Home / Romansa / Sang Pengacara / 28. Tetap Bahagia

Share

28. Tetap Bahagia

Author: Kanietha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Abi mengerjap hingga berulang kali, saat melihat Fika baru saja keluar dari kamar mandi. Gadis itu memakai celana jeans dan kaos berkerah berwarna senada, yang jatuh tepat di garis pinggang. Jika Fika mengangkat tangan sedikit saja, maka bagian perut rata gadis itu sudah pasti terlihat dengan jelas.

“Mau ke mana?” tanya Abi menutup pintu kamar, dan segera menghampiri Fika yang berdiri di depan standing mirror. Baru kali ini Abi melihat Fika mengepang dua rambutnya, dan ujungnya jatuh di depan dada. Istrinya itu, sungguh terlihat seperti anak SMA yang sedang “lucu-lucunya”.

“Pulang.” Fika menunduk sebentar, untuk meraih pelembab wajahnya.

“Pulang?” Abi menelan ludah saat melihat punggung terbuka Fika, yang baru saja menunduk. Pikirannya benar, kan? Kaos yang dikenakan Fika saat ini pasti akan memperlihatkan bagian tubuhnya, bila melakukan pergerakan tertentu.

“Ke rumah mama,” jelas Fika sambil mengoleskan pelembab di wajahnya.

“Bukannya kita mau jalan? Beli meja rias, ter—“

“Aku,
Kanietha

Peluuug Fikaaa ~~~

| 5
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (9)
goodnovel comment avatar
Iin Rahayu
yaaaaa wajar vika jengkel teruus, haduuuuh mas Abi ga lihat situasi juga
goodnovel comment avatar
Cilon Kecil
Abi bilangnya Fika ngambekan ga selesai² lah gimana ga ngambek dong udah terlanjur sakit hati tapi dia masih ga mau ngerti juga... nasihat Aga ga digubris dan lebih berat sama kasus Vira drpd rumah tangganya
goodnovel comment avatar
Siti Juli
poor Fika, sabar Fik ini ujian
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Sang Pengacara   29. Satu-satunya Jalan

    Abi membuka pintu kamar, dan menyalakan lampu. Melihat tempat tidurnya masih rapi, dan seluruh ruangan juga terasa hening, Abi lantas memasuki kamar dengan perlahan.“Fika?” Abi melihat jam dinding. Sudah hampir jam 10 malam, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan di kamarnya. Pagi tadi ….Abi lantas memejam. Mengingat beberapa hal yang terjadi pagi ini. Ia menerima panggilan dari Vira, lalu menghubungi Bening, dan … Abi bergegas pergi ke rumah Aga.Namun, ada yang terlewat, yaitu … Fika.Abi mengumpat detik itu juga. Seharian ini, Abi terlalu sibuk dengan kasus yang ditanganinya, sehingga melupakan gadis itu. Sungguh, Abi kembali didera rasa bersalah, karena semua sikapnya sepanjang hari ini.Lantas, Abi segera keluar kamar untuk menemui Rasyid. Namun, Abi mengurungkan niatnya ketika sudah berada di depan pintu kamar sang papa. Rasyid pasti sudah tidur, dan Abi tidak bisa mengganggu sang papa ketika malam telah larut seperti sekarang.Kemudian, Abi kembali memasuki garasi dan membuka

  • Sang Pengacara   30. Kabar Baik

    Ketegangan yang dialami Abi saat ini, sungguh melebihi ketika ia berada di persidangan. Rasyid, beserta kedua orang tua Fika sudah menatap tajam dan menunggu penjelasan dari Abi tentang semua hal. Apakah mereka sedang ada masalah, sehingga membuat Fika pergi tanpa kabar seperti sekarang? “Jadi, pernikahan kalian ternyata bermasalah?” tebak Romi harus mencari tahu, di mana titik permasalahan yang terjadi sebenarnya. “Kami … sebenarnya cuma perlu menyesuaikan diri, Pa,” jawab Abi tidak bisa mengungkapkan inti dari permasalahan dirinya dan Fika. Mau ditaruh di mana muka Abi, bila Rasyid dan kedua mertuanya tahu, perihal masalah yang sebenarnya. “Kita baru menikah, dan … banyak perbedaan yang juga perlu disatukan.” Di lubuk hati yang terdalam, Romi menyesal telah menikahkan Abi dengan putrinya. Fika sudah sempat membatalkan perjodohan itu, tetapi Romi justru menerima usulan dari Rasyid untuk menikahkan anak mereka. “Perbedaan seperti apa, sampai-sampai Fika pergi dari rumah, dan nggak

  • Sang Pengacara   31. Numpang Tidur

    “Belum ketemu, Pa.” Abi menghempas tubuh lelahnya di sofa. Memijat kepala, sembari terus berpikir di mana keberadaan Fika saat ini. “Dean juga sudah ngecek ke teman-temannya Fika, tapi mereka nggak ada yang tahu.”“Papa kecewa sama kamu.” Rasyid benar-benar malu pada keluarga Romi. Andai Camila masih hidup, Rasyid pasti tidak punya muka untuk bertemu dengan wanita tua itu. Hubungan baik yang sudah dijalin dengan keluarga Sutomo sedari dulu, pastinya akan terasa canggung karena ulah putranya. “Tahu begini, Papa nggak akan minta pak Romi—”“Pa, sudah.” Abi tidak ingin lagi mendengar ceramah, di saat kepalanya sudah terlalu pusing memikirkan Fika. “Aku di sini juga sudah berusaha nyari Fika, tapi memang belum ketemu. Dia pasti … nggak tahulah!”“Lihat, kan? Jawabannya lagi-lagi nggak tahu.”“Aku memang nggak tahu, Pa.” Abi berusaha tidak meninggikan intonasi bicaranya di depan Rasyid. “Papa tahu sendiri aku baru dekat sama Fika, baru nikah dan … ya, begitu. Wajar kalau aku belum tahu ban

  • Sang Pengacara   32. Maksudnya ....

    “Nggak boleh!” Bening jelas saja menolak, dan tidak akan membiarkan Abi menginap di rumahnya. “Pergi sana ke hotel, terus check in. Nggak mungkin, kamu nggak punya uang, kan?” Abi menatap Aga. Kini, giliran Abi yang menggeleng mendengar pengusiran Bening, yang benar-benar tanpa basa basi. Belum lagi, Bening sungguh-sungguh bicara pada Abi tanpa bahasa formal lagi. Mentang-mentang status Abi adalah adik iparnya, maka rasa sungkan itu tidak lagi ada pada diri Bening. “Ning, beg—” “Mbak!” ralat Bening dengan segera, sembari bertolak pinggang. “Tolong, ya, kalau jadi adek ipar itu yang sopan.” “Beb, ini sudah berlebihan.” Aga menangkup kedua lengan Bening dari belakang, lalu mengusapnya naik turun. Ia menatap Abi, dan kembali menggeleng agar pria itu tidak membalas ucapan Bening. “Masuklah dulu, biar aku bicara sama Abi.” Bening membuang napas kecil. Ia menurunkan kedua tangannya, lalu mengusap perut yang belum terlalu terlihat. Harusnya, ia tidak perlu repot-repot ikut campur dalam

  • Sang Pengacara   33. Drama Selesai

    “Aku kecewa sama kamu, Ga.”Kendati ucapannya ditujukan untuk Aga, tetapi tatapan Abi tertuju lurus pada Fika. Istrinya itu duduk berdampingan bersama Bening, dan sama sekali tidak mau melihat Abi sejak tadi. Jika saja bukan karena Awan, Abi mana mungkin tahu Fika ternyata bersembunyi di rumah Aga. Tanpa permisi, Abi langsung memasuki rumah Aga, setelah Awan mengatakan Fika berada di kamar tamu di lantai dua.Abi sudah tidak peduli dengan tatapan bingung Awan, dan Aga yang terlihat salah tingkah. Ia membuka kamar yang berada di lantai dua satu per satu tanpa meneriakkan nama Fika, dan akhirnya gadis itu kepergok tengah berada di salah satu kamar.“Kecewa?” Bening lantas berdecih dengan wajah menantang Abi. “Angkat kaki dari sini kalau kecewa. Silakan pergi dari rumah ini, kalau kamu memang ngerasa kecewa dengan tuan rumah. Tamu nggak diundang aja, sok belagak kecewa!”Kenapa harus ada Bening di antara mereka!Abi selalu saja dibuat bungkam oleh istri Aga, yang tidak pernah bisa menutu

  • Sang Pengacara   34. Secara Baik-baik

    Aga bergegas keluar dari mobil, lalu mengitarinya untuk membuka pintu untuk Awan. Dengan sabar, Aga berdiri dan menunggu Awan menyalami ketiga orang yang menunggu di dalam mobill. Siapa lagi kalau bukan istrinya, Abi, serta Fika, yang ngotot minta ikut karena tidak ingin ditinggal berdua saja di kediaman Aga. “Baik-baik sama Mama,” pesan Bening lalu mencium puncak kepala Awan yang mencondongkan tubuh, di antara dua kursi yang berada di depan. “Jangan ngerepotin, oke!” “Oke!” Setelah berpamitan pada Bening, Awan berpamitan pada Abi dan Fika secara bergantian lalu keluar dari mobil. “Jadi kalian berdua ini maunya gimana?” Akhirnya, Bening bisa berbicara dengan leluasa setelah Awan keluar dari mobil. Ia membuka sabuk pengaman, lalu menengok ke belakang. “Aku mau ngedate sama mas Aga, masa’ kalian ikut? Nggak mau ah! Nggak asik banget.” Bening melirik pada Abi, yang menolehkan wajah ke arah rumah Vira. Bagaimana Bening tidak merasa kesal, bila pria itu ternyata masih saja tidak bisa

  • Sang Pengacara   35. Kekosongan

    Hening.Sepanjang perjalanan ke kediaman Nugraha, tidak ada satu pun orang yang membuka mulut. Bahkan, Bening sampai tidak melempar protes, saat Abi mengatakan akan mengembalikan Fika kepada orang tuanya.Bukankah, secara tidak langsung Abi sudah menceraikan Fika?Sementara Aga, memilih berdiam diri setelah Abi akhirnya mengambil satu keputusan dengan berani. Sebenarnya, bukan hal seperti ini yang diinginkan Aga, karena pernikahan keduanya benar-benar masih seumur jagung. Seharusnya, Abi bisa bersabar sedikit lagi, sampai membicarakan semua hal di depan kedua keluarga. Mencari solusi terbaik, agar tidak terjadi perpisahan seperti sekarang.“Kita sudah sampai,” ujar Aga memecah kesunyian yang sejak tadi menyelimuti mereka.“Ayo, Fik.” Abi membuka pintu mobil tanpa menoleh, dan keluar mendahului Fika. Ia menekan bel, tanpa membalikkan tubuh untuk melihat mobil Aga.“Beb.” Bening menyentuh paha Aga. Menyiratkan rasa khawatir, karena Fika hanya terdiam sejak tadi. “Kita ikut masuk, ya.”A

  • Sang Pengacara   SP ~ 36

    “Harusnya, kamu jangan mengambil keputusan waktu lagi emosi seperti tadi.” Malam itu, Aga dan Bening sepakat membatalkan acara nonton mereka, karena permasalahan yang menimpa pernikahan Fika dan Abi. Bening tetap berada di kediaman Nugraha, sementara Aga mengantar Abi pulang ke rumahnya. Setelah ini, Abi pasti akan berhadapan langsung dengan Rasyid. “Harusnya, kamu pikirkan berulang kali waktu mau ngucap talak buat Fika,” tambah Aga tetap berusaha fokus dengan kemudinya. “Jadi, aku lagi dapat nasehat dari orang yang juga sudah menceraikan istrinya.” Abi mendengkus, dan hanya menatap keluar jendela. “Masalahku dengan Vira, itu sudah terjadi bertahun-tahun,” terang Aga, tetapi tidak akan menceritakan duduk permasalahan mereka pada Abi. Semua itu, biarlah menjadi rahasia antara Aga, Vira, dan kedua keluarga mereka. Aga sudah menutup buku, dan merajut masa depan yang lebih baik lagi bersama Bening. “Aku sudah berulang kali ngasih teguran, dan kesempatan tapi … akhirnya aku angkat tang

Latest chapter

  • Sang Pengacara   SP ~ 80

    “Congraduation, Istriku.” Dengan senyum semringah nan lebarnya, Fika menghambur ke pelukan Abi yang membawa sebuah buket yang berisi cokelat dan boneka beruang di tengah-tengahnya. Akhirnya, hari kelulusan itu datang juga. Meskipun tertatih-tatih, tetapi Fika bisa juga meraih gelar sarjana yang sudah diimpi-impikan selama ini. Kendati ijazahnya tidak akan terpakai, tetapi setidaknya Fika tidak putus di tengah jalan. “Makasih, Mas.” “Pergi sekarang? Atau mau foto-foto sama temanmu dulu?” “Emm …” Tanpa melepas satu tangan yang mengalung pada tubuh Abi, Fika menatap beberapa teman dekatnya yang sibuk dengan keluarga masing-masing. “Tadi sempat foto-foto bentar, sih. Jadi … kita pulang aja. Aku sudah kangen sama Esta. Lagian nanti kita juga foto-foto sama orang rumah.” “Ayolah kalau begitu!” Jelas saja Abi tidak akan menolak, karena seluruh keluarga besar sudah berkumpul di kediaman Pamungkas untuk merayakan kelulusan Fika. “Lagian, Esta nggak bakal nyari kita kalau sudah ada Bening.

  • Sang Pengacara   SP ~ 79

    “Abi itu memang harus jatuh dulu, baru dia bisa sadar.” Kalimat Aga tersebut, kerap terngiang di kepala Abi. Karena itu pula, Abi jadi memikirkan semua sifat dan sikapnya selama ini. Terutama dengan kehidupan pribadinya. Atau, dengan kata lain Abi sedang introspeksi. Sejauh ini, Abi memang tidak pernah mengalami kesulitan dan masalah dalam karirnya. Justru, semua pusat masalah Abi bersumber pada kehidupan pribadinya. Terlebih lagi, ketika Fika hadir dan membuat kehidupan Abi naik turun dengan berbagai sifat kekanakannya. “Mas, nanti kalau aku sudah bisa urus Esta sendiri, kita pindah aja ke rumah papa, ya?” Hening. Fika yang baru keluar dari kamar mandi, lalu duduk di meja rias segera menoleh pada Abi. Suaminya itu duduk pada sofa tunggal yang berada di samping boks bayi dan tengah menatap putrinya yang sedang tertidur pulas. “Mas …” panggil Fika sekali lagi. Karena Abi tidak kunjung merespons, Fika lantas berdiri kembali untuk menghampiri Abi. Setelah berdiri di samping pria itu

  • Sang Pengacara   SP ~ 78

    “Di mana Gara?”Bening terhenyak ketika seseorang menepuk bahunya dan bertanya tentang Gara. Meskipun sudah hafal dengan suara tersebut, tetapi Bening tetap saja terkejut karena ia sedang serius membaca buku menu MPASI untuk putranya.“Babe!” Bening membuang napas cepat, lalu terkekeh sembari melihat Rasyid duduk perlahan di sebelahnya. “Baru datang?”Rasyid balas terkekeh dengan anggukan. “Ngapain sendirian di sini? Fika sama mamamu ada di dapur, tapi kamu malah duduk di teras samping sendirian.”“Dapur lebih aman kalau nggak ada saya.” Bening kembali terkekeh tanpa malu sama sekali. Ia tidak akan menutupi kekurangan, yang sampai saat ini masih saja melekat pada dirinya. Bening tidak terlalu pintar memasak dan ia juga tidak berencana untuk belajar memasak. Setidaknya, untuk saat ini.“Terus ke mana perginya anak-anak?” Rasyid menengok ke arah pintu teras dan ke sekitarnya, tetapi tidak melihat suara berisik dari mana pun. Saat menemui Dean bersama Awan di depan, mereka hanya mengatak

  • Sang Pengacara   SP ~ 77

    “Mbak Ning sudah datang.” Fika memberi tahu, ketika sudah memasuki kamarnya di kediaman Nugraha. Ia segera menghampiri Abi yang duduk bersandar pada sofa dan tengah menggendong putri mereka. Satu tangan Abi dengan kokoh menyangga Esta dan tangan yang lainnya sedang memegang botol susu. “Papaku sudah datang?” “Belum.” Fika duduk perlahan di samping Abi, lalu mengusap pelan pipi putrinya yang semakin gembul itu. “Barusan dibawain ASI lagi sama mbak Ning.” Kemudian, bibir Fika mengerucut dan menghela. Fika bukan tidak bisa meng-ASI-hi putrinya, tetapi ASI yang dikeluarkannya tidaklah terlalu banyak seperti Bening. Padahal, Fika sudah memakan semua makanan bergizi dan melakukan segala cara untuk memperlancar produksi ASInya. Namun, tetapi saja miliknya tidak bisa sebanyak milik Bening. “Sudah minum ASI boosternya?” tanya Abi mengingatkan ketika Fika menyinggung masalah ASI. Karena Aga telah mewanti-wanti Abi sebelumnya, maka ia sungguh berhati-hati ketika berbicara dengan Fika. Jangan s

  • Sang Pengacara   SP ~ 76

    “Sudah urus cuti buat lahiran Fika, Bi?” tanya Rasyid saat melihat Abi masuk ke ruang kerja yang berada di rumahnya. “Sudah.” Abi mendesah panjang, saat menghempaskan tubuhnya di sofa panjang. Kemudian, ia berbaring sembari menatap Rasyid dengan memeluk bantal sofa yang ada di perutnya. “Habis lahiran, Fika minta tinggal di rumahnya dulu biar ada yang bantuin.” “Nggak masalah.” Rasyid melepas kacamatanya, kemudian beranjak menghampiri Abi. Ia duduk pada sofa tunggal yang posisinya berada di sebelah kepala Abi. “Senin depan, sidang putusan papanya Bening digelar. Habis itu, papa mau istirahat.” “Ada isu banding?” Abi sedikit mengangkat kepala, agar bisa melihat sang papa. Setelah ini, Abi tidak akan membiarkan Rasyin kembali terjun menangani kasus apa pun. Abi ingin sang papa hanya menikmati masa tuanya dengan tenang, tanpa harus memikirkan banyak hal. “Isu banding itu pasti ada, tapi kita lihat nanti.” Rasyid bersandar pada sofa dengan helaan panjang. “Papa sempat telpon Bening, ta

  • Sang Pengacara   SP ~ 75

    “Nggak usah.” Fika menolak tegas, ketika Abi hendak mengabari Clara mengenai kondisinya. Karena tidak terjadi sesuatu yang serius, maka Fika memutuskan untuk tidak memberi informasi apa pun pada keluarganya. Cukup dirinya dan Abi yang mengetahui hal tersebut.“Kalau nanti ada apa-apa, mama sama papamu pasti nyalahin aku.” Memang tidak terjadi sesuatu yang meresahkan, tetapi tetap saja Abi merasa perlu mengabari kedua mertuanya.“Mas Abi pengen sampe aku kenapa-nap—”“Tarik napas, Mi.” Abi menghentikan langkah Fika di koridor rumah sakit. Istrinya itu kembali keras kepala. “Ingat kata dokter, kamu nggak boleh stres dan jadwal lahiran masih tiga minggu lagi.”Seketika itu juga, Fika menarik napas panjang dan mengikuti aba-aba dari sang suami. Fika melakukannya hingga berulang kali, sampai perasaannya menjadi tenang kembali.“Aku nggak boleh stres.” Fika bergumam sendiri untuk meyakinkan diri. Kemudian, ia kembali melanjutkan langkahnya dan masih terus menarik napas panjang lalu menghela

  • Sang Pengacara   SP ~ 74

    Sebagai anak bungsu yang kerap dimanja dan mendapat perhatian lebih, Fika akhirnya merasakan bagaimana rasanya tersisihkan. Semua perhatian seluruh keluarganya, saat ini berpusat pada Bening. Bahkan, Dean pun tidak jarang mampir untuk mengunjungi keponakan barunya sepulang kerja.Sementara Abi, semakin ke sini pria itu semakin disibukkan dengan banyak kasus dan jadwal sidang yang kian padat.Di titik seperti sekarang, Fika benar-benar merasa kesepian dan terlupakan. Seolah tidak ada lagi tempat bermanja, seperti dahulu kala.“Mi.” Abi berhenti di ambang pintu. Memanggil Fika yang sejak tadi duduk termenung di teras samping rumah. Tidak melihat ataupun mendengar respons dari Fika, Abi lantas kembali memanggil sembari menghampiri sang istri. “Mi,” tegur Abi sekali lagi sambil menyentuh pundak Fika, yang kemudian terhenyak.“Mas!” Fika reflek memegang dadanya, lalu mendongak menatap Abi. “Jangan ngagetin!”“Aku nggak ngagetin.” Abi lantas berlutut di hadapan Fika. Menyentuh perut sang is

  • Sang Pengacara   SP ~ 73

    “Segara Cakrawala.” Fika menatap bayi mungil yang sedang tertidur di samping Bening. “Jadi ingat pak Pras.” “Kenapa pak Pras? Bukan pak Raja?” tanya Aga yang baru saja keluar dari kamar mandi. “Padahal yang jadi gubernur itu pak Raja, tapi orang-orang selalu ingatnya sama Pras.” “Serius masih tanya masalah itu, Ga?” tanya Abi sambil terus menatap wajah mungil putra Aga, yang masih tidur dengan pulas. Melihatnya, Abi jadi tidak sabar ingin menimang bayinya sendiri. “Pras itu—” “Pak Pras itu ganteng,” celetuk Bening sembari bangkit dengan perlahan setelah melihat Aga. Suaminya itu memberi respons dengan menggeleng kepala, ketika mendengar Bening memuji Pras. “Tapi, ya, gitu! Kayak batu. Mending es batu bisa cair, lah dia?” “Serem!” timpal Fika dengan anggukan setuju. Namun, Fika masih tidak mendapatkan jawaban mengenai pertanyaannya barusan. Mengapa nama anak Bening dan Aga harus “Segara”? Aga menarik napas panjang lalu menghela. Ia berdiri di samping Fika, kemudian mengangkat Gara

  • Sang Pengacara   SP ~ 72

    “Tarik napas.” Bening menggeram, setelah mendengar Aga memberi perintah untuk yang kesekian kalinya. Pria itu berdiri tepat di sampingnya dan tidak lepas menggenggam erat tangan Bening sejak keduanya berada di ruang persalinan. “Sakiiit, Beeb. Jangan nyuruh-nyuruh aja bisanya.” Aga menatap sang dokter, yang sejak tadi tidak ingin berkomentar banyak. Karena dokter tersebut tahu benar, Bening akan membalas semua ucapan yang ada dengan kalimat yang lebih panjang lagi. Aga hendak membalas ucapan sang istri, tetapi kemudian ia berubah pikiran. Sepertinya diam lebih baik, daripada mendengar Bening terus mengoceh dan menghabiskan tenaganya. “Bu Dok, lagi ...” Bening kembali merasakan kontraksi, sehingga membuat tubuhnya merasakan sakit yang luar biasa. “Tunggu sebentar.” Dokter wanita itu mengangguk, dan bersiap memberi aba-aba untuk Bening. “Tunggu gim—” “Tarik napas, Bu.” Dengan terpaksa, dokter tersebut memotong ucapan istri Aga. “Dorooong …” Bening kembali menuruti instruksi sang

DMCA.com Protection Status