Home / Romansa / Sang Pengacara / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Sang Pengacara: Chapter 1 - Chapter 10

80 Chapters

1. Edukasi

“Kalau punya klien itu, sebaiknya diedukasi lebih dulu.” Vira memutar malas bola matanya, setelah pertemuan alot yang diadakan dengan pihak lawan. Tadinya, ada beberapa hal yang ingin diselesaikan secara kekeluargaan, tetapi mereka tidak sampai di titik temu. “Semua harta, yang dihasilkan selama menikah, otomatis jadi harta gono gini. Mau semuanya diatasnamakan istri, tetap aja kalau cerai harus dibagi dua. Kecuali mereka ada perjanjian pra nikah sebelumnya.”“Aku sudah jelasin itu ke klienku,” terang Abi segera bangkit dari tempat duduk, setelah membereskan beberap berkas. Ia mengitari meja rapat yang ada di ruang kerjanya, untuk menghampiri Vira. Menyandarkan bokongnya di sisi meja, lalu meraih pergelangan tangan wanita yang masih membereskan berkasnya. “Bu Yanti lebih percaya sama cerita-cerita di sosmed, daripada pengacaranya sendiri. Susah-susah gampang punya klien yang ngeyelan begitu.”Vira menghela, dan menghentikan kegiatannya. Ia mengangkat wajah, lalu memberi Abi gelengan.
Read more

2. Jual Mahal

“Fika?”Bening lantas berdecak, ketika melihat wajah muram adik yang berbeda ayah dengannya itu. Meskipun hubungannya dengan keluarga sang mama sudah membaik, tetapi Bening enggan mengakrabkan diri dengan kedua adiknya, yakni Dean, dan Fika.“Mau ngapain ke sini?” lanjut Bening mempertanyakan kedatangan Fika, yang sudah duduk manis di sofa ruang tamunya. “Nggak kuliah?”“Libur.” Fika mencebikkan bibirnya. “Tadinya, aku mau magang di Firmanya mas Abi, tapi dianya nolak.”Bening memutar bola matanya, tanpa segan di depan Fika. “Cari tempat magang lainlah, jangan kayak orang susah! Papamu punya hotel, kan? Atau, magang di mana gitu, kek! Asal jangan magang di perusahaan suamiku! Langsung aku seret kamu keluar dari sana, kalau berani magang di perusahaan mas Aga.”Fika menelan ludah. Berhadapan dengan Bening yang ceplas ceplos, terkadang bisa membuatnya bergidik. “Nggaklah, Mbak.” Mana mungkin Fika berani. Bisa-bisa, Bening akan benar-benar menyeretnya keluar dari perusahaan Aga, jika ber
Read more

3. Dua Bulan

“Aku nggak mau dijodohin sama mas Abi lagi,” kata Fika sudah memikirkan semua perkataan Bening, selama perjalanan pulang ke rumah. “Aku … masih mau kuliah.”Setelah mengatakan hal tersebut pada sang mama, Fika segera melipir pergi ke arah dapur. Meninggalkan sang mama yang hanya bengong di teras samping, dan belum memberikan pendapatnya. Fika tidak suka berdebat, dan lebih memilih menghindar dari masalah. Terkadang, Fika ingin bisa menjadi seperti Bening, yang bisa menyuarakan semua hal tanpa memiliki rasa segan sedikit pun. Namun, Fika tetap tidak bisa melakukannya.“Fika …” Clara segera bangkit, dan beranjak menyusul putri kesayangannya. Apa yang merasuki pikiran Fika, hingga berubah pikiran seperti sekarang. Clara bisa melihat jelas putrinya itu menyukai Abi, karena itulah, ia sempat berbasa-basi dengan Rasyid untuk menjodohkan Fika dengan Abi. Tidak disangka, gayung pun bersambut. Rasyid tidak menolak, dan menyetujui perjodohan tersebut. “Fika, siapa yang bilang kamu nggak bisa ku
Read more

4. Lima Menit

Bagaimana bisa menunggu hingga dua bulan, kalau satu minggu saja Fika sudah merasa tidak betah berada di sisi Abi. Pria itu hanya menugaskan Fika untuk membuat minum, dan memfotokopi berkas yang diperlukan. Selebihnya, semua masalah pekerjaan diserahkan kepada Ina, wanita yang sudah menjadi sekretaris selama 15 tahun lebih.Fika merasa, Abi sengaja melakukan hal tersebut agar Fika segera mundur sebelum waktu dua bulan itu tiba.“Mas …” Fika menghampiri Abi yang baru saja berdiri, dan kembali mengenakan jasnya.“Ya, Fik?” Abi menoleh sekilas, kemudian kembali mengatur ujung lengan jas yang baru saja dikenakan.“Mas Abi mau pergi?” Bahkan, sebagai asisten pribadi, Fika sama sekali tidak mengetahui jadwal Abi.“Ya, ada janji dengan klien.” Abi mengancingkan jasnya, sambil menatap Fika yang berdiri berseberangan dengannya. Gadis itu berdiri tepat di sudut meja, dan terlihat gugup. “Kamu nggak usah ikut, kare—”“Dua bulan, Mas,” putus Fika memberanikan diri mengemukakan pendapatnya. Andai
Read more

5. Plin Plan

“Sudah direkam semua?” tanya Abi setelah pertemuan dengan kliennya selesai. Fika yang duduk di sampingnya, hanya diberi tugas untuk merekam, dan menyimak seluruh pembicaraan yang ada. Abi ingin, Fika menajamkan insting dan melatih intuisinya. Karena Abi tahu benar, Fika bukanlah gadis seperti Vira. Fika terlalu lembut, dan cenderung tidak bisa bersikap tegas.“Sudah, Mas,” angguk Fika pelan.“Kalau begitu, aku mau kamu bikin resumenya dan kirim ke emailku,” lanjut Abi akan bersungguh-sungguh bersikap profesional kali ini. Walau masih setengah hati, karena kinerja gadis itu sedikit lambat bagi Abi.“Sekarang, Mas?”“Nanti aja kalau sudah di kantor,” geleng Abi. “Selesaikan sebelum kamu puuu … Vira? Di sini juga?”Abi tersenyum lebar penuh kehangatan, ketika melihat Vira menghampiri mejanya. Seperti biasa, wanita itu selalu terlihat rapi, elegan, dan penuh ketegasan. Abi sontak berdiri, lalu mengitari meja untuk menarik kursi yang berseberangan dengannya.Vira tersenyum formal pada Abi.
Read more

6. Pergilah

“Fokus aja jadi asistennya. Fokus magang, fokus kuliah.” Kalimat Bening itu, selalu Fika lafalkan dalam hati sejak bangun tidur pagi tadi. Kakaknya itu benar, Fika tidak boleh plin plan dan harus punya pendirian. Sepertinya, sudah saatnya Fika berpaling dari Abi, dan membuka hatinya untuk pria lain.“Ngapain, Ma?’” Dahi Fika mengerut saat melihat Clara sudah berada di dapur sepagi ini. Biasanya, semua hal akan dipersiapkan asisten rumah tangga, dan Clara hanya tahu beres. Namun, tidak kali. Fika melihat rantang susun di kitchen island, dan masing-masing sudah terisi dengan lauk yang sangat menggugah selera. “Ini, makanan buat mbakmu,” ujar Clara sambil menumpuk rantang susunnya satu per satu. “Kan, lagi hamil. Biar nggak makan sembarangan.”Fika ikut senang, ketika tahu Bening benar-benar dinyatakan positif hamil tadi malam. Meskipun, Fika mendengar Bening masih saja tidak percaya bahwa saat ini sedang mengandung anak Aga. “Oia.” Setelah menutup rantang susunya, Clara menghela pan
Read more

7. Berusaha Tenang

“Pagi, Mas Abi,” Fika segera berdiri, menyapa seraya memberi anggukan sopan pada Abi. Pria yang baru saja masuk ke ruangan kerjanya itu, tampak kusut dan tidak serapi biasanya. Rambut yang biasanya tertata rapi dengan pomade, atau gel rambut, kini terlihat kering dan cenderung tidak beraturan. Jika ditelisik lagi, Abi sepertinya hanya menyisir rambut seadanya dengan jari-jarinya. “Pagi,” balas Abi dengan anggukan yang sama. Sejurus itu, ia berhenti dan mengangkat tangan, untuk menghentikan Fika yang akan melangkah dari kursinya. “Nggak usah bikin kopi, saya sudah kebanyakan kopi dari semalam.”“Ohh.” Fika mengangguk. Kembali duduk dan berhadapan dengan laptopnya. Ini kali pertama, Fika membawa laptop untuk bekerja di firma Abi agar ia tidak hanya duduk bengong seperti yang sudah-sudah. “Saya sudah minta jadwal Mas Abi hari ini sama bu Ina. Hari ini Mas Abi ada sidang jam 10, dan jam dua siang, Mas ada janji dengan orang dari Perhumas, untuk membahas seminar kerja sama.”Tangan Abi be
Read more

8. Gampangan

“Cuma sakit kepala, nggak perlu sampai masuk rumah sakit begini.” Sejak siuman dan mendapati dirinya berada di rumah sakit, Rasyid terus saja melontarkan protesnya. Ia ingin segera pulang, dan beristirahat di rumah tanpa harus berteman dengan jarum infus.“Papa, jangan keras kepala.” Mau tidak mau, Abi harus bersabar menghadapi Rasyid. Kalau kondisinya seperti ini, bagaimana bisa Abi keluar dari rumah dan tinggal di tempat lain. “Kita tunggu sampai dua atau tiga hari ke depan.”“Justru kamu itu yang keras kepala!” balas Rasyid. “Papa ini sudah tua, dan cuma mau lihat kamu bahagia. Menikah lagi, punya istri, dan anak. Setelah itu, baru Papa bisa pergi dengan tenang.”Abi yang sedari tadi duduk di samping ranjang, hanya mengangguk. “Ya.”“Ya, apa?“Ya, Papa jaga kesehatan, dan—”“Sudahlah.” Rasyid tahu, akan percuma saja berdebat dengan Abi karena mereka sama-sama keras kepala. “Sekarang pergilah, pergi. Biar Martin yang temani Papa di sini. Mending ngobrol sama dia, daripada sama anak
Read more

9. Jalan Bertiga

“Ngapain ke sini?”Suara tawa di ruang rawat inap VIP itu, terhenti tiba-tiba saat Abi membuka pintu dan melenggang masuk tanpa beban. Rasyid yang masih merasa kesal itu, segera bertanya perihal kedatangan putranya tanpa basa-basi. “Numpang tidur,” jawab Abi santai sambil menghampiri Dean yang duduk di ujung ranjang pasien. Jika Abi menanggapi dengan serius, maka suasana ruangan tersebut akan tegang seketika. “Apa kabar Dean?” tanya Abi berbasa-basi, sambil menepuk pelan bahu pria yang merupakan kakak laki-laki Fika.“Baik, Mas!” Dean mengulurkan tangannya lebih dulu, dan langsung disambut hangat oleh.“Sehat, Fik?” Giliran Abi berbasa-basi pada Fika, meskipun sore tadi mereka masih bertemu di kantor.“Sehatlah, Mas,” sambar Dean seraya memberi tendangan kecil pada kaki Fika. “Berat badannya aja sampai naik sejak kerja di kantormu, Mas?”“Ha?” Abi melihat Fika dengan seksama. Namun, menurutnya tidak ada perubahan signifikan dari tubuh gadis itu. Fika yang dulu, dan sekarang, sama se
Read more

10. Mau Pendekatan

“Kamu di sini aja, nggak usah ikutin saya.”“Tapi, Maa … as.” Fika membuang napas panjang. Berdiam sebentar, lalu memutuskan pergi keluar pengadilan. Mencari tempat duduk yang nyaman, untuk beristirahat dan melihat kembali jadwal Abi setelahnya. Sementar Abi, segera pergi menuju kantin karena sudah membuat janji dengan seseorang. Sesampainya di sana, Abi melihat wanita itu duduk sendiri dan sibuk dengan ponselnya. Dengan segera, Abi menghampiri dan duduk di samping wanita itu, hampir tidak berjarak.“Pergi ke mana kamu semalam?” tembak Abi tanpa harus basa-basi.Vira tertawa garing mendengar pertanyaan dari Abi. “Helloow, gebetan bukan, pacar bukan, suami apa lagi. Jadi jangan sok posesif sama aku, Bi.”“Vir.” Abi semakin mengecilkan suaranya, dan melihat ke sekitar mereka. Memastika, posisi keduanya jauh dari keramaian. “Semalam, kamu pergi sama pak Ilham dan perempuan yang namanya Vania Sesya.”“Apa aku lagi dimata-matain sekarang?” Vira menjauhkan wajah dari Abi. Kemudian, ia juga
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status