Anak yang sangat pandai. Ialah yang selama ini menjadi alasan untuk Amira tetap bertahan dalam keterpurukannya. Mata bulat Vino, yang mempeihatkan betapa miripnya Vino dengan ayahnya. Membuat rindu Amira semakin kuat akan Herman. Namun, ia semakin kuat ingin menghapus Herman dari semua bayangan di pikirannya itu. Kekuatan itu selalu muncul, kala ia mengingat segala penghianatan yang Herman lakukan. "Mengapa aku tiba tiba merindukannya? Apa sebenarnya aku memang belum bisa melupakannya?" Amira bertanya pada dirinya sendiri. Memang sejauh ini, ia berhasil menghapuskan Herman dari ingatannya. Tetapi itu hanya sementara. Buktinya, saat ini ia sangat merindukan sosok yang pernah hadir didalam hidupnya dulu. Senyuman Herman tetiba datang membayangi pikirannya. Seperti jaelangkung, ia datang tanpa diundang. Dan pergi begitu saja, tanpa ia minta. Setelah merasa puas bermain main dengan Vino, Amira kembali menuju kamarnya. Ia ingin sejenak memanjakan tubuhnya. Direbahkann
Tubuh yang lelah, mata yang tak bisa lagi terbuka lebar. Memaksanya untuk tidur. Sehingga akhirnya, ia tertidur kembali didalam lelahnya.*** Herman tersenyum sendiri. Ia sangat berbahagia hari ini. Usahanya untuk bertemu kembali dengan Amira, kini sebentar lagi akan terwujud. Ia telah mengantongi nomor ponsel dan alamat lengkap Amira. Jika mau, sekarang juga ia bisa menemuinya. Tapi tak semudah itu. Ia harus sedikit bersabar, agar Amira tak pergi lagi dari sisinya. Sudah ia siapkan segala kejutan yang akan ia persembahkan saat pertemuannya dengan Amira nanti. Tinggal menghitung hari saja, ia akan kembali menatap wajah istrinya itu. Sementara, Herman sama sekali tak peduli dengan Keadaan Adinda. Setelah kejadian kemarin, ia pergi begitu saja. Mencuci tangan atas segala perbuatannya. Sedangkan Parman yang masih setia menunggui Adinda, kini ditemani kekasih dari Adinda. Gawatnya, lelaki yang menjadi kekasih dari Adinda, sudah melaporkan Herman ke pihak polisi. Dan saat ini, H
Waktu yang ditunggu tunggu akhirnya datang juga. Acara syukuran yang sudah direncanakan dengan sangat matang, kini akan segera dilaksanakan. Herman yang sudah menunggu hari spesial ini, sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan Amira. Dia siapkan penampilan yang paling terbaik, yang belum pernah ia gunakan sebelumnya. Cincin dan segala kado yang sudah ia siapkan untuk Amira, sudah siap diberikan pada Amira. Herman melihat dirinya dikaca, dia harus terlihat sempurna dimata Amira. Dengan menampilkan senyumnya yang paling manis. Ia kini sudah siap melangkah menuju kantornya. Andi yang sudah menunggunya daritadi, ternganga melihat penampilan Herman yang tak seperti biasanya. Ia terlihat jauh lebih tampan, dan rapi. Setelah kepergian Amira, Herman tidak mempedulikan lagi penampilannya. Bahkan ia terkesan tidak mementingkan lagi penampilan, dan keadaan tubuhnya. Yang dulu ia terlihat sangat atletis, tubuh yang sixpack, semua mata yang memandang, pasti akan terpesona melihatny
Rasa kagum, yang bercampur dengan perasaan cinta, semakin kuat ia rasakan. Tangannya sudah tak sabar untuk memeluk tubuh Amira, yang dulu tiap malam ia peluk. Bayangan rasa hangat tubuh Amira, kembali menyengat ditubuh Herman. Ia mulai meindukan kehangatan yang dulu selalu ia dapatkan dari Amira. Rasanya, perasaan itu kembali menggelora dihatinya. Ia tak bosan terus menatap Amira dari kejauhan. terlihat senyumnya tersungging manis dipipinya. Sungguh Amira menggodanya saat ini.*** Parman dan Edwin tengah mempersiapkan segala hal untuk penangkapan Herman. Beberapa anggota polisi, dan seperangkat persiapannya, sudah siap pula. Hanya tinggal mrnunggu komando saja, mereka siap meluncur, menuju tempat Herman. "Segala sudah siap, apa anda sudah siap juga pak?" Tanya salah satu polisi pada Parman, yang masih sibuk dengan ponselnya. Ia barusaja selesai menghubungi Andi. Untuk menanyakan keberadaan Herman. "Mari pak, target juga sudah da ditempat." Jawab Parman mantap. Setelah ia menghu
Ada apa polisi datang kemari? mungkin mereka salah alamat. Aku tak ada urusan dengan polisi!!!" Tegasnya sendiri, sambil berjalan melangkah, menuju halaman luar. Ia ingin memastikan, apa sebenarnya yang terjadi di acaranya. Herman menolehkan terlebih dulu wajahnya, dilihatnya Amira. Kemudian senyum dengan percaya dirinya. Walaupun Amira tidak menghiraukannya, namun Herman sangat yakin, kalau Amira masih mencintainya. Segera Herman keluar, dia temui polisi yang sudah berdiri, dengan segala kelengkapannya. Namun yang membuat Herman bertambah heran, ada Parman dan Lelaki kekasih Adinda. Herman langsung teringat, dengan apa yang dia lakukan tempo hari terhadap Adinda dan Edwin. Dia majukan beberapa langkah kakinya, menemui tamu yang tam di undang itu. "Maaf pak, ada perlu apa? acara belum dimulai. Kalau bapak-bapak memang ada perlu, kita selesaikan saja sekarang!" Ajak Herman pada mereka, sambil mengajak mereka untuk masuk ke ruangan khusus. Para polisi, Parman dan Edwin, meng
"Lepaskan aku, berani beraninya kau Hermaaan...!!" Amira mencoba berontak dari genggaman Herman. Ia merasa takut, kalau Herman akan lebih jauh melakukan sesuatu. Namun Herman tak menanggapinya. Ia masih saha memeluk tubuh Amira. Yang selama ini ia rindukan. Amira yang tak berkutik, akhirnya pasrah dengan keadaan. Ia hanya bisa menenggelamkan tubuhnya dalam pelukan Herman. Terdengar isakan tangisan Herman. Terasa sangat tulus. Tangisan yang belum oernah ia dengar sebelumnya. Tiba tiba tangan Herman mengusap lembut rambut Amira. "Aku mohon maafkan semua kesalahanku, izinkan aku untuk menebus semua kesalahanku. Jangan pernah tinggalkan aku lagi. Aku tak tahu, apa kita akan bisa bertemu lagi setelah ini atau tidak." Airmata Herman menetes perlahan, membasahi tangan Amira. Amira yang melihat cairan bening itu, kemudian perlahan menatap kearah wajah Herman. Terlihat Herman yang memejamkan matanya, menikmati pelukan dengan Amira. Entah mengapa, Amira kini membalas pelukan Herm
Dengan tergesa, Amira berjalan meninggalkan acara yang membuatnya malu setengah mati. Ja tak menyangka, akan mengalami kejadian buruk seperti tadi. Dengan segera, ia membereskan semua barang barang miliknya, yang tadi ia bawa ke tempat itu. "Amira...tunggu aku, Herman dengan tergesa pula mengejar Amira. Tak ada sedikitpun maksud dari Herman untuk kabur dari para polisi itu. Melihat Amira yang tiba-tiba pergi, membuat Herman panik, dan ikut berlari untuk mengejarnya. Sedangkan tidak dengan para polisi yang menyaksikan. Mereka mengira, kalau Herman akan melarikan diri dari mereka. Sehingga dengan cepat, mereka mengejar Herman. "Heii..berhenti Herman! kami bilang berhenti!!" sambung para polisi, yang kini saling berlarian. Dan berhasil membuat suasana menjadi gaduh. Para tamu yang hadir ikut menjerit karena panik. Mereka tak tahu, ada polisi yang diam disana, menyaksikan acara yang diadakan Herman. Meliht Herman yang terus berlari, dengan terpaksa, mereka melayangkan satu temba
Terlihat polisi itu mengerutkan keningnya. Ia nampak berfikir keras. Mungkin harus Amira dan Herman harus dipertemukan terlebih dulu, agar Herman cepat sadar, dan penyelidikan segera dilakukan. "Apa anda mengenal istri dari Herman? kalau memang anda mengenalnya, bawa saja dia kemari. Agar semua berjalan dengan cepat. Kami tak bisa menunggu terlalu lama." Ucap polisi itu. Justru itulah tujuan dari Parman. Tanpa disengaja, ternyata mereka mempunyai niat dan tujuan yang sama. "Saya tahu pak, biar nanti saya bawa kemari istrinya." Ucap Parman. Dengan segera, ia hubungi Amira. Ia beritahukan keberadaan Herman sekarang. Seperti pucuk dicinta ulam pun tiba, saat Amira mulai putus asa mencari keberadaan Herman, kini dengan sendirinya Parman memberitahukan keberadaan Herman. "Maaf nyonya, aku Parman, apa anda bersedia menjenguk tuan Herman, saat ini dia sedang pingsan dan belum sadarkan diri. Daritadi, hanya nama anda yang ia sebut." Ucap Parman. Amira merasa terharu dengan penjelasa