Home / Pernikahan / Perempuan Yang Mencintai Suamiku / Chapter 101 - Chapter 105

All Chapters of Perempuan Yang Mencintai Suamiku: Chapter 101 - Chapter 105

105 Chapters

Alasan

Aku memeluk tubuh mas Reza. Sali berusaha menahanku namun mas Gani berseru.“Biarkan saja!”Pandanganku mulai kabur. Aku sangat kelelahan. Dengan pelan, aku menyentuh tangan mas Reza. Beberapa alat medis memenuhi tubuhnyaApa? Apa yang sebenarnya terjadi kepadanya? Aku bertanya-tanya.“Bulan, hanya ada satu orang yang bisa berada di ruangan ini. Sebaiknya, kita keluar dulu. Aku akan menjelaskan kepadamu, apa yang sebenarnya terjadi,” ucap mas Gani.Aku menganggukan kepala mengikutinya.Aku segera keluar dari ruangan dibantu oleh Sali. Tubuhku lemas. Air mata terus terjatuh di pipiku.Kami menuju ruang tunggu khusus untuk keluarga pasien. Aisha dan mas Ahmad sudah duduk lebih dahulu. Saat aku berada di ruang itu, dokter masuk ke ruangan mas Reza.Sepertinya mereka ingin memeriksa keadaan mas Reza.“Gini,” ucap mas Gani memulai pembicaraan. Dia menarik napas dalam-dalam lalu memghembuskan dengan pelan.“Reza ditemukan oleh tim di rumah sakit ini. Sampai sekarang, orang-orang belum tahu
Read more

Perjuangan Kembali

“Apa kamu merencanakan semua ini? Maksudku, mengapa menganti nama mas Reza sebagai Hufo?”Aku memberanikan diri bertanya. Mardiah mengambil lipstick merah dari dalam tasnya. Dia membenarkan lipstick di bibirnya yang berantakan. Mardiah lalu tersenyum ke arahku.Beberapa saat, dia mengambil ponselnya lagi. Sepertinya dia baru saja selesai memperbaiki nail artnya.Aku masih menunggu jawabannya.Dia terlihat sombong sekarang, seakan dia mampu untuk melukaiku. Tapi tidak, aku tidak akan membiarkan dia melukaiku seperti ini. Tidak, dia tidak akan bisa melakukannya!“Aku tidak merencanakan ini. Mas Reza sendiri yang ingin berlibur bertiga denganku. Yah, mungkin saja sebelum anakmu lahir,” ucapnya terasa ringan.Dia tampak tidak peduli dengan semua kekhawatiranku. Sama seperti yang dikatakan ibu Sandi. Mardiah licik. Dia sangat licik. Orang-orang tidak akan pernah tahu bagaimana sifatnya sebelum kita berbicara dengannya.Aku mengelus perutku dengan pelan.Mas Reza masih berada di ruang ICU,
Read more

Berjuang Kembali 2

“Bagaimana kalo mas Reza pada akhirnya tidak bisa bangun?”“Kamu bicara apa sih?” tegurku dengan cepat.Sali memberikanku satu buku dan dia mengajakku untuk jalan-jalan di sekitar masjid biru. Kami sedang duduk di pelantaran masjid. Aku memandangi wajahnya dengan terheran.“Kamu nggak lagi berdoa agar mas Reza nggak bangun kan?”Sali menepuk pundakku dengan lembut.“Kamu mikir apa sih Bulan? Nggak lah. Aku hanya nanya saja. Tadi aku dengar beberapa pembicaraan dari tim medis mas Reza. Ya, mereka kayak menyerah gitu. Aku nggak lagi nakut-nakutin mu loh.”Aku menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Empat bulan lagi aku akan melahirkan. Jika mas Reza belum sadarkan diri. Maka hariku akan sangat menyedihkan.Ibu Sandi berencana akan datang seminggu lagi. Dia ingin menemaniku di sini. Aku setuju, aku butuh dia. Lagi pula, jika dia berada di Turkey. Maka ibu Sandi bisa bertemu dengan Hannah. Dia akan bahagia.Kami berjalan keluar dari masjid.“Aku yakin, Mardiah sudah tidak peduli
Read more

Mas Reza Sudah Sadar

Satu bulan berada di Turkey, tidak ada yang berubah. Aktivitas kami masih saja sama. Berada di rumah sakit dan berusaha untuk merawat mas Reza. Meskipun harapan itu semakin hari semakin redup dan sangat nyata. Dokter mengatakan kepadaku jika mas Reza kemungkinan tidak akan bangun lagi. Jika dilihat dari bulan pertama dia koma, kondisinya semakin menurun. Beruntung, Mas Reza kuat dan dia masih bertahan hingga dua bulan ini. Aku tidak bisa berbuat apapun kecuali berdoa untuknya.“Mas?” bisikku. “Bangun sayang, Bulan sebentar lagi lahiran. Masa mas nggak ada di sini.”Sama seperti hari-hari sebelumnya, mas Reza tidak meresponku. Aku hanya bisa menangis lagi dan lagi. Setelah puas berbicara dengannya, aku keluar dari ruangan. Ibu Sandi mengajakku makan siang di restoran samping rumah sakit. Hal ini menjadi aktivitas kami selama satu bulan ini. “Dua bulan lagi kamu lahiran. Apa sudah menyiapkan mentalnya?”Ibu Sandi menatapku. “Insyallah Bu!” jawabku. Untuk sementara ini, kami tin
Read more

Akhir Kehidupan

Sebulan lebih di Turkey untuk perawatan lanjutan, akhirnya kami diizinkan untuk pulang ke Indonesia. Alhamdulillah, Mas Reza sudah lebih baik. Mertuaku sudah pulang lebih dahulu dan kami akan menyusulnya dua hari lagi. Mas Reza menatapku dengan sangat lama. Suasana di taman terasa sejuk. Sejak tadi, kami duduk di taman berdua saja. “Bulan?” panggilnya. Tangan mas Reza bergerak dengan sangat lambat menyentuh pipiku. Aku tersenyum. Pandangan kami bertemu. “Kamu capek?” Suaranya hampir tidak terdengar. “Nggak sayang,” jawabku. Demi dia, aku tidak pernah merasakan capek sedikit pun. Mas Reza adalah suamiku, dia adalah harapanku. Aku tidak pernah lelah untuk merawatnya. Aku meletakkan secangkir air mineral di samping kursi roda miliknya. “Bulan, a-aku mau tinggal di Jerman selama setahun. Aku ingin menenangkan pikiranku dan beristirahat sejenak di sana, bagaimana?”Aku menganggukan kepala setuju. “Mau Mas,” seruku. Swiss adalah kota impian kami berdua. Pertama kali bertemu mas R
Read more
PREV
1
...
67891011
DMCA.com Protection Status