"Aku memilihmu karena kau memiliki dua kecantikan." Telunjuknya mengarah tepat di depan dada kananku. "Kau cantik. Pun dengan hatimu."Kalimat Bang Amar berhasil membuatku tersipu. Hening. Kami terdiam beberapa saat. Aku menundukkan kepala. Sedangkan Bang Amar, laki-laki itu tengah menatapku lekat, seakan tak ingin melewatkan sedetik pun pandangannya dariku. "Sayang." Panggilan yang kini semakin sering kudengar. Aku mendongakkan kepala, menatap wajah lelaki tampan dengan kopiah hitam yang masih bertengger di kepalanya. "Bolehkan aku memelukmu." Wajahku terasa menghangat dengan bibir tersenyum malu. "Abang tak harus meminta izin padaku. Bukankah selagi sanggup, aku tak memiliki hak untuk menolak," ucapku pelan dengan menatap lembut mata Bang Amar. Begitulah yang kutahu. Sesuai dengan isi khutbah nikah yang sempat dibacakan Pak Penghulu siang tadi. "Aku hanya ingin kau merasa dimulyakan saat bersamaku. Jika kau merasa tak nyaman, katakan saja. Aku akan berusaha memahami dan memper
Read more