"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Bara tak sabar. "Kami sudah mengusahakan yang terbaik. Sekarang, hanya keajaiban Tuhan yang berperan," ujar dokter, memberi secercah harapan bagi mereka. Tanpa disuruh lagi, Cintya segera membawa Bara memasuki kamar istri keduanya, disusul umi dan ibunya Aisya. Mereka bertiga menangis sesenggukan. Terlebih, Bara yang merasa sangat bersalah, karena telah membuat istrinya terbaring tak sadarkan diri. Cintya paham, dia mendekatkan kursi roda ke samping ranjang Aisya. Dia sudah menguatkan hati, melihat suaminya menciumi tangan Aisya. Tak ada rasa cemburu. Yang ada sekarang hanya rasa iba. "Aisya, bangun, Nak! Ibu di sini!" Suara ibunya terdengar pilu, membuat siapa saja yang mendengar ikut merasakan kesedihan. "Maafkan aku, Aisya!" Bara tak kalah terpukul. "Kita do'akan, agar Aisya cepat sadar!" nasihat umi mencoba terlihat baik-baik saja. Padahal, hatinya sama-sama remuk. Jika sudah begini, ia merasa bersalah, karena pernah tak menganggap
Baca selengkapnya