Home / Rumah Tangga / Karma untuk Suami Pelit / Chapter 121 - Chapter 130

All Chapters of Karma untuk Suami Pelit: Chapter 121 - Chapter 130

231 Chapters

121. Dokter Karina

Tiba di bandara kami sudah dijemput oleh salah satu sopir Mas Nathan. Sejak di pesawat tadi, Kayla tidak mau lepas dari pangkuanku. Bahkan yang biasanya menempel pada Tuti pun, sekarang tidak mau. Badannya sedikit panas, sepertinya Kayla masuk angin karena keseringan berenang sewaktu di Bali. Karena khawatir, Mas mantan menyarankan untuk mampir dulu ke dokter."Nggak usah Mas, sepertinya Kayla masuk angin dan kurang istirahat saja. Nanti sampai rumah diberi obat masuk angin untuk anak lanjut istirahat. Pasti akan sembuh.""Tapi aku merasa bersalah, Dek. Kemarin itu Kayla banyak main air sama aku." Mas Nathan menatapku."Memang Kayla yang mau 'kan, Mas. Nggak apa-apa, mungkin dia kaget karena selama ini berangkat renang sangat jarang. Bisa jadi badannya belum terbiasa.""Aku terlalu antusias untuk membuat dia senang, tanpa memikirkan kondisi badannya." Ada rasa bersalah yang dalamnya di matanya. Mas Nathan sangat menyayangi Kayla.Aku tersenyum, sejak menjelang pernikahan kami, Mas Na
last updateLast Updated : 2023-01-03
Read more

122. Tidak Seharusnya

Terlalu fokus pada Kayla hingga aku lupa pada Yesi. Padahal sejak kami masih di Bali, aku sudah penasaran dengan sosok gadis itu. Sosok yang begitu diistimewakan dan diperhatikan oleh Mbak Nadia. Mas Nathan menyusul masuk kamar setelah beberapa saat aku sampai dan membaringkan Kayla di ranjang. Suami gantengku itu menenteng tas selempang milikku beserta tas kosmetik yang tadi tidak aku bawa di mobil lantaran kesusahan membawa Kayla. "Mas mandi duluan, ya, Dek," ucapnya setelah meletakkan dua benda milikku di atas kasur."Iya, Mas," jawabku yang masih betah duduk di pinggir ranjang sambil memijit kedua bahuku dengan tangan sendiri. Membiarkan lelakiku berlalu dari hadapan."Atau mau bareng-bareng?" tanya Mas Nathan ketika tubuhnya hampir sampai di pintu kamar mandi. Dengan satu gerakan ia membalikkan badannya, senyum nakal beserta kerlingan mata begitu saja terbit di wajahnya."Masi saja duluan. Kalau kita mandi bareng, nanti lama. Bagaimana kalau Kayla terbangun?" Aku pura-pura tida
last updateLast Updated : 2023-01-04
Read more

123. Bukan Gadis Lugu

Posisiku sudah melewati Mas Nathan, tapi ketika melihat ponsel yang ada di tangannya, aku mundur dua langkah hingga tubuh ini sejajar dengan suamiku. Sekali lagi aku menyelidiki benda yang menempel di telinga pria itu."Siapa, Mas?" tanyaku setelah yakin kalau ponsel itu milikku.Namun Mas Nathan tidak menjawab. Dia hanya mengangkat tangan kirinya kemudian menempelkan telunjuk pada bibirnya sebagian isyarat aku tidak boleh berisik. Aku pun tak bertanya lagi, hanya berdiri di hadapannya tanpa bersuara.Setelah beberapa menit, Mas Nathan menjauhkan ponsel dari telinganya, lalu menyerahkannya padaku. "Joan menelepon. Ada empat panggilan tidak terjawab, awalnya Mas tidak mau menanggapi. Namun karena terus menghubungi, siapa tahu ada keperluan penting, Mas angkat saja. Maksudnya, Mas mau memberitahu kalau Dek Lisa sedang mandi. Tapi Joan tidak bersuara, sudah Mas tanya juga tidak menjawab. Malahan panggilannya diputus."Aku memeriksa log panggilan dan benar saja, empat panggilan tidak ter
last updateLast Updated : 2023-01-05
Read more

124. Jangan Manja

"Ngobrolnya disambung nanti lagi, masih banyak waktu. Sekarang, ayo makan dulu!" Suara Mama menyelamatkanku dari rasa canggung dan tidak nyaman.Tanpa suara kami pun melangkah menuju kursi masing-masing. Seperti biasa, kami memulai makan tanpa suara. Baik Mama maupun Mas Nathan, fokus pada piringnya masing-masing. Sementara Yesi sesekali mencuri pandang pada kami."Oh ya, Mas .... ""Makan dulu, Nduk .... " Belum juga Yesi melanjutkan ucapannya, Mama sudah angkat bicara. Mengisyaratkan kalau saat ini kami tetap fokus makan dan tidak boleh banyak bicara."Maaf Bude, kebiasaan kalau di rumah," jawab Yesi salah tingkah. Kukira gadis itu sering ke sini dan tahu peraturan rumah ini, kalau makan itu tidak boleh sambil berbicara. Mengingat sikap akrabnya pada Mama juga Mas Nathan. Atau mungkin dia lupa?Usai makan aku membantu para pelayan membereskan meja makan. Meskipun Mama melarangnya, tapi aku tetap melakukannya. Aku tidak bisa berpangku tangan menjadi ratu sepenuhnya di rumah sendiri.
last updateLast Updated : 2023-01-06
Read more

125. Kakak Laki-laki

Aku menunggu jawaban Mas Nathan yang seketika kaget mendengar kalau kopi itu buatanku."Jadi ini yang bikin kamu, Dek?" tanya Mas Nathan sambil mengacungkan cangkirnya. Lalu menyeruput sekali lagi. "Iya. Gimana, Mas?" Aku mengulang pertanyaan."Beneran?""Ih, sudah dibilang iya juga.""Maksud Mas, ini takarannya inisiatif kamu gitu? Soalnya rasanya pas.""Takarannya aku tanya pada pelayanan, tapi yang bikin tanganku sendiri.""Kalau gitu sih, semua orang juga bisa, Mbak. Jadi nggak ada yang perlu dibanggakan." Tak kuduga Yesi menyela obrolan kami.Aku mengatur nafas, sepertinya Yesi memang tidak suka padaku. Entah apa alasannya, yang jelas dari pertama bertemu tadi, Yesi sudah menunjukkan sikap tidak sukanya. "Meskipun resepnya sama, jika yang membuatnya tangan yang berbeda, pasti tidak akan sama persis. Begitu 'kan, Mas?" Tanpa menghiraukan ucapan Yesi, aku berbicara pada Mas Nathan."Ya betul sekali, tapi ini benar-benar mirip, seperti yang dibuat para pelayan." Mas Nathan kembali
last updateLast Updated : 2023-01-07
Read more

126. Syahdu

"Hanya kakak?"Mas Nathan menoleh ketika mendengar pertanyaanku. Mungkin ia tidak menyangka aku akan bertanya hal itu."Kamu nanya apa, sih, Dek? Sudahlah jangan berpikir macam-macam yang hanya akan mengotori hatimu saja."Mas Nathan tidak memberikan jawaban yang pasti, dia juga sepertinya tidak ingin membahasnya. Membuatku makin curiga kalau antara dia dengan Yesi ada apa-apanya. "Baiklah, tapi aku ingin mengetahui satu hal lagi.""Dek .... ""Mas jawab dengan jujur, ya.""Tentang apa lagi, sih, Dek?""Sewaktu mendengar cerita dari Mbak Nadia, aku pikir Yesi itu gadis imut yang baru saja lulus SMA. Tapi setelah bertemu dengan orangnya, aku yakin usia Yesi yang sebenarnya lebih dari itu." Aku menoleh, kuamati wajahnya yang datar. Cangkir yang ada di genggaman kedua tangannya tak mampu mengalihkan perhatiannya, begitupun kehadiranku di sampingnya. Pandangannya tetap lurus ke depan, entah apa yang sedang ia perhatikan. Atau mungkin dia sedang menyusun kalimat yang tepat untuk menjawab
last updateLast Updated : 2023-01-08
Read more

127. Pergi ke Kampus

"Mbak Nadia?" tanyaku setelah dia berdiri lagi di sampingku."Hmm." Wajahnya kembali datar."Kenapa?" Aku yakin perubahan mimik wajahnya disebabkan oleh telepon dan Mbak Nadia."Yesi mengadu.""Perihal?""Oleh-oleh.""Apa yang salah?""Dia ingin oleh-oleh untuk Yesi tidak disamakan dengan para pelayan."Kuhela nafas panjang lalu membuangnya kasar. "Maaf, karena itu aku yang mengusulkan.""Tidak usah minta maaf, aku setuju dengan pendapatmu. Yang aku sayangkan adalah sikap berlebihan Mbak Nadia.""Bukankah ini terjadi sejak dulu, kenapa Mas Nathan tidak berontak saja dari awal?" Kedua alisku bertaut."Ada hal yang tidak bisa aku jelaskan, Dek. Lagi pula, dulu Mbak Nadia tidak seperti ini."Aku meluruskan pandang. Jika dulu Mbak Nadia tidak seperti ini, lalu sekarang? Apakah ada hubungannya dengan pernikahan kami? Sebab Mbak Nadia sudah jelas-jelas tidak suka padaku."Apa ada hubungannya denganku?"Secara bersamaan kami menoleh, Mas Nathan kemudian meraih tanganku. Tatapannya menajam.
last updateLast Updated : 2023-01-09
Read more

128. mencari Perhatian

Tangan kami masih saling menggenggam ketika Yesi mendekat lalu dengan satu hentakan menarik tangan Mas Nathan dan tangan kami pun terlepas.Astaghfirullah.Aku beristighfar dalam hati. Sikap Yesi kali ini sudah keterlaluan. "Kamu lihat nggak, sih, Yes. Kami sedang salaman, apa nggak bisa nunggu sebentar lagi?" Karena tidak tahan, akhirnya aku angkat bicara. Tak peduli bagaimana tanggapan mas Nathan nantinya padaku."Sorry, Mbak. Ini sudah siang, aku takut terlambat.""Tapi tidak harus begitu juga, 'kan?""Barusan aku sudah minta maaf, apa kurang jelas?" Yesi menatapku sinis."Lagi pulang, kamu itu sudah besar. Sudah bukan gadis ingusan lagi. Masa mengurus hal seperti itu saja tidak bisa sendirian.""Jadi Mbak Lisa tidak suka kalau aku pergi dengan mas Nathan?""Ini bukan masalah suka atau tidak suka, tapi sepertinya kamu harus lebih banyak lagi belajar tentang tata krama.""Dengan kata lain, aku harus nyembah-nyembah gitu sama Mbak Lisa untuk meminta izin pergi bersama Mas Nathan? Ak
last updateLast Updated : 2023-01-10
Read more

129. menjadi pelayan

Pov Alin"Cuciannya udah gue taruh di keranjang. Jangan lupa nyapu dan ngepel, kamar gue juga belum dibersihkan. Ini uang untuk belanja, nanti sore gue pengen dimasakin udang saus tiram. Udangnya lu beli di Abang sayur yang keliling," ucap Angel sebelum pergi kerja pagi ini sambil meletakkan satu lembar ratusan ribu di atas sofa satu-satunya di rumah ini. Aku mengangguk sebagai jawaban dan mewakili kata iya. Mentang-mentang dia yang punya uang, Angel seenaknya saja memerintahku. Tapi saat ini aku tidak bisa membantah apalagi melawan.Kontrakan Angel terbilang enak, terdiri dari dua kamar, ada dapur dan ruang tamu. Aku sudah dua minggu ini menumpang hidup padanya. Angel tidak mau menampungku dengan gratis, maka terpaksa aku mengerjakan semua pekerjaan rumah. Biasanya Angel tidak pernah masak karena dia selalu pulang sore, cucian pun menggunakan jasa laundry. Sekarang, semua pekerjaan itu aku yang menyelesaikan."Uang laundry dialihkan buat uang makan lu, jadi terpaksa lu yang nyuci. T
last updateLast Updated : 2023-01-11
Read more

130. Berbelanja

Beruntung aku tidak sampai pingsan. Masih tetap sadar meski tubuh kembali ambruk di sofa. Akhir-akhir ini mataku memang sering berkunang-kunang selain mual dan sensitif dengan wewangian. Menurut artikel yang kubaca, ini memang lumrah terjadi pada wanita hamil di trimester pertama. Tak hentinya aku mengumpat pada pria itu. Dika sudah benar-benar memberiku penderitaan yang berkepanjangan. Seandainya aku ada uang, mungkin saat ini aku sudah bisa menggagalkan kehamilan ini. Kutampar beberapa kali perut ini. Sungguh ini kondisi yang sama sekali tidak kuinginkan. Dulu waktu aku masih berstatus sebagai istrinya Mas Riko, sama sekali tidak menginginkan kehamilan. Kenapa di saat aku menjadi janda, harus mengalami kondisi ini. Belum lagi beban mental yang harus kutanggung setelah ini. Orang-orang pasti akan mempertanyakan kehamilanku, apalagi tanpa seorang suami di sampingku. Ditambah lagi hari-hari berat yang harus kulalui. "Lho, Mbak Alin kenapa perutnya dipukuli?!" Aku sontak mengangkat w
last updateLast Updated : 2023-01-12
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
24
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status