Beranda / Romansa / Karma(penyesalan) / Bab 111 - Bab 120

Semua Bab Karma(penyesalan): Bab 111 - Bab 120

182 Bab

Hamil Anak Kedua

"Nyonya, sekarang dimana?aku ingin bertemu. Ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu." Parman ingin memberitahukan tentang kehamilan Amira. Dhani yang belum sempat memberitahukan hal ini pada Amira, meminta Parman untuk menyampaikannya. "Aku sedang tak ingin diganggu Parman. Kalau memang kau ada perlu, bicara sekarang saja." Titah Amira tegas. Ia tak mau lagi harus bertemu dengan orang-orang di masa lalunya. Parman bimbang, antara harus mengatakan kebenaran atau tidak. Setelah dipikir berulang. Akhirnya ia putuskan untuk menyampaikan sebuah berita, yang pastinya sangat mengejutkan bagi Amira. "Dokter Dhani memberiku sebuah pesan, ia mengatakan kalau menurut hasil tes darah kemarin, nyonya dikabarkan positif hamil." Ekspressi muka Amira seketika berubah menjadi muram. Ia tak suka mendengar kabar tentang kehamilannya. Tak seperti seorang wanita kebanyakan, yang menginginkan seorang buah hati. Justru sebaliknya. ia menginginkan anak yang dalam kandungannya kini, bisa kel
Baca selengkapnya

Hamil Anak Kedua part 2

Sebagai manusia biasa, ia mempunyai batas kesabaran. Yang semakin ia pendam semakin ia merasakan ketidak sanggupannya, untuk menahan semuanya.***HERMAN POV Kali ini, aku menyerah untuk mengejarmu. Semakin aku mencarimu, semakin kau menghilang. Aku tahu sebesar apa kesalahanku padamu. Kau memang berhak untuk tidak memaafkanku. "Lantas sekarang, untuk siapa lagi aku hidup? untuk alasan apa lagi aku bersemangat menjalani kehidupanku?" Sudah tak ada lagi kah celah dihatimu untuk memaafkanku? Apa kesempatanku untuk memperbaiki segalanya sudah tertutup? Aku memang manusia yang kotor. Penuh dosa, penuh kesalahan. Egoku yang tak bisa ku kalahkan. Dan menyebabkan semua kerusakan ini terjadi. Kumohon jangan siksa aku dengan kepergianmu. Aku bisa mati andai kau benar tak bisa lagi kembali padaku. Apa tak ada sedikitpun rasa berat dihatimu saat kau melangkahkan kakimu tanpaku bersamamu? Ijinkan aku merubah segalanya. Kan kutinggalkan semua yang membuatmu resah. Karen
Baca selengkapnya

Adinda Hamil Anak Orang

Surat panggilan sidang pertama sudah ia terima. Tinggal beberapa hari lagi ia akan melaksanakan sidang perdana perceraiannya. Herman yang semakin terlihat tak karuan, dari hari ke hari. Bahkan ia jarang sekali terlihat tersenyum. Dunia ini sudah terasa asam baginya. Tak ada alasan lagi untuk ia tersenyum. Malam ini, Herman akan pulang ke rumah Adinda. Ia butuh seseorang untuknya memberi kekuatan, mengahadapi perceraiannya nanti. Setelah selesai dari pekerjaannya, Herman langsung menjalankan mobilnya, menuju rumah Adinda. Sepanjang perjalanannya, ia terus memikirkan Amira dan Vino. Biasanya, sepulangnya ia dari kantor, ia akan mendapat pesan dari Amira ,untuk memesan makanan kesukaannya, rendang padang. Atau paling tidak, hanya sekedar ucapan mesra, yang menyuruh Herman untuk cepat pulang. Namun kali ini, ponselnya sepi. Sudah beberapa bulan semenjak perpisahannya, Herman lebih mirip dengan sebuah patung. Ia hanya akan terdiam. Dan berbicara saat ada hal yang penti
Baca selengkapnya

Mencari Amira

Bukannya menolong, Ia malah semakin menjadi. Kemarahannya semakin memuncak, saat Parman dengan lantangnya menentang dirinya untuk tidak menolong Adinda. "Terserah kau saja, aku sudah muak dengan semua ini!!" Herman malah pergi begitu saja. Meninggalkan Parman yang sudah siap pergi ke Rumah sakit. Darah yabg terus mengalir dari rahim Adinda, akibat lemparan hebat yang Herman lakukan, menyebabkan Amira kehilangan banyak darah. Bagi Parman, saat ini, bukanlah antara musuh dan kawan, tetapi tentang nyawa dua orang manusia. Nyawa Adinda yang terancam an nyawa seorang calon anak manusia didalam rahim Adinda. Dengan segera, Parman membawa Amira ke Rumah Sakit terdekat. Dia segera menelepon taksi. Dan dengan segera taksi pun datang membawanya dan Adinda. Dia panik tak karuan. Pasalnya, dia hanya sendirian membawa Adinda. Supir didepan, melirik Parman sesekali. Ia ikut panik melihat Adinda yang berlumuran banyak darah. "Istrinya kenapa pak?" Tanya supir itu penasaran. Par
Baca selengkapnya

Merindu Amira

Andi merasa heran dengan tuannya itu. Ia bahkan akan segera bercerai, tapi masih selalu mencari tahu segala hal tentang Amira. "Akan saya cari tahu secepatnya tuan." Jawabnya singkat. Ia hanya ingin agar tuannya tidak membebaninya dengan hal konyol. Jadi ia iyakan saja perintahnya ,yang menurut Andi aneh. "Tuan ,hari ini ada perayaan yang harus tuan datangi. Ulang tahun perusahaan Antan grup Tuan. Apa tuan akan datang?" Tanya Andi. Jadwal Herman hari ini adalah mengahadiri acara ulang perusahaan Antana grup. Ia hampir lupa, karena masalah yang tengah ia hadapi saat ini. "Tentu saja, aku akan datang. Sebentar lagi, aku akan sampai." Jawab Herman, sambil menutup panggilannya. "Hanya butuh waktu sebentar saja, kini Herman sudah sampai di kantornya. Ia hanya menjemput Andi Dan langsung berangkat menuju pertemuan dengan Antana Grup. Selama didalam perjalanan, Herman erlihat sangat gelisah. Ia tak bisa duduk dengan tenang. Pikirannya sangat kalut hari ini. Andi yang
Baca selengkapnya

Menemukan Amira

Atika yang berjalan cepat, tak mengetahui kalau Herman tengah mengikutinya. Sedangkan Herman, ia terus mengikuti arah Atika ,yang berjalan semakin cepat. "Atika ,kaukah itu....Atika..tunggu!!" Herman terus berteriak. Mengejar Atika yang semakin menjauh.Tiba-tiba langkahnya terhenti. Ia mengintip dibalik dinding. Melihat Atika yang sedang berbicara dengan seorang wanita. Berpenampilan sederhana. Namun berwibawa. Wajahnya kini nampak semakin cantik. Dengan omperutnya yang membuncit. Ia masih tampak elegan. Senyum menghiasai wajahnya, membuat hati Herman seperti layaknya taman yang tandus. Disirami ari hujan. sejuk dan membuat subur kembali. Dahaganya, kini terasa disiram kesejukan embun. Hilang semua rasa rindu yang menggelayut berat di pundaknya. Ia kini tengah melihat sosok Amira. Istrinya yang hampir membuatnya gila. Istrinya yang pergi darinya hampir satu tahun itu. Ingin rasanya ia memeluknya sekarang juga. Namun akal sehatnya masih berfungsi. Ia hanya mengawasi Amira dari
Baca selengkapnya

Maaf dari Adinda

Aku mau bertemu dengan Amira. Aku ingin meminta maaf padanya." Terbaca ketulusan Adinda dikertas itu. Parman memicingkan matanya. Ia akhirnya paham, apa yang dikatakan Adinda. "Baiklah, akan kupertemukan kau dengannya." Ucap Parman sambil mengeluarkan ponselnya. Dia mencoba menghubungi Amira. "Ada apa Parman?" Suara Amira dibalik teleponnya. Parman seketika merasa ragu, tetapi ini keinginan Adinda. Ia takut, kalau ini akan menjadi permintaan terakhirnya. Melihat kondisi Adinda yang sangat kritis. "Sebelumnya, aku minta maaf nyonya, tapi ini benar adanya. Ada yang ingin bertemu dengan anda, sekarang juga." Jawabnya pelan. Amira merasa heran. Ia mengira ,itu adalah Herman. Dengan cepat, ia menolak permintaan dari Adinda. Ia tak mau lagi berurusan dengan Adinda. "Jangan pernah kau berniat untuk mempertemukan kita lagi!! Karena itu hanyalah percuma!!! Bentak Amira ,tanpa mengetahui terlebih dulu, siapa yang ingin bertemu dengannya. "Maaf nyonya, saya tak bermaksud apapun. Aku hany
Baca selengkapnya

Bertemu dengan Selingkuhannya Herman

"Nyonya, memangnya siapa sih yang sakit?" Tanya Atika penasaran. Pasalanya, Amira tak memintanya dari awal, kalau ia akan menemui temannya yang sakit. Semuanya terkesan mendadak. "Hmm...sebenarnya, yang akan kita jenguk saat ini adalah seorang perempuan, yang dulu berselingkuh dengan Herman. Katanya, dia ingin bertemu denganku. Dia sakit, dan sedang dirawat disini." Amira memberikan penjelasan panjang lebar. Namun wajahnya terlihat sangat santai. Walau dalam hatinya, tetap saja, ada perasaan gugup yang menghinggapinya. Yang ia takutkan adalah, usahanya untuk melupakan semua kesakitan dimasa silam, akan terusik kembali. Ia takut akan teringat semua perasaan yang membuatnya terjatuh setahun yang lalu. "Hahhh...anda serius nyonya? anda mau bertemu dengan wanita yang sudah merusak rumah tangga anda? sudahlah nyonya...lebih baik kita pulang saja. " Balas Atika. Ia khawatir akan kesehatan Amira. Berhubung, saat ini Amira sedang hamil tua. Amira hanya tersenyum menimpali
Baca selengkapnya

Kejamnya Kalian

Parman mengangguk pelan. Ia mengiyakan apa yang Amira lihat. Parman mulai mendekati Amira. Dengan rasa yang sangat berat, ia katakan. Kalau wanita yang selama ini menjadi selingkuhan Herman, tak lain adalah Adinda. Atau Ania, yang Amira kenal. Adinda menatap sayu. Matanya memerah, cairan bening itu, keluar dari ujung matanya. Rasa bersalah yang teramat dalam, kini tengah ia rasakan. Tangannya melambai, memanggil Amira untuk mendekat. Dada Amira terasa sangat sesak. Seperti ada tali yang terikat kuat di kerongkongannya. Ia merasakan berat, sangat berat didadanya. Bahkan untuk bernafas saja, ia merasa sangat kesulitan. Dia mencoba mengatur nafasnya. Langkahnya tak bisa maju. Ia seperti sebuah patung. Yang terdiam tak bergerak. Inikah kenyataannya? inikah yang harus ia hadapi saat ini? Amira bergetar. Ia tak bisa memaksakan dirinya, untuk mendekati Adinda saat ini. Sedangkan Adinda, yang saat ini, tubuh dan wajahnya dipenuhi dengan kabel dan selang infus, terus melambaikan ta
Baca selengkapnya

Mengingat Masa Lalu

Airmata Adinda yang terus mengalir, membuat matanya menjadi bengkak. Namun belum bisa meluluhkan hati Herman. Terlalu banyak rasa sakit yang telah Adinda torehkan dihatinya. Melihat keadaan Adinda yang hampir sekarat pun, tak membuat Amira memaafkannya dengan mudah. Gara-gara Adinda dan Herman, nasib anaknya kini menjadi seorang broken home. Yang semua orang tahu, bagaimana biasanya anak yang mengalami broken home. Akibat perceraian kedua orangtuanya, Vino dan calon anak keduanya yang akan menjadi korban. "Kau bisa meminta maaf sekarang, saat ajal hampir menjemputmu. Apa kau tak punya niat untuk itu sebelumnya?" Tanya Amira dengan ketus. Entah mengapa, hatinya yang lembut, dan mudah memaafkan. Kini berubah menjadi sekeras batu. Baginya, jika kebaikan seseorang selalu dipermainkan. Maka tak ada lagi alasan untuk menjadi seorang yang baik. Adinda terus menangis. Mulutnya seakan ingin berbicara, berteriak meminta maaf padanya. Hanya saja, lidahnya yang kaku. Membuatnya tak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
19
DMCA.com Protection Status