Sejenak tukang ojek itu terdiam. Ia merasa ragu, namun Amira terus memaksanya, sampai akhirnya ia tak punya pilihan lain. "Baiklah nyonya, tapi aku sarankan, jika nanti nyonya merasakan nyeri atau apapun itu, tolong beritahu saya." Ucap tukang ojek itu, sambil menyalakan motornya. Amira yang sudah tidak sabar, langsung menggunakan helmnya, dan menaiki motor itu. Segera tukang ojek menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Ia tahu resiko yang akan dia alami, jika ia harus menambah kecepatan jalannya. "Dipercepat lagi bang, aku harus segera menemui orang yang sedang kritis." Ucap Amira, yang sedikit berteriak, karena suaranya terdengar pelan, oleh angin jalanan. "Ini sudah saya percepat nyonya, lagipula, kondisi anda tak memungkinkan, jika aku harus lebih menambah kecepatan motorku." Jawab tukang ojek, yang terus bersikukuh dengan kecepatan motornya. Amira berdecak kesal. Ia sengaja memakai motor, untuk menhindari kemacetan, agar bisa dengan segera menemui Herman, namun tu
"Setelah semua yang Herman lakukan padanya, ia tetap berkorban untuk Herman. Perempuan yang paling setia, yang pernah aku kenal." Parman bergumam dalam hatinya. Amira tak oeduli seberapa sering Herman memperlakukannya dengan buruk, tetapi ia tetap berbuat yang terbaik untuk Herman. Parman yang terus menyaksikan kepergian Amira, sampai Amira dan tukang ojek itu benar benar lenyap dari pandangannya. *** "Apa kita masih lama pak ke alamat itu?" tanya Amira yang mulai lelah dengan posisi duduknya. Dia sudah menghabiskan dua jam untuk menempuh perjalanan itu, namun tanda tanda tempat itu akan sampai masih belum terlihat. Perutnya sudah mulai terasa kram. Sangat sakit ia rasakan. "Apa nyonya merasa sakit? perjalanan masih jauh. Kita barusaja sampai setengah perjalanan." Jawab tukang ojek itu. Amira yang sudah mulai tak fokus, karena merasa lelah dan kesakitan dibagian perutnya. "Apa kita bisa berhenti sejenak? aku sudah tak kuat. Perutku sakit sekali." Ajak Amira, yang ber
Wisma terus memacu kendaraannya dengan kecepatan penuh. Ia takut kalau Amira akan melahirkan diperjalanan. Melihat kondisinya, Amira memang akan melahirkan sebelum waktu yang ditentukan. Menurut perasaannya, Ia merasakan kontraksi karena stress, dan terlalu kecapaian. Mengingat kali ini saja, Amira masih memaksakan dirinya untuk menaiki motor, yang seharusnya itu tak ia lakukan. "Kau memang keras kepala Amira!!" Gerutu Wisma sambil terus melihat kearah Amira. Yang kini semakin memperlihatkan ekspresi kesakitannya. Amira tak membalas lagi protesan Wisma. Jangankan untuk membalasnya, membuka mata saja ,mungkin ia sudah tak sanggup. "Bersabarlah sebentar Amira, semua akan baik baik saja." Pintah Wisma pada Amira. Ia mencoba menenangkan Amira. Berharap Amira sedikit rileks. Sehingga tak mempengaruhi keadaan jiwanya. Lama sudah mereka berada diperjalanan. Akhirnya mereka sampai di klinik milik Wisma. Wisma dengan siaganya, langsung mengangkat tubuh Amira kedalam kliniknya. "Pera
Adinda, ya..wanita yang masuk ke ruangan Herman kali ini adalah Adinda. Ia sudah sembuh dari sakitnya. Kini ia berjalan perlahan, mendekati Herman yang terduduk lemah diatas ranjang pesakitannya. Matanya nanar menatap Herman. Tersirat rasa bersalah didalam mata Adinda. Adinda yang statusnya kini masih sebagai istri sah Herman. Kini datang menemuinya. Entah untuk apalagi, yang jelas perasaan Adinda masih sangat dalam untuk Herman. Walaupun Herman telah memperlakukannya dengan buruk. Edwin memang kekasihnya, ia memang pemuas kebutuhan sex nya. Karena Herman yang sudah kurang bergairah, semenjak kepergian Amira dari hidupnya, Amira mencari lelaki pemuas kebutuhan birahinya. Tapi hatinya hanya untuk Herman. Sungguh hanya untuknya. Tak ada yang lain sampai saat ini. Herman yang sudah sangat muak dengan Adinda. Mencoba membuang mukanya. Ia tak mau lagi menatap sosok didepannya. Terbayangkan olehnya, bagaimana ketika ia melakukan hubungan terlarang itu, dan dengan mata kepalanya sen
"Amira sudah tahu tentang hubungan kita mas, jadi tak adalagi yang perlu ditutup tutupi. Kita bisa bebas menjalankan pernikahan kita." Ajak Adinda setengah memaksa. "Aku akan mencabut laporanku tentang penganiayaan itu, asal kau tak menceraikanku." Adinda mencoba memberikan tawaran pada Herman. Ia berharap, Herman akan menerima tawaran itu. "Aku tak perlu bantuanmu. Aku bisa bebas dengan usahaku sendiri." Jawab Herman dengan sombongnya. "Adinda tersenyum sinis. Ia meremehkan kekuatan Herman kali ini. Ia yakin, kalau akhirnya Herman akan menerimanya kembali. Karena ia sudah menyusun rencana, agar bisa membuat Herman kembali padanya. Akal busuk Adinda memang tak pernah ada habisnya. Ia selalu mempunyai cara untuk merebut Herman dari Amira. Adinda yang mengetahui kalau Amira akan menemui Herman, ia sengaja langsung datang ke tempat Herman terlebih dahulu, agar nanti jika Amira sampai, ia akan melihat Herman tengah bersama Adinda. Dan niat untuk bercerai dengan Herman menja
"Amira, apa kabarmu..aku dengar kau sudah melahirkan yah? selamat untuk kelahiran anak keduamu ya...Oiya Amira, kamu kan sebentar lagi mau bercerai dari Herman kan? berhubung kau sudah tahu siapa selingkuhan suamimu, kalau begitu, aku minta izin untuk memilikinya seutuhnya ya? Begitulah isi pesan dari Adinda untuk Amira. Memang dia wanita yang tidak punya rasa malu. Dan tepatnya lagi, tak punya hati. Ketika kemarin ia tertidur lemah, saat ajal hampir menjemputnya, Ia memohon maaf pada Amira, merasa khilaf telah melakukan kesalahan, merebut suami orang. Namun kini, saat ia sehat kembali. Ia ambil jurus seribu langkah untuk memanfaatkan keadaan. Dimana saat hubungan Amira dan Herman sedang tidak baik, justru ia dengan sengaja menjadi hama didalam hubungan mereka. Adinda tersenyum puas ketika pesannya sudah terkirim. Walaupun belum dibaca oleh sang pemilik, tetapi setidaknya, nanti Amira akan membacanya. Terlepas akan dibalas atau tidak, itu terserah. Yang terpenting baginya ada
Kalau saja ia tak malu, mungkin sekarang ia sudah berjingkrak karena kebahagiaannya. "Boleh aku melihat baby girl yang imut itu gak? tanya Atika pada Wisma. Wisma menganggukan kepalanya. Pertanda menyetuji keinginan Atika. Dengan segera, ia berlari menuju ruangan bayi. Dilihatnya anak majikannya itu, yang nampak menggeliat lucu. Wajahnya mirip sekali dengan ayahnya. Mungkin saja, agar ayahnya tahu, kalau dia adalah anak Herman. Dipandangnya dengan lekat wajah imut bayi itu. Kemudian ia mengambil fotonya, dan menguploadnya di snap wa nya. Parman yang saat ini sedang memainkan ponselnya, tak sengaja melihat snap dari Atika. Dan langsung membelalakkan matanya. Ia yakin kalau foto bayi itu adalah anak dari Amira. Seketika, ia langsung berdiri, dan menuju ruangan Herman. Ia akan memberitahukan, kalau anaknya sudah lahir. Siapa tahu dengan begitu, Herman akan cepat pulih, dan penyelidikan kasus penganiayaan kemarin akan segera diproses. Ia sudah lelah harus menunggui Herman, dan meng
"Hai kau, apa apaan kau Adinda?!!" Herman berteriak dengan emosi. Melihat Adinda yang dengan garangnya menyobek kerah baju Herman. Kemudian ia lanjutkan kembali menyobek bajunya sendiri, dibagian dada dan tangannya. Ia kemudian berteriak minta tolong sekuat tenaga. Dan berusaha memanggil dokter dan suster. "Tolooong, tolooong aku..!!" Ia terus berteriak. Meronta ronta sendiri. Herman tak tahu apa yang sedang Adinda lakukan. Dengan terpaksa, ia memaksakan dirinya untuk berdiri, dengan menumpu pada satu kaki, ia berdiri, dan mencoba menutup mulut Adinda. Namun sayang, ia kalah cepat dengan dokter dan polisi yang terlanjur sudah masuk kedalam ruangan. Sehingga mereka melihat seolah Herman sedang membekap mulut Adinda. Dan dengan keadaan baju Adinda yang sudah koyak bagian depan dan tangannya. Serta kerah baju Herman yang ikut sobek pula. "Haii...hentikan!! apa yang kau lakukan Herman!!" Bentak salah satu polisi yang melihat kejadian itu. Serentak ia langsung melepaskan bekap