Beranda / Romansa / Sang Pengacara / Bab 21 - Bab 30

Semua Bab Sang Pengacara: Bab 21 - Bab 30

80 Bab

21. Urusan Belakang

“Aku …” Fika menelan ludah. Buru-buru mengalihkan tatapannya dari Abi. Semakin lama menatap, debaran jantung Fika semakin jumpalitan tidak karuan. “Aku nggak mau hamil, jadi … jadi, nggak usah ngasih nafkah batin. Nggak papa, aku ikhlas. Aku, aku mau lulus kuliah dulu, jadi, Mas Abi nggak usah repot-repot mikirin nafkah batin buat aku.”Saking gugupnya, Fika sudah melupakan bahasa formalnya pada Abi. Andai ia bisa kabur, maka Fika akan keluar dan tidur di kamar tamu.“Lihat saya kalau bicara, Fika.” Tarikan napas Abi semakin dalam. Gadis di hadapannya saat ini, pasti tidak berpikir dahulu sebelum berucap. Bisa-bisanya Abi diminta tidak usah memikirkan nafkah batin? Fika memang bisa ikhlas, tetapi bagaimana dengan Abi.Lagi, Fika menelan ludah. Menoleh perlahan, dan kembali mempertemukan tatapannya dengan Abi. Dengan Hilmi, jantung Fika tidak pernah berdebar kencang seperti sekarang. Untuk itulah Fika selalu merasa lebih nyaman dan tidak harus merasakan kegugupan, juga ketegangan seper
Baca selengkapnya

22. Masalah Rumah Tangga

“Viraaa …”Fika tersentak. Menahan napas, seraya menatap Abi yang masih bergerak di atasnya. Puncak pelepasan yang baru saja Fika rasakan, menguap seketika saat mendengar Abi mendesahkan nama wanita lain. Musnahlah sudah secuil harapan yang baru saja ia pupuk dengan banyak mimpi. Namun, ternyata nama seorang Fika, memang sungguh-sungguh tidak ada di dalam hati, juga pikiran Abi.Salah ….Pernikahannya dengan Abi, memang sudah salah sedari awal. Harusnya, Fika bisa menyadari dan tidak terjatuh dalam jebakan Abi, perihal tugas seorang istri. Abi … hanya butuh Fika untuk melepas kebutuhan biologisnya. Sementara hati pria itu, masih dipenuhi oleh nama Vira.“I love you …”Fika hanya bisa diam. Andai tidak ada nama Vira, rangkaian kalimat manis barusan pasti akan membuat Fika berbunga-bunga. Namun, tubuh yang baru saja terjatuh puas itu, tidak mengungkap rasa cintanya untuk Fika, melainkan … Vira.Malam pertama yang seharusnya penuh bahagia, kini harus berakhir duka, dan menyisakan luka.~
Baca selengkapnya

23. Jangan Pernah Sentuh Aku

Fika menitikkan air mata saat memeluk Clara dengan erat. Masih merasa berat, bila harus pindah dan tinggal di kediaman Pamungkas karena telah menikah dengan Abi. Terlebih-lebih, pengalaman malam pertamanya dengan Abi sungguh menoreh luka yang begitu besar, dan Fika tidak mungkin melupakannya seumur hidup.“Sudah, nggak usah nangis.” Clara melepas pelukannya, lalu mengusap tiap titik air mata yang jatuh di pipi putrinya. “Mulai sekarang ini rumah kamu juga. Anggap, Babe itu papa kamu sendiri. Bukan orang lain.”Fika mengangguk-angguk, walaupun masih setengah hati. Andai malam pertamanya dengan Abi berjalan lancar, Fika tidak akan merasa sesak sendiri seperti sekarang.“Tapi aku mau sama Mama.” Fika kembali memeluk Clara dan menitikkan air mata. Padahal, jarak antara kediaman Pamungkas dan Nugraha tidak sampai memakan waktu hingga satu jam. Bahkan, bisa lebih cepat bila pergi menggunakan kendaraan roda dua.“Kan, tiap hari masih bisa ketemu, Mama.” Meskipun berat, tetapi Clara juga haru
Baca selengkapnya

24. Aku Ikhlas

Abi menghempas berkas di tangan untuk yang kesekian kalinya. Pikirannya bercabang. Sama sekali tidak bisa mengumpulkan konsentrasi, seperti biasa. Semua ucapan Fika selalu terngiang di ingatan, dan Abi masih saja tidak bisa mempercayainya. Apa benar Abi menyebut nama Vira ketika sedang bersama Fika? Rasa-rasanya, sungguh tidak masuk di akal. Namun, jika memang seperti itu, Abi jelas keterlaluan. Vira … Fika … Kenapa juga kekhilafan itu harus terjadi? Andai saja Abi bisa mengontrol diri, hal seperti ini tidak akan mungkin terjadi. Tidak kunjung bisa fokus dengan kasus yang harus dipelajarinya, Abi akhirnya menutup laptop, lalu beranjak dari ruang kerjanya. Sembari melangkah pelan menuju kamar, Abi mengecek satu per satu pesan yang masuk ke ponselnya. Kemudian, ia membuka pintu kamar dengan perlahan, lalu menghela saat melihat siluet Fika di tempat tidurnya. "Suami yang nyebut nama perempuan lain, waktu lagi berhubungan sama istrinya." "Kalau masih mau ngejar-ngejar dia, kejar
Baca selengkapnya

25. Mengejar Fatamorgana

“Abi!”“Ah, ya!” Abi menghela panjang, setelah kembali ditegur oleh Vira. Raganya memang berada di hadapan Vira, tetapi pikirannya melayang memikirkan pernikahannya dengan Fika. “Sorry, Vir, aku … oke, sampai mana tadi?”Gara-gara Fika, Abi kembali tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Harusnya, Abi senang karena gadis itu membebaskannya mengejar Vira. Fika bahkan mengikhlaskan Abi dan tidak mau peduli dengan apa pun yang dilakukannya di luar sana. Namun, Abi justru semakin merasa bersalah karena hal tersebut.Ada apa dengan Abi sebenarnya?Vira berdecak, lalu menutup berkas dan merapikannya. “Kalau lagi kurang sehat, lebih baik istirahat. Kita nggak akan bisa diskusi kalau pikiranmu nggak di sini.”“Sorry.” Abi meraih berkas yang hendak dimasukkan Vira ke dalam map plastik transparan. “Aku sehat, cuma … ada beberapa kasus yang sedikit rumit.”“I see.” Vira mengangguk paham, tetapi tetap saja terasa aneh. Seberat apa pun kasus yang ditangani Abi, pria itu tidak pernah seperti sekarang
Baca selengkapnya

26. Kita Berteman

“Jadi, apa kalian sudah bicarakan masalah resepsi?” celetuk Rasyid di tengah makan makan malam. “Kapan, dan mau digelar di mana?”“Belum,” jawab Fika cepat tanpa harus banyak berpikir. “Mas Abi masih sibuk, Pa. Jadi, biar aja begini dulu. Lagian kami juga sudah sah. Nggak perlu buru-buru.”“Tapi orang-orang juga perlu tahu, kalau kalian berdua sudah menikah,” lanjut Rasyid lalu beralih menatap putranya. “Lihat jadwalmu, Bi, terus ambil cuti dalam waktu dekat untuk resepsi dan lanjut bulan madu.”Fika sampai kesusahan menelan makanannya, karena kata bulan madu. Entah apa yang terjadi, bila Rasyid mengetahui permasalah mereka berdua nantinya. Karena Fika, sudah meminta cerai dalam jangka waktu satu bulan ke depan pada Abi.“Aku masih nangani kasus Darius, Pa.” Abi juga bingung, bila harus berbicara masalah resepsi pernikahannya dengan Fika. Apa yang mau dibicarakan, jika Fika sudah mantap meminta cerai darinya. “Papa tahu sendi—““Resepsi pernikahan itu nggak sampai satu hari sudah sele
Baca selengkapnya

27. Biar Impas

Masalah Fika selesai. Abi sedikit bisa bernapas lega karena hal tersebut. Entah bagaimana nanti sebulan ke depan, yang terpenting, dirinya dan Fika sudah bisa berteman baik.Meskipun begitu, tetap saja Abi tidak bisa tidur dengan tenang semalaman. Pikirannya memang sudah bisa fokus pada pekerjaan, tetapi tidak, bila harus berada satu ranjang dengan Fika. Terlebih saat ada guling yang membatasi tidur mereka.Suami istri macam apa ini? Abi hanya bisa memandang bagian belakang tubuh Fika, tanpa bisa merapat dan memeluk gadis yang sudah halal menjadi miliknya.Sungguh memusingkan.Karena tidak kunjung bisa tidur, akhirnya Abi menyingkirkan guling tersebut dengan perlahan. Merapatkan diri dengan Fika, lalu memeluk gadis itu tetapi tidak terlalu erat. Hanya sekadar mengalungkan lengan, lalu menutup mata. Menghidu wangi rambut Fika dalam-dalam, dan akhirnya Abi bisa tidur dengan lelapnya.~~~~“Pagi, Bik,” sapa Abi sudah berada di dapur dan berdiri di belakang Fika.Imah menoleh pelan. Menge
Baca selengkapnya

28. Tetap Bahagia

Abi mengerjap hingga berulang kali, saat melihat Fika baru saja keluar dari kamar mandi. Gadis itu memakai celana jeans dan kaos berkerah berwarna senada, yang jatuh tepat di garis pinggang. Jika Fika mengangkat tangan sedikit saja, maka bagian perut rata gadis itu sudah pasti terlihat dengan jelas. “Mau ke mana?” tanya Abi menutup pintu kamar, dan segera menghampiri Fika yang berdiri di depan standing mirror. Baru kali ini Abi melihat Fika mengepang dua rambutnya, dan ujungnya jatuh di depan dada. Istrinya itu, sungguh terlihat seperti anak SMA yang sedang “lucu-lucunya”. “Pulang.” Fika menunduk sebentar, untuk meraih pelembab wajahnya. “Pulang?” Abi menelan ludah saat melihat punggung terbuka Fika, yang baru saja menunduk. Pikirannya benar, kan? Kaos yang dikenakan Fika saat ini pasti akan memperlihatkan bagian tubuhnya, bila melakukan pergerakan tertentu. “Ke rumah mama,” jelas Fika sambil mengoleskan pelembab di wajahnya. “Bukannya kita mau jalan? Beli meja rias, ter—“ “Aku,
Baca selengkapnya

29. Satu-satunya Jalan

Abi membuka pintu kamar, dan menyalakan lampu. Melihat tempat tidurnya masih rapi, dan seluruh ruangan juga terasa hening, Abi lantas memasuki kamar dengan perlahan.“Fika?” Abi melihat jam dinding. Sudah hampir jam 10 malam, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di kamarnya. Pagi tadi ….Abi lantas memejam. Mengingat beberapa hal yang terjadi pagi ini. Ia menerima panggilan dari Vira, lalu menghubungi Bening, dan … Abi bergegas pergi ke rumah Aga.Namun, ada yang terlewat, yaitu … Fika.Abi mengumpat detik itu juga. Seharian ini, Abi terlalu sibuk dengan kasus yang ditanganinya, sehingga melupakan gadis itu. Sungguh, Abi kembali didera rasa bersalah, karena semua sikapnya sepanjang hari ini.Lantas, Abi segera keluar kamar untuk menemui Rasyid. Namun, Abi mengurungkan niatnya ketika sudah berada di depan pintu kamar sang papa. Rasyid pasti sudah tidur, dan Abi tidak bisa mengganggu sang papa ketika malam telah larut seperti sekarang.Kemudian, Abi kembali memasuki garasi dan membuka
Baca selengkapnya

30. Kabar Baik

Ketegangan yang dialami Abi saat ini, sungguh melebihi ketika ia berada di persidangan. Rasyid, beserta kedua orang tua Fika sudah menatap tajam dan menunggu penjelasan dari Abi tentang semua hal. Apakah mereka sedang ada masalah, sehingga membuat Fika pergi tanpa kabar seperti sekarang? “Jadi, pernikahan kalian ternyata bermasalah?” tebak Romi harus mencari tahu, di mana titik permasalahan yang terjadi sebenarnya. “Kami … sebenarnya cuma perlu menyesuaikan diri, Pa,” jawab Abi tidak bisa mengungkapkan inti dari permasalahan dirinya dan Fika. Mau ditaruh di mana muka Abi, bila Rasyid dan kedua mertuanya tahu, perihal masalah yang sebenarnya. “Kita baru menikah, dan … banyak perbedaan yang juga perlu disatukan.” Di lubuk hati yang terdalam, Romi menyesal telah menikahkan Abi dengan putrinya. Fika sudah sempat membatalkan perjodohan itu, tetapi Romi justru menerima usulan dari Rasyid untuk menikahkan anak mereka. “Perbedaan seperti apa, sampai-sampai Fika pergi dari rumah, dan nggak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status