Jantungku berdetak lebih cepat. Aku semakin panik saat ibu menangis di telepon. “Ibu, tenang, aku akan ke sana!” Yuni menemaniku ke rumah sakit. Dia tidak ingin aku sendiri. “Sudah Bulan, jangan panik!” Seketika tanganku mendadak dingin. Aku takut terjadi sesuatu kepada ayah. Sesampai di rumah, ku lihat ayah meringis kesakitan. Ibu segera menghampiriku. “Kok bisa jatuh sih Bu?” Dengan isak tangisan, ibu segera memelukku. “Ayahmu kaget, tadi dia melihat mas Bayu bersama istri keduanya, jadi dia marah. Ayahmu belum bisa menahan amaranya, Bulan.” Aku memandangi ayah yang juga sedang menatapku. “Yah, mengapa ayah masih memikirkan mas Bayu? Bulan akan cerai dengannya!” suaraku parau. Aku menangis mengingat ayah. Hatinya pasti sangat terluka. “Bulan, ayah sakit melihatnya.” Aku menatap Yuni yang berusaha menenangkanku. “Bawah ayahmu ke rumah sakit, bawah ke Rumah sakit Wijaya, di sana biar aku yang mengatasinya.” Aku mengangguk setuju. Beberapa warga membantu kami membawah ayah.
Baca selengkapnya