“Fika?”Bening lantas berdecak, ketika melihat wajah muram adik yang berbeda ayah dengannya itu. Meskipun hubungannya dengan keluarga sang mama sudah membaik, tetapi Bening enggan mengakrabkan diri dengan kedua adiknya, yakni Dean, dan Fika.“Mau ngapain ke sini?” lanjut Bening mempertanyakan kedatangan Fika, yang sudah duduk manis di sofa ruang tamunya. “Nggak kuliah?”“Libur.” Fika mencebikkan bibirnya. “Tadinya, aku mau magang di Firmanya mas Abi, tapi dianya nolak.”Bening memutar bola matanya, tanpa segan di depan Fika. “Cari tempat magang lainlah, jangan kayak orang susah! Papamu punya hotel, kan? Atau, magang di mana gitu, kek! Asal jangan magang di perusahaan suamiku! Langsung aku seret kamu keluar dari sana, kalau berani magang di perusahaan mas Aga.”Fika menelan ludah. Berhadapan dengan Bening yang ceplas ceplos, terkadang bisa membuatnya bergidik. “Nggaklah, Mbak.” Mana mungkin Fika berani. Bisa-bisa, Bening akan benar-benar menyeretnya keluar dari perusahaan Aga, jika ber
Read more