku sudah tidak bisa lagi membedakan mana tulus dan mana dusta. Yang aku tahu, Yusuf telah berbohong. Dia sama saja seperti pria yang pernah menyakitiku. Aku dengan posisi seperti ini lagi," lirihku.Aku bagaikan seorang wa
Read more

157 Surat Pengunduran Diri

"Mia, akhirnya kamu datang. Duduklah," ucap Yusuf menyeringai senang.Kenapa dengannya? Kenapa dia harus senang dengan kedatanganku? Apa dia merasa bangga karena berhasil membohongiku? Entahlah, aku tak mau memikirkan hal itu lagi. Gegas aku melangkah lebih mendekat ke hadapan Yusuf. Aku mengambil amplop besar berwarna putih yang isinya adalah surat pengunduran diriku."Mia, duduklah dahulu. Saya mau bicara," pinta Yusuf saat melihatku masih berdiri dan mematung."Saya hanya sebentar, Pak," balasku datar. Tak ada senyuman ramah yang biasa kutampillan di hadapan Yusuf.Dengan cepat, Yusuf segera beranjak dari tempat duduknya. Dia mendekat ke arahku. Tatapannya sendu, namun aku tak perduli. Aku tak mau melihat tatapan itu lagi. Tatapan dusta penuh kebohongan."Mia, beri saya waktu menjelaskan. Saya tidak pernah berniat melukai kamu, Mia. Saya tidak pernah berniat membohongi kamu. Saya-" "Cukup, Pak!" Aku meluruskn jari telunjuk di depan wajahku sendiri, segera memotong ucapan Yusuf.
Read more

158 Kedatangan Mantan Mertua

Ada bayangan yang melintas dalam halusinasiku. Sepasang insan yang tersenyum di pelupuk mata. Mereka sudah tiada mereka sudah tenang di alam sana. Aku sudah memaafkan dosa mereka. Kuhapus sesegera mungkin air mata yang lancang menerobos ketahananku. Kuperbaiki pandangan. Akhirnya bayangan sepasang insan tadi menghilang. Semoga senyuman mereka menandakan kebahagiaan mereka di alam sana. Aku akan pulang, pulang dengan kekecewaan.Aku akan merancang sebuah rencana mengenai usaha yang akan aku buka di kemudian hari. Meski sulit dan berat, hidup memang harus tetap kulewati. Aku juga memiliki perut yang harus ku isi di kala lapar. Aku tetap harus bekerja, berusaha mencari sesuap nasi demi menyambung hidup yang tak terlalu berwarna.***Satu hari berganti. Hari ini aku akan pergi membeli bahan-bahan kue. Aku akan tes kemampuanku membuat kue. Namun, langkahku pagi ini sedikit tersendat tatkala melihat kedatangan mantan mertua.Entah dari mana dia mengetahui alamat rumah baruku. Pagi yang sun
Read more

159 Apa Lagi?

"Mia, tolong maafkan semua kesalahan Fery semasa hidupnya. Ibu sadar dia telah bersalah padamu," ucap ibunya Fery yang lagi-lagi mengiba dengan isak tangisnya dalam pelukanku."Tentu saja, Ibu. saya sudah memaafkan Fery. Saya sudah mengikhlaskan semua kesalahan, Fery. Saya bahkan berharap yang terbaik untuk almarhum," balasku. Tak kusangka kalau ibunya Fery benar-benar berubah baik kepadaku.Wanita paruh baya itu menyudahi tangisannya. Dia berusaha mengeringkan air mata yang membasahi pipinya. Dia melepaksan pelukan lalu mengukir senyuman."Terima kasih, Mia. Ibu sadar, kamu memang wanita baik. Ibu akan pulang dengan perasaan tenang. Ibu juga yakin, Fery pun akan tenang di alam sana," ucapnyaAku mengangguk seraya tersenyum. "Iya, Bu. Ibu harus kuat. Do'akan, Fery. Hanya do'a yang bisa menyelamatkannya," balasku lagi. Aku mengusap bahunya. Dia terlihat seperi almarhumah ibuku yang telah tiada.Wajah ibunya Fery sedikit tenang tak sekalut sebelumnya. Dia pamit kemudian pergi dengan kon
Read more

160 Gejolak Hati

Wajah Yusuf menatapku dalam. Aku memalingkan, segera membuang tatapannya."Saya tidak marah. Saya sadar diri. Saya bukanlah siapa-siapa. Saya tidak berhak marah. Hanya saja saya menyesali kebodohan saya," terangku ketus.Aku berusaha menyibukan diri, menurunkan barang-barang yang kubeli tadi dari sepeda motor. Aku tak mau lagi mendengar pembelaan Yusuf."Mia!" Yusuf berusaha meraih tanganku namun kembali kuhempaskan. Tatapanku sinis kepadanya."Kalau kamu tidak marah dan memaafkan saya, lalu kenapa sikap kamu masih saja seperti ini?" Yusuf nampak sabar memelas kepadaku. Hanya saja aku masih tak percaya dengannya."Lalu saya harus seperti apa?" ketusku."Tolong silahkan pulang, Mas. Jangan terus-menerus bermain drama di hadapan saya. Saya tidak akan termakan lagi oleh ucapan kamu." Aku yang masih berusaha mengusir Yusuf."Drama! Saya sedang tidak bermain drama, Mia. Tolong kamu lihat baik-baik mata saya, apa kamu bisa melihat kebohongan di mata saya?" Yusuf malah menantangku."Saya sud
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
34
DMCA.com Protection Status