"Pak Udin tidak bisa mengelak lagi." Cintya berkata serius. Tanpa diminta, pak Udin justru memulai pembicaraan tentang Aisya. Padahal, dia sedang menyiapkan siasat, agar pak Udin mau cerita. Sekarang Cintya tak perlu bersusah payah memancing pak Udin. "Saya ambilkan gula dulu, Bu. Tadi belum ada gulanya," kilahnya mencoba menghindar."Enggak usah, Pak. Rasanya lebih enak kalau tanpa gula."Cras!Tangan pak Udin tergores parang, saat dia membelah durian. Darah segar mengalir dari luka, yang sepertinya cukup dalam."Ya Allah," pekik umi Khofsoh, saat melihat darah yang keluar cukup banyak. "Bapak lebih rela melukai tangan, daripada harus jujur sama saya," cibir Cintya, karena dia tahu, pak Udin hanya mengulur waktu. "Saya bersihkan luka dulu!" Pak Udin mencoba pergi. "Ada kran di situ, Pak. Bersihkan di situ saja. Saya juga belum selesai bicara," tegas Cintya. Dia merasa kesal, karena pak Udin selalu menghindar, saat ditanya tentang Aisya. "Ada kotak obat juga, di dalam mobil."Pak
Read more