Beranda / Romansa / Love You Aleea / Bab 71 - Bab 80

Semua Bab Love You Aleea : Bab 71 - Bab 80

124 Bab

Sehati

71Akhirnya hari yang dinanti-nantikan pun tiba. Jumat sore, aku memacu motor menuju kelab Mas Benigno bersama Ijan. Sesampainya di tempat tujuan, Linda sudah menunggu dengan membawa kostum pesanan yang sengaja dibuat khusus di butik temannya Mbak Yeni. Aku membersihkan wajah dengan tisu basah di toilet, sebelum mengenakan setelan jas non formal biru pas badan. Ijan bersiul sambil mengacungkan jempol, sementara aku menyunggingkan senyuman kala bercermin. Setelahnya, kami keluar dari toilet dan menghampiri Linda yang tengah berias di belakang panggung bersama Mbak Gita dan Mas Jay. Ketiga orang tersebut kompak mengacungkan jempol sebagai tanda memuji. "Bagus, Ken. Nggak kayak jas bapak-bapak," tutur Mas Jay sambil memegangi bagian punggung tanganku. "Bahannya juga halus. Kayak jahitan mahal," sambungnya. "Iya, memang mahal. Aku ngebobol celengan demi beli ini," selorohku. "Nggak mungkin, gajimu nyanyi tiga tempat pasti banyak," sahut Mbak Gita yang membuatku terkekeh. "Ehh, iya, k
Baca selengkapnya

Alesan!

72Sabtu pagi ini, aku baru menginjakkan kaki di teras toko kue Mama ketika sebuah mobil sedan putih parkir dan membunyikan klakson. Aku terkejut saat menyadari bila itu adalah Mama Anita dan tentu saja putrinya. Aku menghentikan gerakan membuka pintu toko dan menghampiri untuk menyalami mereka. "Ken, kuenya udah siap?" tanya Mama Anita. "Kue apa, Ma? Ada mesan?" Aku balas bertanya karena memang merasa tidak dititipi orderan oleh beliau. "Belum sih. Tapi Mama baru ingat, hari ini diundang ke acara pengajian tetangga. Nggak bawa apa-apa, kan, nggak enak, lumayan bisa buat tambahan suguhan." "Oh, gitu. Ada, Ma. Lagi di-packing, bentar lagi Papa yang anter. Aku ke sini mau bersih-bersih." "Kubantuin," sahut Aleea. "Nggak usah, aku bisa sendiri. Kamu tunggu aja di dalam," tolakku. Aku membalikkan badan dan jalan ke teras, meneruskan membuka pintu toko serta mendorongnya lebar-lebar. Kemudian berpindah ke motor dan membuka ikatan pada keranjang, lalu mengangkut benda plastik biru ke
Baca selengkapnya

Lagi Sensi

73Perjalanan menuju kafe sore ini terasa sangat cepat. Aku masih belum rela saat Aleea melepaskan dekapan dan turun dari motor. Setelah memasang standar, aku membuka helm dan mengaitkannya di bagian depan. Sementara Aleea meletakkan helmnya ke spion kanan. Aku melambaikan tangan untuk menyapa kedua petugas parkir yang membalas dengan hal serupa. Kemudian aku menggandeng Aleea dan melangkah bersisian memasuki ruangan kafe yang sudah ramai. "Kakak!" teriak seorang perempuan sambil melambaikan tangan. "Hai," balasku sembari menghampiri dan menyalaminya beserta teman-temannya. "Udah lama?" tanyaku basa-basi. "Belum, baru sepuluh menit," jawabnya. "Kakak konser jam berapa?" tanyanya sembari bersalaman dengan Aleea. "Jam setengah tujuh dimulainya." "Oke, kutunggu." "Udah pesan makanan?" "Iya, jangan lupa diskonnya, Kak. Kami ada delapan orang ini." "Sip. Nanti kukasih tau kasirnya." Gadis berbaju putih itu mengulaskan senyuman dan membuat tampilan wajahnya kian manis. Aku berpami
Baca selengkapnya

Belikan Saya Cilok

74Dering ponsel di pagi ini membuatku terkejut dan segera merogoh saku jaket jin biru untuk mengambil benda yang terus bergetar dan berbunyi itu. Mataku membulat saat melihat nama pemanggil. Dengan hati deg-degan aku menggeser tanda hijau pada layar sebelum menempelkannya ke telinga kanan. "Pagi, Mas," sapaku. "Pagi, Kenzo. Lagi di mana?" tanya orang di seberang telepon. "Di kampus.""Selesai kuliah jam berapa?" "Jam satu." "Oke, nanti langsung ke studio, ya. Ada yang harus kira bicarakan. Fa kasih tahu biar dampingin kamu." "Siap!" "Satu lagi, Ken." "Ya, Mas?" "Belikan saya cilok." Aku spontan tersenyum, kemudian menjawab, "Baik, Mas. Mau satu gerobak?" "Boleh, sekalian mamangnya dibeli." Tawaku meledak, demikian pula dengan Mas Benigno. Seusai tertawa beliau menutup sambungan telepon. Aku masih cengengesan sembari memasukkan ponsel ke tempat semula. Suara panggilan Sandy dari depan kelas membuatku tersadar dan segera menghampirinya. Sepanjang perkuliahan hari ini aku k
Baca selengkapnya

Lolos

75"Pak Irawan, perkenalkan, ini Kenzo," ucap Mas Benigno saat aku menyalami seorang pria yang hampir sama tuanya dengan Pak Erwin. "Halo, Kenzo. Saya sudah melihat video penampilanmu di kelab dan kafe. Dan saya tertarik untuk memberikanmu kesempatan berkarir lebih tinggi," tutur Pak Irawan setelah berjabat tangan denganku. "Siap, Pak!" tegasku. "Tapi harus melewati beberapa seleksi. Pertama, saya ingin melihat penampilanmu tanpa audience dan hanya diiringi gitar. Kalau bisa, kamu main gitar sendiri beberapa lagu, selebihnya nanti manajermu yang mengiringi." "Baik. Sekarang, Pak?" "Enggak. Tahun depan." Kami serentak terkekeh. Kemudian Mas Benigno mengajakku dan Ijan serta Mas Fa ke ruangan lain. Mas Fa langsung menyambar gitar listrik dan menyetemnya. Sementara Ijan membantu Mas Fa mengatur volume alat pengeras suara. Semenjak menjadi asistenku, Ijan makin banyak kemajuan. Tanpa perlu diminta, sahabat yang sudah tidak terlalu kurus itu akan bergerak cepat membantu apa pun yang
Baca selengkapnya

Gerakanmu Kayak Gurita

76Jalan raya yang cukup padat di siang menjelang sore ini seakan-akan tidak mempengaruhi suasana hatiku yang tengah deg-degan karena akan tampil di hadapan para petinggi perusahaannya Pak Irawan. Mas Fa yang duduk di sebelah kiri berulang kali menepuk-nepuk punggung tanganku. Mungkin dia ingin menenangkan. Sementara Ijan yang duduk di samping kanan tampak serius berbalas pesan dengan teman-teman di kafe kecil kami. Suara Papa yang mengobrol bersama Aleaa sambil mengemudikan mobil SUV hitam yang baru dibeli seminggu lalu, nyaris tidak kudengarkan karena pikiran melayang tak tentu arah. Kala mobil berhenti di depan gerbang masuk sebuah gedung tinggi, aku menggeser tubuh ke kanan dan mengintip dari balik kaca. Ijan yang terpaksa memundurkan badan akhirnya mendorongku menjauh sambil menggerutu. Aku melirik sekilas padanya yang tengah merapikan jambulnya yang kian tinggi. Setelah mobil berhenti dan terparkir sempurna, kami turun dan serentak merapikan pakaian sebelum melangkah beririn
Baca selengkapnya

Merinding

77Semenjak hari itu, Mas Fa dan Mbak Yeni kian sibuk mengeksplorasi lagu-lagu yang bisa menjadi referensi buatku. Sementara Linda, Kak Carol dan Mas Mono kompak menciptakan gerakan tarian yang hampir setiap hari harus dihafal dan diamalkan saat pertunjukan di mana pun tempatnya. Sementara Aleea dan Mama sibuk merancang kostum yang akan kugunakan pada setiap pertunjukan. Sedangkan Ijan, Mas Steven dan Bang Ali bergantian menemaniku bila harus bekerja di kelab, karena Mas Fa sudah sibuk mengurusi berbagai keperluanku bersama Mas David. Malam ini, aku berangkat ke kelab bersama Papa dan Ijan. Aleea dan dua dayang-dayang sudah terlebih dahulu tiba. Mereka tengah berbincang dengan Mas David dan Mbak Gita saat aku, Papa dan Ijan menghampiri meja mereka. "Kami mendapat mandat dari Mas Ben, kamu malam ini tampil maksimal tiga kali, dengan delapan belas lagu," tutur Mbak Gita sembari memberikan buku catatan yang segera disalin Ijan ke buku kecilnya. "Kenapa, Mbak?" tanyaku. "Biasanya empa
Baca selengkapnya

Melunak

78Tepat pukul 8 pagi aku sudah berada di tokonya Mama bersama Papa dan ketiga asisten. Kami berjibaku membereskan toko, kemudian Papa kembali ke rumah untuk membantu Mama mengantarkan pesanan ratusan kotak kue dan nasi lengkap untuk acara di kompleks sebelah. Aku diwajibkan ikut Papa mengantarkan pesanan. Sepanjang perjalanan kami membahas beberapa klausul kontrak yang sudah ditandatangani beliau dan akan kami serahkan kembali ke perusahaan Pak Irawan Senin nanti.Sepulangnya dari rumah pembeli, aku meminta berhenti di depan sebuah rumah toko. Papa melanjutkan perjalanan menuju rumah, sedangkan aku menunggu ojek online. Aku memasuki toko kecil tetapi lengkap itu dan membeli minuman dingin. Kemudian aku keluar dan duduk di bangku panjang di ujung kanan tempat parkir. Seorang pria yang sepertinya tidak terlalu jauh beda usianya denganku ikut duduk dan mengajak mengobrol. Sesuai tebakan awal, dia memang satu tahun lebih muda dariku, dan kini terpaksa bekerja sebagai tukang parkir untu
Baca selengkapnya

Semua Jadi Milikku

79Aleea tertawa dan memancingku melakukan hal serupa. Selama beberapa saat kami saling menatap, sebelum aku nekat memajukan badan dan mengecup kedua pipinya dengan cepat. "Kamu nih! Entar ada yang lihat," gerutunya. "Habisnya gemes," sahutku. "Kalau yang lihat itu Bibik atau Mama sih nggak apa-apa. Tapi kalau Papa yang lihat, habis kamu diomelin nanti." "Biarin deh. Siap lahir batin aku dimarahin papamu." "Sok berani. Entar pucat lagi mukamu." "Yaelah, masih ingat dia." Kami serentak mengulaskan senyuman. Kemudian pembicaraan berlanjut hingga terdengar suara azan asar. Aku berdiri dan mengajak Aleea ke dalam. Suasana di depan sudah sepi, demikian pula di ruang tengah. Aleea bertanya pada Bibik yang menjelaskan bila kedua orang tuanya sudah pergi bersama rekan-rekannya. Aleea mengantarkanku ke kamar mandi di dekat tangga. Saat aku keluar belasan menit berikutnya, Bibik mempersilakanku memasuki kamar tamu yang adem karena mesin penyejuk udara sudah dinyalakan. Aku mempercepat
Baca selengkapnya

Kena Lagi!

80Waktu terus bergulir. Hari ini adalah untuk pertama kalinya aku melakukan rekaman. Deg-degan campur semangat mengisi relung hati sejak pagi hingga tiba waktunya yang dinanti-nanti. Aku berdiri menghadap mikrofon. Sebuah head set menutupi area telinga. Aku memandangi wajah orang-orang terkasih yang sengaja hadir untuk memberikan dukungan. Kala intro mengalun, aku memejamkan mata dan mengatur napas agar bisa lebih tenang sekaligus mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Bait pertama dinyanyikan dengan mulus tanpa hambatan. Namun, pada bait kedua, suara Pak Salim terdengar setelah musik berhenti. Aku spontan membuka mata dan menatapnya saksama. Beliau terus berbicara hingga aku benar-benar paham dan mengacungkan jempol sebagai tanda menyetujui usulan beliau. Intro kembali mengalun dan aku memandangi teks lagu di tempat khusus. Kembali bait pertama dinyanyikan dan disusul bait kedua yang akhirnya sukses dilantunkan tanpa kesalahan. Satu demi satu bait berhasil terucap sempurna, kemudian
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status