Home / Pernikahan / Bahagia Tanpamu, Mas! / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Bahagia Tanpamu, Mas! : Chapter 51 - Chapter 60

87 Chapters

Dia Lagi

"Diana mau ikut ibu, tidak?" "Ke mana, Bu?" tanyanya sambil memainkan boneka barbie pemberian Mbak Lia. Kemarin Mbak Lia memberikan tiga buah boneka. Katanya untuk kenang-kenangan. Lucu bukan? Serasa dia mau ke luar negeri saja. Padahal hanya pulang ke rumahnya di Cilacap. Beberapa bulan lagi juga akan ketemu. "Ibu mah beli benang dan perlengkapan jahit lainnya. Diana mau ikut? Nanti kita beli ayam goreng atau bakso kesukaan Ana. Mau tidak?""Mau ... Mau banget, Bu!" ucapnya sambil kegirangan. "Ganti baju gih, pakai jilbab juga." Diana mengangguk lalu segera berlari menuju kamar. Diana sudah berlatih mandiri. Ia bisa memakai baju dan sepatu sendiri. Aku bahkan dilarang membantunya. Sungguh bersama Mas Rohmad dan Mbak Lia, Diana semakin dewasa. Aku sudah siap dari tadi. Tinggal menunggu Diana saja. Dia memang lama dalam memilih baju,padahal sudah ku pilihkan. Tapi dia tak mau. Sambil menunggu Diana berganti pakaian iseng kucari model gamis terbaru. Siapa tahu bisa menjadi inspi
Read more

Pov Wahyu

"Bagaimana, Mas?" tanyaku setelah Mas Rudi memasukkan ponsel ke saku celananya. Kakak kandungku itu menghembuskan nafas kasar. Perasaanku mendadak tidak enak melihat ekspresi wajahnya. "Wulan tidak bisa ke sini, Yu. Sebaiknya kamu jangan terlalu berharap lagi." "Maksudnya Mas apa?" ucapku lantang. "Ssttt ... Jangan berisik!" ujar ayah dari pasien yang ada di sampingku. Mas Rudi menjatuhkan bobot di kursi samping rajangku. Matanya menatap kakiku lalu beralih menyelami sorot mata ini. Apa maksud Mas Rudi melakukan itu? Harusnya dia mendukungku bukan? Wulan itu ipar yang baik. Pasti dia juga ingin aku kembali padanya. "Wahyu, seorang suami itu harus mampu bertanggung jawab kepada istri dan anaknya. Apa kamu sanggup bertanggung jawab pada Wulan dan Diana? Memberi nafkah yang layak, melindungi dia bukan justru menjadi beban untuknya."DEGUcapan Mas Rudi bagai menyayat kulit ini dengan pisau tumpul. Sakit luar biasa. Apa karena aku lumpuh hingga ia tega berkata demikian? "Apa karen
Read more

Pov Wahyu 2

"Kita langsung pulang ke Semarang atau menginap di hotel dulu, Bu?" tanya Mas Rudi seraya menjatuhkan bobot di depan kursi kemudi. Dari anak ibu, Mas Rudi lah yang ekonominya bagus. Bisa dibilang mapan. Dia anak yang berbakti pada ibunya. Berbeda denganku. Kami berdua bak langit dan bumi. "Kita pulang langsung saja, Rud. Istri kamu pasti ngomel-ngomel kalau kita terlalu lama di sini." Oh, tidak! Langsung ke Semarang? Tak bisakan di sini barang dua atau tiga hari lagi. Aku ingin bertemu dengan Wulan dan Diana. Aku sangat merindukan mereka. Kalau bisa aku ingin kembali ke rumah itu. Hidup bertiga dengan penuh kebahagiaan. "Kalau begitu kita pulang saja, Bu. Pekerjaan Rudi masih banyak." Mas Rudi mulai menyalakan mesin mobil miliknya. "Tunggu, Mas!" Mas Rudi menoleh ke belakang. "Aku ingin bertemu Wulan dan Diana. Ingin meminta maaf pada mereka. Dan semoga Wulan mau rujuk denganku lagi." Mas Rudi menggelangkan kepala mendengar kalimat terakhir yang ku ucapkan. Apa yang salah? Ta
Read more

Permintaan Wahyu

"Diana, ini ayah. Diana tidak kangen ayah?" tanya Mas Wahyu seraya melambaikan tangan. Diana diam, tapi tangannya semakin kuat memelukku. Bahkan membuatku susah bergerak. "Diana gak mau sama ayah. Diana takut ...."Aku tahu jika Diana marah dan kecewa pada Mas Wahyu. Namun aku tak pernah menyangka jika dia sampai takut seperti ini. Kekerasan yang Mas Wahyu lakukan menimbulkan trauma di hati Diana. Kasihan kamu, nak. "Diana salim dulu sama ayah," ucapku membujuk Diana. Seburuk-buruknya Mas Wahyu dia tetap ayah kandung Diana. Aku tak ingin putriku menjadi anak durhaka karena membenci ayahnya. Diana menggeleng lalu berlari ke kamar. Ketakutannya begitu besar pada ayah kandungnya sendiri. Miris. "Silahkan masuk, Bu, Mas." Mas Wahyu dan keluarganya mengikuti langkahku.Tatapan tak suka tergambar jelas di mata Mbak Ina dan Ami. Sedikit banyak mereka tahu masalah rumah tanggaku. Bukan aku mengumbar aib mantan suami. Tapi kenyataannya mereka tahu sendiri. Sikap Mas Wahyu yang suka melaku
Read more

Ini Tidak Mungkin

"Kalau tidak ada yang ingin disampaikan lagi, aku mohon tinggalkan rumah ini, Mas!" Ku tunjuk pintu keluar. Ini memang tidak sopan. Mengusir tahu adalah perbuatan tercela. Namun harus ku lakukan untuk menjaga psikis Diana. "Kamu ngusir kami, Lan?" tanya ibu dengan mata berkaca-kaca. Sebenarnya tak ada niatan untuk mengusir ibu atau Mas Rudi. Aku hanya tak ingin Mas Wahyu berada di sini. Aku tak mau Diana kembali terluka. "Maaf, Bu. Bukan maksud Wulan mengusir kalian. Keadaan yang memaksa Wulan untuk melakukan itu. Wulan hanya menjaga perasaan Diana. Kasihan dari tadi dia ketakutan di kamar.""Tapi tidak sopan mengusir kami. Wahyu itu juga berhak atas Diana."Ya AllahDengan apa ku beri tahu mereka jika Diana tengah terluka? Apa mereka tak memikirkan kesehatan kejiwaan putriku? Kenapa selalu Mas Wahyu? "Kalau ibu tidak percaya, silahkan lihat ke kamar Diana.""Tidak perlu, Lan. Mas tahu apa yang kamu katakan benar adanya. Mas minta maaf jika kehadiran kami membuat Diana ketakutan.
Read more

Dituduh

Sekarang aku di sini. Duduk di samping pusara Mas Rohmad. Ya, kakakku telah dikebumikan beberapa jam yang lalu. Aku terlambat datang hingga tak dapat melihatnya untuk terakhir kali. Kuhapus jejak air mata yang membasahi pipi. Berusaha tidak menangis tapi tetap saja tidak bisa. "Kenapa Mas tinggalin aku!" Kusentuh nisan kayu bertuliskan nama kakakku. "Bahkan Wulan tidak bisa melihat Mas Rohmad untuk terakhir kalinya. Kenapa Mas pergi secepat ini?" ucapku dengan tangis sesegukkan. Aku masih tak percaya jika kini Mas Rohmad, Mbak Lia dan Aqila sudah tidur untuk selama-lamanya. Baru kemarin kami bercanda bersama. Tapi kini mereka telah tiada. Tidak ada lagi keceriaan dan kehangatan yang selalu mereka berikan padaku. Takdir Tuhan tak pernah ada yang tahu. Detik ini tersenyum bersama lalu detik berikutnya menangis kehilangan. Aku tahu kematian adalah takdir yang tak bisa ditolak. Namun kenapa secepat ini? Ya Tuhan, apa aku salah bila berharap semua ini hanya mimpi? Dan ketika terbangun
Read more

Firasat

"Ini semua sudah takdir, Bu. Saya juga tidak ingin semua ini terjadi. Namun saya bisa apa?""Semua tidak akan terjadi kalau mereka tidak mengantar Diana. Mereka pasti masih hidup. Semua gara-gara kamu!" tangannya menunjuk tepat ke arahku. Aku beristighfar dalam hati. Mengelus dada yang kian terasa sesak. Aku kehilangan kakakku dan aku yang dituduh menjadi penyebab kematiannya. Sungguh menyakitkan. Harusnya wanita berumur seperti beliau sadar jika kematian pasti datang. Tak perduli ia bersembunyi di kolong ranjang, jika waktunya telah usai maka malaikat maut akan datang menjemputnya. Mbak Lia dan Mas Rohmad meninggal setelah mengantarkan Diana, itu yang membuat mereka menyalahkan kami. "Saya permisi." Aku beranjak menuju kamar tamu. Tempat aku meletakkan pakaian ganti. Rencananya aku ingin menginap sampai tujuh hari kematian Mas Rohmad. Namun sepertinya harus kubatalkan rencana awal karena keadaan yang tidak memungkinkan. Aku dan Diana telah berganti pakaian. Baju basah sudah kumas
Read more

Diusir Lagi

Aku masih duduk dengan punggung menempel di sandaran ranjang. Diana sudah terlelap ke alam mimpi. Dengkuran halus keluar dari mulutnya. Dia pasti kelelahan setelah perjalanan jauh. Kamar terasa dingin hingga menusuk tulang. Segera kumatikan pendingin ruangan yang masih menyala. Kurebahkan tubuh ini samping Diana. Tidak lupa menutup tubuh dengan selimut besar. Kupejamkan mata, berharap segara menyusul putriku ke alam mimpi. Namun hingga setengah jam rasa kantuk belum juga menghampiri. Bayang Mas Rohmad, Mbak Lia dan Aqila menari-nati dalam angan. Rasa lelah yang sempat mendera berganti dengan rasa kehilangan yang menyesakkan dada. Bulir bening yang sempat berhenti kini jatuh kembali. Aku menangis, mengeluarkan beban dan rasa kecewa yang hadir silih berganti. Apa mereka pergi karena salahku? Apa aku memang pantas disebut seorang pembunuh? Pertanyaan itu berputar-putar dalam kepala. Rasanya ingin berteriak, mengeluarkan beban yang ada. Namun lagi-lagi aku tak bisa. Jarum jam sudah
Read more

Diusir Lagi 2

"Tolonglah, Mbak. Sebentar saja. Sepuluh menit deh." Aku berusaha merayu, siapa tahu mbaknya luluh. "Maaf, Mbak.""Ini ada apa Sit?" tanya seorang satpam. Lelaki dengan perut buncit itu pasti datang karena mendengar perdebatan kami. Kalau begini, tak mungkin aku bisa naik ke atas. Mbak yang menunggu meja resepsionis itu mulai menceritakan setiap detil apa yang ku katakan tadi. Sekarang bukan hanya pihak resepsionis yang melarang, satpam pun mulai ambil tindakan. "Ya sudah, saya permisi,Mbak," ucapku pelan.Aku berjalan dengan langkah gontai meninggalkan rumah sakit. Rasa kecewa menyelimuti hati. Ingin rasanya nekat masuk ke dalam tapi tetap kalah dengan peraturan. "Tidak jadi ke ruangan Mas Akbar, Bu?" Aku menggelengkan kepala. Seketika Diana menjadi masam. Raut kecewa tergambar jelas di sana. "Kita pulang ya, nak. Besok kita video call Mas Akbar," ucapku meyakinkan walau aku sendiri tak tahu akan menghubungi nomor siapa. Kembali aku memesan taksi di aplikasi online. Aku dan Di
Read more

Permintaan Diana

Aku menyapu setiap sudut rumah. Membersihkan plastik dan tisue yang beserakan di lantai. Bekas acara pengajian tujuh harian Mas Rohmad, Mbak Lia dan Aqila. Setelah pulang dari Cilacap tempo hari. Aku putuskan untuk mengadakan tahlilan di rumah ini. Mbak Ina dan Ami kuliburkan menjahitnya. Besok baru menjahit kembali. Banyak tetangga yang mengucapkan bela sungkawa atas kepergian Mas Rohmad dan keluarganya. Mereka terkenal ramah di mata warga sini. Tak heran banyak yang hadir untuk mendoakan mereka. Sudah tujuh hari Mas Rohmad meninggalkanku. Namun hingga detik ini, aku masih saja tidak percaya jika mereka telah tiada. Lagi, aku berharap semua ini mimpi. Namun kenyataannya semua ini benar adanya. "Mau dibantuin,Lan?" tanya Mbak Ina yang sudah berdiri di depan pintu. Entah sejak kapan dia di sana? "Tinggal nyapu doang Mbak." Tolakku halus. Aku tak ingin merepotkan Mbak Ina dan Ami terus-menerus. Sudah cukup beberapa hari ini membantuku mengurus acara tahlilan Mas Rohmad dan keluarg
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status