Semua Bab Menikah dengan Pria Buruk Rupa, Ternyata Dia ....: Bab 131 - Bab 140

274 Bab

Bab 131

"Malika?" Mama menyebut anak dari sahabatnya itu. Wanita yang namanya Mama sebut, menghampiri kami dengan senyum yang merekah indah. Dia menyalami kami semua, tak terkecuali aku. Dengan rasa percaya diri yang tinggi, Malika ikut duduk, meskipun tuan rumah belum mempersilakan. "Tante sama Om, apa kabar?" sapanya dengan sangat ramah. "Alhamdulillah baik. Kamu sendiri apa kabar? Waktu itu Tante pernah denger kamu datang ke sini, deh. Kalau gak salah, dari Raya kayaknya." Mama berucap, lalu melihatku sebentar. "Oh, iya, Tante. Waktu itu aku sengaja datang ke sini untuk nemuin Om sama Tante. Tapi, karena kata Raya enggak ada, aku pulang lagi, deh. Maaf, ya baru bisa datang lagi sekarang. Soalnya aku sibuk, sekarang aku jadi model iklan, Tan." Tanpa disuruh, tanpa ditanya, Malika mengatakan pekerjaan barunya. Mama dan Papa manggut-manggut. Sedangkan kakak iparku, sedikit pun tidak memberikan reaksi. Sebelah tangan Mbak Kinara menyusup ke dalam mukenaku, lalu mencubit pahaku sedikit.
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-07
Baca selengkapnya

Bab 132

"Emh ....""Mama, aku mau pulang. Ngantuk."Lagi-lagi Mbak Kinanti menggantung ucapannya. Ia menoleh melihat putrinya yang bicara seraya menekuk wajah. Gadis sepuluh tahun itu merangkak menghampiri ibunya, lalu menjatuhkan kepala di pangkuan Mbak Kinanti. Melihat kakak sepupunya melakukan itu, Rayyan putraku pun mengikutinya. Dia tidur di pangkuanku, dengan mata tetap melihat pada Safiyah, putri Mbak Kinanti. "Terusin, Mbak," kataku kemudian. "Kayaknya enggak sekarang, Ra. Aku harus bawa Fiya pulang. Kasihan, dia sudah ingin tidur.""Tidur di sini saja," kataku lagi, mencegahnya pergi karena penasaran dengan sesuatu yang ingin dibicarakan Mbak Kinanti."Lain kali saja, ya? Aku pulang sekarang," ujar Mbak Kinanti. "Bangun, Sayang. Kita pamit dulu sama Oma dan Opa."Mbak Kinanti dan putrinya keluar dari ruang bermain. Aku pun menyusul mereka bersama Rayyan yang berada dalam gendongan. Saat kami keluar, ternyata sudah tidak ada Malika bersama Mama dan Papa. Mungkin dia pulang, karen
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-07
Baca selengkapnya

Bab 133

"Bahagia? Aku?" Mas Raffi menunjuk dirinya sendiri. "Tentu saja, iya. Suami mana yang tidak bahagia jika sedang bersama istri tercintanya?" Aku tersenyum hambar. Bukan itu yang aku maksud. Namun, untuk menjelaskannya pun aku tidak berani. Kecurigaan yang hadir di dalam hati, biarkanlah menjadi misteri. Aku takut jika apa yang aku pikirkan, hanyalah ilusi yang tidak memiliki bukti. Mungkin Mas Raffi terlihat bahagia, karena memang sedang berdua denganku, bukan karena klien yang baru saja dia temui. Pikiranku harus positif. "Kita sudah sampai, Ra. Mau tunggu di sini saja? Aku gak akan lama, hanya memberikan ini saja." Mas Raffi membuka sabuk pengaman, lalu mengambil pesanan Mbak Kinanti. "Ya, aku di sini saja. Tapi beneran enggak lama, ya?" kataku dengan telunjuk ke arahnya. "He'em." Mas Raffi keluar dari mobil, lalu masuk ke rumah kakaknya setelah asisten rumah tangga Mbak Kinanti membukakan pintu. Pandangan aku edarkan ke sekitar rumah kakak iparku itu. Halamannya tidak seluas
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-08
Baca selengkapnya

Bab 134

"Mas, serius?" tanyaku tak percaya. Mas Raffi mengusap wajah dengan gusar, nampak jelas sekali ada kesedihan darinya. Perut yang tadi terasa lapar, langsung kenyang oleh kabar yang tidak mengenakkan. Pantas, tadi Mbak Kinanti terlihat murung. Mungkin dia ingin bercerita tentang ini padaku, tapi ragu dan malu. "Masalahnya apa, Mas? Apa yang membuat mereka akan berpisah?" Aku kembali bertanya. "Aku tidak tahu, Ra." Mas Raffi menjambak rambutnya, lalu kembali mengusap wajah yang sudah sangat kacau. "Apa tadi Mbak Kinan bicara langsung sama kamu tentang perceraian?" Aku terus bertanya, mencari tahu yang sebenarnya terjadi di dalam rumah iparku tadi. "Iya. Dia mengatakan tidak kuat dengan hubungan yang menyakitkan, tapi entah apa masalahnya. Dia cuma bilang ingin berpisah dari Mas Rega. Saat kutanyakan masalahnya, dia malah menangis," tutur Mas Raffi. Hening. Ruangan ini menjadi sangat dingin karena aku dan Mas Raffi tidak lagi bicara. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing, yan
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-08
Baca selengkapnya

Bab 135

Aku dan Mas Raffi terlonjak saat pintu terbuka dan Mama beridiri di sana. Segera kami memisahkan diri, dan beranjak dari kasur milik putraku. "Mama, kapan pulang?" tanya Mas Raffi berpura-pura biasa saja. Padahal, aku tahu hatinya berdebar, takut dimarahi Mama. "Tidak usah nanya kapan Mama pulang? Yang harusnya bertanya itu, Mama. Kenapa kalian tidur di kamar Rayyan? Dempet-dempetan. Kasihan, kan dia jadi kesempitan."Aku menunduk seraya memainkan jari jemari. Rasa dingin yang selalu datang di waktu subuh, kini tidak terasa lagi. Yang ada, suhu badanku mulai memanas dan keringat merembes keluar dari pori-pori kulit. "Sekali-kali boleh, dong kita tidur dengan anak sendiri. Momen ini tidak akan datang dua kali, Mah.""Momen apa? Kalian malah akan bikin Rayyan jadi penakut, maunya tidur ditemani. Susah-susah Mama ngajarin dia berani, malah kalian rusak. Sana, pergi ke kamar kalian." Mama menubruk pundakku dan Mas Raffi untuk bisa menghampiri putraku. Ibu mertuaku itu memasang kembali
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-08
Baca selengkapnya

Bab 136

"Syakila, kenapa?" tanya Mama lagi. Anak gadis dari Mas Daffa dan Mbak Syahida itu tidak menjawab. Ia menenggelamkan wajah dengan terus tersedu terdengar pilu. Aku dan Mas Raffi saling pandang, lalu menghampiri Syakila yang pundaknya bergetar di pangkuan Mama. "Kak, ada apa? Coba cerita sama Tante," ujarku membujuk. Syakila mengangkat kepala, mengusap wajahnya yang basah oleh air mata. Namun, dia belum mau bicara. Dia tetap menangis dan kembali memeluk pinggang neneknya. "Fi, coba telepon masmu. Apa yang dia buat sampai Syakila datang sambil nangis-nangis seperti ini? Masih pagi-pagi buta, lagi." Mama menyuruh suamiku. Mas Raffi bergerak, dia pergi ke kamar untuk mengambil ponsel. Sedangkan di sini, kami masih membujuk Syakila untuk bicara dan mengatakan yang terjadi di rumahnya. Tidak berapa lama, Mas Raffi kembali. Namun, ada yang tak biasa dari gelagat suamiku itu. Dia seperti menyimpan rahasia yang hanya dibagi dengan Papa yang dipanggilnya menjauh dari kami. Mas Raffi mem
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-09
Baca selengkapnya

Bab 137

"Syakila, berhenti!" Aku berteriak kencang agar anak itu tidak lagi mengamuk dan mengacak-acak kamar ini. Bukannya berhenti, Syakila malah semakin menjadi. Entah setan apa yang merasuki tubuh anak itu, hingga tidak bisa dikendalikan. Dia seakan tuli, tidak sama sekali peduli denganku yang berteriak melarangnya menghancurkan barang-barang di kamar ini."Kak, cukup! Berhenti, Syakila." Aku kembali bicara. Gadis itu bergeming dengan dada yang naik turun. Pandangannya tajam ke arahku yang berdiri sekitar lima langkah dari dirinya berada. "Tante tahu kamu marah dan kecewa, tapi jangan seperti ini, Sayang. Tenangkan dirimu," ujarku dengan nada lembut. "Tante gak tahu apa yang aku rasakan! Tante bisa bicara seperti itu karena tidak ada di posisi aku!" teriaknya. "Aku malu! Aku enggak mau jadi orang miskin!" Syakila kumat lagi. Tangannya mengambil parfum, lalu melemparkannya ke kaca rias hingga pecah dan mengeluarkan suara yang begitu nyaring. Bi Marni datang seraya menggendong putra
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-10
Baca selengkapnya

Bab 138

"Hanya ada dua pilihan untukmu, Sya. Ikut dengan Ayah dan Bunda, atau tinggal di sini bersama Oma.""Tapi, jika kamu milih tinggal bersama Oma, di sini, kamu harus mengikuti aturan yang Oma buat. Ini rumah Oma, jadi jangan semau kamu," ujar Mama, menambahkan ucapan Mas Daffa. Syakila diam dengan mata melihat pada Ibunya, juga ibu mertuaku. Mbak Syahida mengatakan sesuatu dengan bahasa isyarat kepada putrinya. Entah apa, karena aku tidak mengerti. Namun setelah itu, wajah Syakila kembali ditekuk. Kupastikan apa yang disampaikan Mbak Syahida adalah ungkapan kesedihan. "Aku mau tinggal di sini, tapi sama Ayah dan Bunda," ujar Syakila setelah beberapa menit diam saja. "Tidak bisa," sanggah Mas Daffa. "Ayah dan Bunda tidak ingin merepotkan Oma dan Opa. Lagipula, di sini sudah ada Om Afi sama Tante Raya. Ayah gak suka rumah yang berisik."Seketika aku langsung teringat rumah milikku dan Mas Raffi yang belum pernah kami tempati. Tidak ada salahnya jika aku menawarkan rumah itu untuk kak
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-11
Baca selengkapnya

Bab 139

[Syakila bukan lagi gadis manis seperti tiga tahun yang lalu, Ra. Dia sudah berubah dan bahkan berulah.]Manik hitam Mbak Syahida mengembun setelah menuliskan dua kalimat pada ponsel yang dia berikan padaku. "Perubahan seperti apa yang akhirnya membuat Mbak dan Mas melakukan ini semua?" Aku bertanya seraya memberikan ponsel ke tangan Mbak Syahida. Benda pipih itu bergoyang pelan seiring dengan lincahnya jari-jari Mbak Ida menari di atas layar keyboard. Benda itu jadi satu-satunya alat percakapan kami, karena aku tidak mengerti dengan bahasa isyarat yang dikuasi Mbak Syahida. Setelah Mas Raffi mengatakan jika Mas Daffa hanya bersandiwara, aku pun menemui Mbak Syahida yang tengah merenung sendirian di pinggir kolam. Sementara anak dan suaminya, masih membahas tempat tinggal yang akan menjadi episode selanjutnya dalam kehidupan Syakila. [Banyak sekali perubahan dia, Ra. Sejak masuk SMA, Mbak sudah melihat gelagat tidak baik darinya. Semakin lama, dia semakin berani. Pulang malam, nga
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-12
Baca selengkapnya

Bab 140

"Ayo, bantu angkat!" "Bawa ke kamar Mama aja dulu!" Mama dan Papa saling bersahutan seraya menghampiri Mbak Syahida yang tergeletak tak berdaya. Entahlah gimana mulanya hingga Mbak Syahida pingsan. Padahal, sebelumnya dia baik-baik saja. Mungkinkah dia lelah memikirkan Syakila? "Ra, ambilkan minum!" titah Mama padaku. Aku yang tadi hendak ikut ke kamar Mama, langsung putar balik pergi ke dapur. Bi Marni yang sejak tadi di belakang, langsung menghampiri menanyakan apa yang terjadi. Dengan tangan sibuk menuangkan air ke dalam gelas, aku menceritakan yang terjadi pada Bibi. "Ya Allah ... kasihan Mbak Ida," ujar Bi Marni seraya mengusap dada. Satu gelas air putih sudah di tangan, dan aku bawa ke kamar di mana Mbak Syahida berada. Di sana, Mas Daffa tengah memeriksa keadaan istrinya yang masih menutup mata. Di samping sebelah kanan, Syakila menangis mengkhawatirkan ibunya yang tidak sadarkan diri. "Gimana, Daf?" tanya Papa, pada putra sulungnya. "Pingsan, Pah. Ida shock dan kel
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-03-12
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
28
DMCA.com Protection Status