Share

Sehati

Penulis: Olivia Yoyet
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

71

Akhirnya hari yang dinanti-nantikan pun tiba. Jumat sore, aku memacu motor menuju kelab Mas Benigno bersama Ijan. Sesampainya di tempat tujuan, Linda sudah menunggu dengan membawa kostum pesanan yang sengaja dibuat khusus di butik temannya Mbak Yeni.

Aku membersihkan wajah dengan tisu basah di toilet, sebelum mengenakan setelan jas non formal biru pas badan. Ijan bersiul sambil mengacungkan jempol, sementara aku menyunggingkan senyuman kala bercermin.

Setelahnya, kami keluar dari toilet dan menghampiri Linda yang tengah berias di belakang panggung bersama Mbak Gita dan Mas Jay. Ketiga orang tersebut kompak mengacungkan jempol sebagai tanda memuji.

"Bagus, Ken. Nggak kayak jas bapak-bapak," tutur Mas Jay sambil memegangi bagian punggung tanganku. "Bahannya juga halus. Kayak jahitan mahal," sambungnya.

"Iya, memang mahal. Aku ngebobol celengan demi beli ini," selorohku.

"Nggak mungkin, gajimu nyanyi tiga tempat pasti banyak," sahut Mbak Gita yang membuatku terkekeh. "Ehh, iya, k
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Love You Aleea    Alesan!

    72Sabtu pagi ini, aku baru menginjakkan kaki di teras toko kue Mama ketika sebuah mobil sedan putih parkir dan membunyikan klakson. Aku terkejut saat menyadari bila itu adalah Mama Anita dan tentu saja putrinya. Aku menghentikan gerakan membuka pintu toko dan menghampiri untuk menyalami mereka. "Ken, kuenya udah siap?" tanya Mama Anita. "Kue apa, Ma? Ada mesan?" Aku balas bertanya karena memang merasa tidak dititipi orderan oleh beliau. "Belum sih. Tapi Mama baru ingat, hari ini diundang ke acara pengajian tetangga. Nggak bawa apa-apa, kan, nggak enak, lumayan bisa buat tambahan suguhan." "Oh, gitu. Ada, Ma. Lagi di-packing, bentar lagi Papa yang anter. Aku ke sini mau bersih-bersih." "Kubantuin," sahut Aleea. "Nggak usah, aku bisa sendiri. Kamu tunggu aja di dalam," tolakku. Aku membalikkan badan dan jalan ke teras, meneruskan membuka pintu toko serta mendorongnya lebar-lebar. Kemudian berpindah ke motor dan membuka ikatan pada keranjang, lalu mengangkut benda plastik biru ke

  • Love You Aleea    Lagi Sensi

    73Perjalanan menuju kafe sore ini terasa sangat cepat. Aku masih belum rela saat Aleea melepaskan dekapan dan turun dari motor. Setelah memasang standar, aku membuka helm dan mengaitkannya di bagian depan. Sementara Aleea meletakkan helmnya ke spion kanan. Aku melambaikan tangan untuk menyapa kedua petugas parkir yang membalas dengan hal serupa. Kemudian aku menggandeng Aleea dan melangkah bersisian memasuki ruangan kafe yang sudah ramai. "Kakak!" teriak seorang perempuan sambil melambaikan tangan. "Hai," balasku sembari menghampiri dan menyalaminya beserta teman-temannya. "Udah lama?" tanyaku basa-basi. "Belum, baru sepuluh menit," jawabnya. "Kakak konser jam berapa?" tanyanya sembari bersalaman dengan Aleea. "Jam setengah tujuh dimulainya." "Oke, kutunggu." "Udah pesan makanan?" "Iya, jangan lupa diskonnya, Kak. Kami ada delapan orang ini." "Sip. Nanti kukasih tau kasirnya." Gadis berbaju putih itu mengulaskan senyuman dan membuat tampilan wajahnya kian manis. Aku berpami

  • Love You Aleea    Belikan Saya Cilok

    74Dering ponsel di pagi ini membuatku terkejut dan segera merogoh saku jaket jin biru untuk mengambil benda yang terus bergetar dan berbunyi itu. Mataku membulat saat melihat nama pemanggil. Dengan hati deg-degan aku menggeser tanda hijau pada layar sebelum menempelkannya ke telinga kanan. "Pagi, Mas," sapaku. "Pagi, Kenzo. Lagi di mana?" tanya orang di seberang telepon. "Di kampus.""Selesai kuliah jam berapa?" "Jam satu." "Oke, nanti langsung ke studio, ya. Ada yang harus kira bicarakan. Fa kasih tahu biar dampingin kamu." "Siap!" "Satu lagi, Ken." "Ya, Mas?" "Belikan saya cilok." Aku spontan tersenyum, kemudian menjawab, "Baik, Mas. Mau satu gerobak?" "Boleh, sekalian mamangnya dibeli." Tawaku meledak, demikian pula dengan Mas Benigno. Seusai tertawa beliau menutup sambungan telepon. Aku masih cengengesan sembari memasukkan ponsel ke tempat semula. Suara panggilan Sandy dari depan kelas membuatku tersadar dan segera menghampirinya. Sepanjang perkuliahan hari ini aku k

  • Love You Aleea    Lolos

    75"Pak Irawan, perkenalkan, ini Kenzo," ucap Mas Benigno saat aku menyalami seorang pria yang hampir sama tuanya dengan Pak Erwin. "Halo, Kenzo. Saya sudah melihat video penampilanmu di kelab dan kafe. Dan saya tertarik untuk memberikanmu kesempatan berkarir lebih tinggi," tutur Pak Irawan setelah berjabat tangan denganku. "Siap, Pak!" tegasku. "Tapi harus melewati beberapa seleksi. Pertama, saya ingin melihat penampilanmu tanpa audience dan hanya diiringi gitar. Kalau bisa, kamu main gitar sendiri beberapa lagu, selebihnya nanti manajermu yang mengiringi." "Baik. Sekarang, Pak?" "Enggak. Tahun depan." Kami serentak terkekeh. Kemudian Mas Benigno mengajakku dan Ijan serta Mas Fa ke ruangan lain. Mas Fa langsung menyambar gitar listrik dan menyetemnya. Sementara Ijan membantu Mas Fa mengatur volume alat pengeras suara. Semenjak menjadi asistenku, Ijan makin banyak kemajuan. Tanpa perlu diminta, sahabat yang sudah tidak terlalu kurus itu akan bergerak cepat membantu apa pun yang

  • Love You Aleea    Gerakanmu Kayak Gurita

    76Jalan raya yang cukup padat di siang menjelang sore ini seakan-akan tidak mempengaruhi suasana hatiku yang tengah deg-degan karena akan tampil di hadapan para petinggi perusahaannya Pak Irawan. Mas Fa yang duduk di sebelah kiri berulang kali menepuk-nepuk punggung tanganku. Mungkin dia ingin menenangkan. Sementara Ijan yang duduk di samping kanan tampak serius berbalas pesan dengan teman-teman di kafe kecil kami. Suara Papa yang mengobrol bersama Aleaa sambil mengemudikan mobil SUV hitam yang baru dibeli seminggu lalu, nyaris tidak kudengarkan karena pikiran melayang tak tentu arah. Kala mobil berhenti di depan gerbang masuk sebuah gedung tinggi, aku menggeser tubuh ke kanan dan mengintip dari balik kaca. Ijan yang terpaksa memundurkan badan akhirnya mendorongku menjauh sambil menggerutu. Aku melirik sekilas padanya yang tengah merapikan jambulnya yang kian tinggi. Setelah mobil berhenti dan terparkir sempurna, kami turun dan serentak merapikan pakaian sebelum melangkah beririn

  • Love You Aleea    Merinding

    77Semenjak hari itu, Mas Fa dan Mbak Yeni kian sibuk mengeksplorasi lagu-lagu yang bisa menjadi referensi buatku. Sementara Linda, Kak Carol dan Mas Mono kompak menciptakan gerakan tarian yang hampir setiap hari harus dihafal dan diamalkan saat pertunjukan di mana pun tempatnya. Sementara Aleea dan Mama sibuk merancang kostum yang akan kugunakan pada setiap pertunjukan. Sedangkan Ijan, Mas Steven dan Bang Ali bergantian menemaniku bila harus bekerja di kelab, karena Mas Fa sudah sibuk mengurusi berbagai keperluanku bersama Mas David. Malam ini, aku berangkat ke kelab bersama Papa dan Ijan. Aleea dan dua dayang-dayang sudah terlebih dahulu tiba. Mereka tengah berbincang dengan Mas David dan Mbak Gita saat aku, Papa dan Ijan menghampiri meja mereka. "Kami mendapat mandat dari Mas Ben, kamu malam ini tampil maksimal tiga kali, dengan delapan belas lagu," tutur Mbak Gita sembari memberikan buku catatan yang segera disalin Ijan ke buku kecilnya. "Kenapa, Mbak?" tanyaku. "Biasanya empa

  • Love You Aleea    Melunak

    78Tepat pukul 8 pagi aku sudah berada di tokonya Mama bersama Papa dan ketiga asisten. Kami berjibaku membereskan toko, kemudian Papa kembali ke rumah untuk membantu Mama mengantarkan pesanan ratusan kotak kue dan nasi lengkap untuk acara di kompleks sebelah. Aku diwajibkan ikut Papa mengantarkan pesanan. Sepanjang perjalanan kami membahas beberapa klausul kontrak yang sudah ditandatangani beliau dan akan kami serahkan kembali ke perusahaan Pak Irawan Senin nanti.Sepulangnya dari rumah pembeli, aku meminta berhenti di depan sebuah rumah toko. Papa melanjutkan perjalanan menuju rumah, sedangkan aku menunggu ojek online. Aku memasuki toko kecil tetapi lengkap itu dan membeli minuman dingin. Kemudian aku keluar dan duduk di bangku panjang di ujung kanan tempat parkir. Seorang pria yang sepertinya tidak terlalu jauh beda usianya denganku ikut duduk dan mengajak mengobrol. Sesuai tebakan awal, dia memang satu tahun lebih muda dariku, dan kini terpaksa bekerja sebagai tukang parkir untu

  • Love You Aleea    Semua Jadi Milikku

    79Aleea tertawa dan memancingku melakukan hal serupa. Selama beberapa saat kami saling menatap, sebelum aku nekat memajukan badan dan mengecup kedua pipinya dengan cepat. "Kamu nih! Entar ada yang lihat," gerutunya. "Habisnya gemes," sahutku. "Kalau yang lihat itu Bibik atau Mama sih nggak apa-apa. Tapi kalau Papa yang lihat, habis kamu diomelin nanti." "Biarin deh. Siap lahir batin aku dimarahin papamu." "Sok berani. Entar pucat lagi mukamu." "Yaelah, masih ingat dia." Kami serentak mengulaskan senyuman. Kemudian pembicaraan berlanjut hingga terdengar suara azan asar. Aku berdiri dan mengajak Aleea ke dalam. Suasana di depan sudah sepi, demikian pula di ruang tengah. Aleea bertanya pada Bibik yang menjelaskan bila kedua orang tuanya sudah pergi bersama rekan-rekannya. Aleea mengantarkanku ke kamar mandi di dekat tangga. Saat aku keluar belasan menit berikutnya, Bibik mempersilakanku memasuki kamar tamu yang adem karena mesin penyejuk udara sudah dinyalakan. Aku mempercepat

Bab terbaru

  • Love You Aleea    Perpisahan

    Persiapan menuju pernikahan dikebut. Aku mengurus semua surat-surat dengan dibantu Papa dan teman-teman. Mama bekerjasama dengan Mama Anita menyiapkan segala sesuatunya untuk acara akad nikah. Sedangkan untuk resepsi, semuanya diambil alih tim manajemen. Dikarenakan pestanya mendadak dan harus tertutup, akhirnya kami memutuskan acaranya diadakan di resor wilayah Bogor. Tempat itu merupakan area wisata milik rekan bisnis Om Yoga, sekaligus pengusaha senior yang merupakan salah satu penggiat bisnis terkenal. Hari berganti menjadi minggu. Persiapan yang dilakukan hanya dalam waktu empat pekan akhirnya tuntas. Saat ini aku dan rombongan telah tiba di resor. Kami diarahkan pegawai untuk menempati sisi kiri area. Sementara keluarga Aleea akan mengisi sayap kanan. Tim panitia yang dipimpin Mas David sengaja memisahkan kami agar bisa dipingit. Aku tidak bisa memprotes dan terpaksa menerima semua arahan pria berkulit kuning langsat, yang sejak awal kami datang sudah membentuk ekspresi seri

  • Love You Aleea    Berarti Aku Juga ....

    Suasana hening menyelimuti ruang kerja ini. Aku menelan ludah beberapa kali karena gugup. Om Yoga tengah mengobrol dengan seseorang melalui sambungan telepon, dan itu menyebabkanku gelisah karena harus menunggu. Setelah Om Yoga menutup sambungan telepon, kegugupanku kian bertambah seiring dengan tatapan tajam yang beliau arahkan padaku. Meskipun kami sudah cukup akrab, tetap saja dipandangi sedemikian rupa menyebabkan nyaliku menciut. "Lea sudah menceritakan mengenai lamaranmu padanya," ucap pria yang rambutnya dihiasi uban di beberapa tempat. "Kenapa kamu ingin menikah segera, Ken?" tanyanya. Aku terdiam sesaat untuk memaksa otak bekerja cepat. Setelahnya aku mendengkus pelan, kemudian menyahut, "Aku mencintai Lea, Om. Dan kami sudah sangat dekat. Aku juga takut kehilangannya." "Usia kalian masih sangat muda. Saya tidak yakin kalian sanggup meniti rumah tangga," balas Om Yoga. "Begini, Kenzo. Pernikahan tidak hanya tentang cinta. Ke depannya itu sangat berat untuk dilalui. Teruta

  • Love You Aleea    Would You Marry Me?

    Detik terjalin menjadi menit. Putaran waktu terus melaju tanpa bisa ditahan oleh siapa pun. Musim hujan bergeser ke musim kemarau. Jalanan mulai berdebu karena jarang tersiram air dari langit.Makin mendekati hari keberangkatan Aleea ke London, aku makin gelisah. Bila kami tengah menghabiskan waktu bersama, aku kesulitan mengalihkan pandangan darinya karena aku ingin menyimpan setiap detail dari dirinya yang indah. Seperti hari ini, kami memiliki kesempatan untuk berkencan di Minggu malam. Mas Fa mengizinkanku tidak bekerja seharian karena aku sudah merengek meminta istirahat setelah sebulan penuh bekerja. Aleea tampak begitu cantik dan anggun. Gaun biru tua mengilat yang digunakannya memperjelas kulit putihnya yang bersih. Wajahnya yang sudah cantik, dirias tidak tebal yang membuatnya kian memesona. Rambut panjangnya dijepit sirkam di sisi kanan dan kiri, sisanya dibiarkan tergerai ke belakang. Aku nyaris tidak bisa mengalihkan pandangan dan terus-menerus mengamatinya. Rasa cinta

  • Love You Aleea    Band Bersaudara

    Saat paling mendebarkan pun tiba. Aku duduk di kursi bersama ketiga sahabat sembari menyatukan telapak tangan di ujung lutut. Ekspresi kami nyaris sama, yakni tegang. Pintu besar hitam di seberang seolah-olah seperti pintu menuju ruang penyiksaan. Kami masih menunggu giliran untuk masuk dan dicecar para dosen penguji. Kala namaku dipanggil petugas, kaki seketika terasa berat untuk dilangkahkan. Dengan menahan degup jantung yang menggila, aku mengayunkan tungkai menuju pintu dan membukanya. Setelah masuk dan menutup pintu kembali, aku meneruskan langkah hingga tiba di kursi tunggu di mana kedua teman sekelas tengah menunggu giliran masuk ke ruang penguji. Tiba waktunya aku menjalankan pengujian. Keringat dingin meluncur turun dari kepala hingga punggung. Aku yang sudah terbiasa menghadapi banyak orang. Namun, kali ini tetap gemetaran dan jantung pun jumpalitan. Seusai menyapa ketiga penguji, aku memulai memaparkan isi tugas akhir. Rasa percaya diri yang sempat lenyap saat masuk ke r

  • Love You Aleea    Bisa Sekalian Cariin Calonnya?

    Waktu terus bergulir dengan kecepatan maksimal. Tidak ada apa pun atau siapa pun yang sanggup menghentikan perputaran masa. Semuanya melesat tidak terbatas dan membuat setiap insan berlomba-lomba menguasai waktu. Hingga semua rutinitas berlangsung runut dan lancar. Demikian pula denganku. Hal serupa seperti masa awal kuliah dijalani dengan sungguh-sungguh. Aku benar-benar berusaha memanfaatkan setiap menitnya agar penyelesaian bab demi bab skripsi bisa berjalan tertib dan berhasil diselesaikan tepat waktu. Waktu cuti dari label musik hanya satu semester, artinya cuma enam bulan aku bisa mengerjakan tugas akhir dengan fokus maksimal. Lewat dari waktu itu, aku sudah harus berjibaku dengan melakukan rekaman album kedua, sekaligus masih terus mempromosikan album pertama. Tiba di penghujung minggu. Akhirnya aku bisa melepas penat dan menghabiskan waktu bersama kekasih tercinta. Tentu saja kami tidak pergi berdua saja, readers. Trio kwek-kwek dan kedua adikku juga turut serta. Demikian

  • Love You Aleea    Maksa Biar Kamu Jadi Jodohku

    "Hasil album pertamamu sudah lumayan naiknya. Walau nggak langsung hits, kamu harus tetap semangat, Ken," ujar Pak Daud sembari menepuk pundak kiriku. "Ya, Pak. Jujur, bisa nyampe di titik ini aku udah bahagia banget. Tanpa bantuan bapak-bapak di sini, mungkin selamanya aku hanya menjadi penyanyi kafe," tuturku sembari mengatupkan kedua tangan di depan dada. "Kami hanya membantu sedikit. Selebihnya usahamu yang sudah maksimal yang menjadikanmu cukup terkenal," cakap Pak Salim yang berada di kursi seberang. "Setelah kamu beres skripsi, kita langsung kerjakan penggarapan album kedua," ungkap Mas Benigno yang kubalas dengan anggukan. "Ya, Mas," jawabku. "Moga-moga nggak ada halangan dalam pembuatan skripsi," lanjutku. "Kapan dimulainya?" tanya Mas David. "Dua minggu lagi," paparku. "Berarti tampil di akhir pekan aja. Senin sampai Kamis fokus ke urusan kuliah." Aku mengangguk mengiakan. "Mas Fa udah nyetop semua jadwal panggung. Terakhir minggu ini." "Lebih baik memang beg

  • Love You Aleea    Penyamaran

    Sorot lampu dari berbagai arah membuatku silau. Aku mengerjap-ngerjapkan mata untuk membiasakannya menatap cahaya berkekuatan penuh yang mengiringi gerakan serta langkahku ke semua sudut panggung. Setelah lagu keenam, aku berpindah ke belakang panggung. Linda menggantikan posisiku untuk menyanyikan tiga lagu sebagai pengisi kekosongan. Aku membuka baju yang lembap dan melemparkannya ke tas biru tua di ujung kursi. Ijan mengulurkan handuk kecil merah dan aku mengambilnya untuk menyeka peluh di wajah serta leher. Ijan mengarahkan kipas kecil bertenaga baterai ke badanku. Sementara Sandy menyiapkan pakaian ganti. Belum hilang keringat, aku bergegas berganti pakaian dan berias seadanya. Rambut yang basah segera dikeringkan Ijan menggunakan hairdryer, sedangkan Sandy memegangi kipas elektrik sekaligus kipas konvensional. Teriakan Mas Fa yang tadi mengecek penampilan Linda menyadarkanku untuk bergerak lebih cepat. Pria berkemeja putih pas badan berpindah ke dekat kursi dan membantuku men

  • Love You Aleea    Jangan Ke Lain Hati

    Mimpi buruk akhirnya menimpaku. Hal yang paling ditakuti oleh semua penyanyi adalah memburuknya kualitas pita suara. Aku diminta Papa untuk menghemat bicara. Selama beberapa hari di rumah aku membawa kertas dan pulpen ke mana-mana. Bila ada yang bertanya aku menjawabnya dengan tulisan. Semua jadwal kerja ditangguhkan hingga minggu berikutnya. Mas Fa dan yang lainnya benar-benar ketat pengawasan agar suaraku benar-benar pulih. Mereka bahkan melarangku berlatih karena takut suara kian rusak dan akhirnya menghilang.Waktu terus bergulir dengan kecepatan maksimal. Akhirnya suaraku kembali normal dan bisa bekerja lagi, walaupun porsinya sedikit. Jadwal manggung di tiga tempat hanya tiga hari di akhir pekan, empat hari berikutnya difokuskan pada promosi. Bulan berganti, aku dan teman-teman bersiap melakukan ujian. Seperti biasa, Humaira dan Tie menjadi andalanku untuk menjelaskan semua mata kuliah. Selain itu, setiap malam aku dan Ijan belajar bersama untuk mengejar ketertinggalan. "Ya,

  • Love You Aleea    Kami Nggak Ke Mana-mana

    Tepat pukul 07.00 WIB, aku dan kelompok keluar dari hotel menuju tempat wisata terkenal di daerah Lembang. Aku ikut dalam mobil yang dikemudikan Aleea. Nin dan Maia berada di kursi belakang. Sementara yang lainnya menaiki mobil SUV milik Papa. Suasana jalan raya yang padat, tidak mengurangi semangat kami untuk meneruskan perjalanan. Aleea mengemudi dengan cekatan dan membuatku terintimidasi karena masih belum lancar menyetir. Sesampainya di Farm House Susu Lembang, para gadis begitu heboh untuk melakukan swa foto. Gaya khas cerianya perempuan muda membuatku tersenyum menyaksikan tingkah mereka yang alami dan tanpa dibuat-buat. Namun, seruan beberapa orang membuatku meringis karena dikenali sebagai artis baru. Mau tidak mau aku melayani acara foto bersama dan sesi tanda tangan. Sedapat mungkin berusaha ramah meskipun sudah ingin kabur dan melanjutkan berlibur. "Sudah cukup, ya, Akang-akang dan teteh-teteh. Abang Kenzo mau berwisata dulu," tutur Ijan sembari memegangi pundakku. "Per

DMCA.com Protection Status