Home / Romansa / Love You Aleea / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Love You Aleea : Chapter 61 - Chapter 70

124 Chapters

Cinta Ditolak, Acak-acak!

61Mata kuliah hari Rabu ini membuatku senewen. Kedua dosennya sama-sama tidak masuk dan menugaskan asisten masing-masing memberi kami banyak tugas. Kepalaku pusing karena memikirkan cara membagi waktu mengerjakan tugas-tugas di sela-sela pekerjaan. Namun, untunglah kedua peri baik hati memahami masalah dan bersedia membantu mengerjakan satu tugas per orang. Kami beramai-ramai berpindah ke kafe dan menunggu Aleea tiba bersama dua dayang-dayang. Kemudian kami membahas tentang rencana pembukaan kafe awal bulan depan yang berarti dua minggu lagi dari sekarang. "Hari Sabtu nanti, aku jemput Humaira, setelah itu kami sama-sama mendatangi pemilik ruko buat nyerahin biaya sewa untuk enam bulan ke depan. Hari Minggu jam sembilan pagi kita ketemu di depan ruko buat memulai dekorasi," tutur Aleea yang didaulat sebagai pemimpin tim bersama Humaira. "Ijan dan Sandy, Minggu pagi-pagi kalian ke rumahku. Ngangkut cat dan lainnya," pinta Willy yang dibalas anggukan kedua orang tersebut. "Nanti ak
Read more

Welcome To Our Club

62Jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya. Cucuran keringat turun dari kepala sampai punggung. Tenggorokan terasa kering hingga aku harus berulang kali meminum air mineral kemasan. Entah sudah berapa banyak tisu yang dihabiskan Aleea untuk mengusap keringat di wajahku, setelahnya dia mengulaskan senyuman yang membuatku terharu atas perhatiannya. Ijan dan Mas Fa yang mendampingiku di belakang panggung, berulang kali menepuk-nepuk pundak ataupun punggung. Aku tahu itu adalah cara mereka memberikan dukungan karena saat ini aku sangat tegang. Kala Mas Benigno memberi kode dengan tangan, aku berdiri dari kursi tinggi dan mengatur napas terlebih dahulu sebelum mengayunkan tungkai menuju panggung. Aku menyunggingkan senyuman pada para penonton sebagai salam perkenalan, kemudian bersiap-siap mengambil napas untuk melantunkan lagu pertama yang berirama lambat. Sekali-sekali aku mengedarkan pandangan dan berpindah dari sisi kanan ke sisi kiri panggung agar bisa berinteraksi dengan pe
Read more

Tabrak Lari

63Matahari menyambut Sabtu pagi yang indah. Aku dan Kai menunaikan janji untuk mengajak Khanza jalan-jalan mengelilingi kompleks, sebelum berhenti di depan sebuah toko mainan. Aku memberikan selembar uang biru pada Khanza yang langsung memutari toko dengan semangat. Entah hendak membeli apa si bungsu itu. "Kai, Abang ke toko sebelah, ya. Kamu jagain Khanza," pintaku sembari melangkah ke tempat yang dimaksud. Aku mengamati deretan baju di gantungan, sebelum mengambil sebuah rompi krem dan mengecek harganya. Aku menghitung uang dalam dompet. Setelah dirasa cukup, aku beranjak ke meja kasir untuk menyelesaikan pembayaran. "Cie, belanja dia." Suara seorang pria membuatku spontan menoleh ke belakang dan menyunggingkan senyuman lebar ketika mengenali sosok itu. "Hai, apa kabar?" tanyaku sambil mengulurkan tangan yang dijabatnya tegas. "Kabar baik." Pria itu celingukan, terus bertanya, "Aleea mana? Biasanya kalian barengan terus." "Di rumahnya, Kak. Nggak ada di sini dia." Aku memperh
Read more

Cium Aja Kalau Gemes

64Peristiwa tabrak lari yang menimpa Kak Ghifar menjadi trending topik di kampus Senin pagi. Namaku ikut terseret sebagai orang yang membantu Kak Ghifar, bahkan disebut-sebut di grup pesan anggota senat. Aku mengetahui hal ini dari Humaira yang memang cukup dekat dengan Kak Sherly, pacarnya Kak Ghifar yang kebetulan adalah tetangga sebelah kanan rumahnya Humaira. Sepanjang hari aku berpuluh kali membalas sapaan senior dan teman-teman seangkatan serta adik kelas. Walaupun sedikit bingung dengan sikap mereka yang tiba-tiba ramah, tetapi aku menikmati menjadi sorotan. Hitung-hitung latihan menghadapi penggemar. Akan tetapi, hal itu ternyata membuat Aleea senewen. Gadis yang hari ini mengenakan blus hijau muda dengan aksen pita di dekat leher, berulang kali merengut dan menarik tanganku menjauhi para perempuan yang tengah menyapaku. "Jangan terlalu pecicilan!" desis Aleea, sesaat setelah kami duduk di kursi kantin. "Cuma beramah-tamah, Lea. Kali mereka nanti jadi fans," kilahku. "Ya
Read more

Pertunjukan Memukau

65Saat aku dan Mas Fa ke depan, barulah aku mengenali beberapa sosok dari mereka yang merupakan teman-temannya Mas David. Mas Lander yang duduk paling depan bersama Bu Ardila, berdiri dan mengulurkan tangan ketika aku menghampiri mereka. "Akhirnya saya bisa melihat pertunjukan full-mu, Ken. Tadinya mau weekend itu, tapi saya nggak tega ninggalin Bibi yang masih syok," ungkap Bu Ardila saat aku duduk di kursi yang berseberangan dengannya. "Sekarang kondisi Kak Ghifar gimana?" tanyaku. "Udah baikan. Besok insyaallah sudah boleh pulang," jelas Bu Ardila. "Syukurlah." Aku mengalihkan pandangan pada Mas Lander, kemudian bertanya, "Mau ikut main, Mas? Posisi bass kosong." "Boleh, tapi tiga lagu aja, ya. Selanjutnya saya mau jadi penonton aja," sahut Mas Lander. Kami sama-sama berdiri dan melangkah menuju panggung. Mas Lander menyalami Mas Fa dan Mas Steven serta Linda yang sudah tiba terlebih dahulu. Kemudian dia duduk di kursi yang berada di sisi kanan panggung dan mengambil bass.
Read more

Calon Menantu Idaman

66Sepanjang pertunjukan malam ini jantungku tak henti-hentinya jumpalitan. Berulang kali aku menyapu wajah-wajah penonton, tetapi sama sekali tidak mengenali orang yang dibilang Kak Carol sebagai pencari bakat terkenal. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 dan itu tandanya kami harus menuntaskan pertunjukan. Setelahnya, seperti biasa kami akan melepas lelah sambil mengganggu Pak Jo di dapur. "Orangnya yang mana sih, Kak?" tanyaku sembari mengenakan jaket jin biru kesayangan. "Di meja ujung, dekat pintu. Sekitar jam delapan dia pulang," jawab Kak Carol sambil mengikat rambutnya berbentuk cepol. "Beneran nggak ngeh aku. Sibuk jaga suara agar nggak fals," imbuhku. "Kamu mana pernah fals, Ken. Beda sama Steven, ngomong aja kadang sumbang," canda Mas Fa. "Jangan gitu, Fa. Kamu juga kalau nyanyi, setelah nada tinggi sering ngambang pas turunnya," balas Mas Steven. "Kalian mau jadi penunggu kafe? Udah mau jam sebelas." Pak Jo menunjuk ke benda bulat di dinding. "Setengah se
Read more

Pasang Tarif Tinggi-tinggi

67"Keren!" puji para tamu yang kusambut dengan senyuman lebar. "Sedikit info, Kenzo ini penyanyi kafe A di Kemang. Kalian boleh berkunjung ke sana. Hari Senin, Rabu dan Sabtu dia akan melakukan pertunjukan. Kalau Selasa dan Jumat, dia tampil di kelab B, khusus lagu-lagu lawas. Hari Kamis dan Minggu, dia tampil di kelab C. Yang ini semi lawas, karena banyak juga yang muda-muda datang berkunjung," jelas Ijan dengan detail. Aku nyaris terkekeh mendengar penuturan Ijan. Kentara sekali dia menirukan kata-kata Mas Fa yang memang meminta Ijan untuk menjadi asisten khusus asistenku, agar Mas Fa tidak harus sering-sering meninggalkan kafe untuk menemaniku.Anggota kelompok anak muda itu manggut-manggut. Salah seorang dari mereka memintaku untuk berfoto bersama. Aku mengusap wajah dengan tisu agar wajah tidak tampak berminyak, kemudian bergaya dengan santainya meskipun tengah mengenakan celemek cokelat kebanggaan. "Aku kayaknya pernah lihat Kakak deh," ucap perempuan bertubuh mungil yang ba
Read more

Asisten Seumur Hidup

68Hari demi hari dilewati dengan penuh rasa syukur. Suaraku masih terjaga, demikian pula dengan kondisi badan. Hingga aku bisa tetap beraktivitas keluyuran dari satu tempat ke tempat lain untuk memberikan pertunjukan terbaik setiap malamnya. Kafe kecil sudah kulepas pengelolaannya pada Aleea dan Humaira, dengan Sandy dan Willy yang menjadi penjaga kedua gadis itu dan ketiga perempuan lainnya. Selain itu, hubunganku dengan Aleea juga kian mesra. Meskipun kami sudah tidak bisa berkencan berjam-jam, tetapi setiap Jumat siang sampai sore aku akan mengunjunginya di rumah orang tuanya. Seperti saat ini. Sejak seusai salat Jumat aku langsung berkunjung. Aleea yang tengah libur dari tugas menjaga kafe, menyambutku dengan seteko sirup dingin dan puding buah buatannya dan Bibik. Aleea memang belum mahir memasak, tetapi urusan buat kue dia lumayan berhasil, terutama karena sering mengunjungi mamaku."Malam nanti aku nggak ikut ke club," kata Aleea, sesaat setelah menghabiskan sepiring puding
Read more

Digodain Tante-tante

69"Buatku?" tanyaku saat dia mengulurkan kotak berukuran sedang. "Iyalah. Masa buat Ijan," jawabnya sambil menaikkan alis. "Ulang tahunku masih lama." "Oh, nggak mau?" "Bercanda, Lea." Aku mencolek dagunya, tak peduli Aleea mendelik. "Boleh dibuka sekarang?" tanyaku. "Terserah." "Boleh nggak nih?" "Iya!" "Jangan marah-marah. Nanti banyak kerutan." "Kamu jangan ngoceh mulu!" Aku hendak menjawab, tetapi kemudian diurungkan karena melihatnya tengah mencebik. Terdorong rasa gemas, aku memajukan badan dan menempelkan hidung kami. Aleea menjewer telinga kanan, tak peduli aku meringis. "Jahil!" omelnya sambil mendorongku. "Gemes," sahutku sembari kembali mendekat dan kali ini menyambar bibirnya. Rasa manis dari pelembap bibirnya memancing gairahku kembali merangkak naik dengan tidak sopan. Aleea mengalungkan tangan di leher dan membuatku tak kuasa untuk menekan hasrat serta kian menempelkan tubuh kami. Aku tidak tahu berapa lama kami saling berpagutan, tetapi sebagai lelaki no
Read more

Level Seksi

70Hari berganti menjadi minggu. Waktu bergulir hingga berubah bulan. Tibalah masanya mengurangi pertunjukan karena aku harus fokus pada ujian akhir semester. Jadwal tampil di kelab dan kafe benar-benar cuma satu hari, yaitu Jumat, Sabtu dan Minggu. Ketiga asisten pemilik kelab dan Mas Fa sepakat untuk meliburkanku selama beberapa hari, dan baru kembali bekerja penuh waktu seusai ujian. Hal itu kugunakan semaksimal mungkin belajar dan mendekati Humaira. Untunglah gadis berjilbab itu selalu senang hati mengajarkan pada teman-temannya yang berotak sedikit lemot.Senin siang seusai ujian hari pertama, aku dan beberapa sahabat berkumpul di rumahnya Humaira. Kafe ditutup sementara dan baru akan dibuka minggu depan. Hal itu sesuai kesepakatan bersama di mana kami harus fokus pada kegiatan kuliah dan menjadikan kafe sebagai aktivitas tambahan, bukan yang utama. "Ya, Allah. Kepalaku ngenyut lihat ini," keluh Ijan sembari menunjuk ke esai bahasa Mandarin yang harus kami kerjakan sebagai lati
Read more
PREV
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status