"Ibu!" Diana berlari ke arahku, diikuti Naura di belakangnya. Segera aku berjongkong, memeluk dua gadis berbeda generasi itu. Bahagia, rasa itu tiba-tiba hadir memenuhi sanubari. Detak jantung pun berirama. Ah, kenapa aku ini? "Bu, aku dibelikan boneka Barbie sama Om Bagus. Mas Akbar juga dibelikan mobil-mobilan. Bagus deh, bu. Diana suka.""Dari mana, Lan?" Suara lembut dan mampu menggetarkan hatiku. "Diana main dengan Naura dulu, ya. Ibu mau ngobrol dengan Om Bagus, boleh?""Boleh." Diana mengajak Naura kembali bermain boneka di depan televisi. Dengan perasaan campur aduk, ku jatuhkan bobot di sofa. Mas Bagus pun sama. Kami duduk dengan jarak satu meter. Sesuai anjuran pemerintah bukan? Harus jaga jarak. "Mas Bagus sudah lama?" tanyaku basa-basi. "Sudah, kamu dari mana, Lan?" tanyanya dengan kalimat yang sama. "Dari toko bahan kue. Akbar meminta membuat kue bersama. Padahal aku belum bisa.""Ide bagus itu Lan, anak-anak pasti suka. Kita bagai keluarga harmonis."Pipiku memana
Read more