Home / Romansa / Karma(penyesalan) / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Karma(penyesalan): Chapter 1 - Chapter 10

182 Chapters

Pandai Berbohong

BAb 1     "Bagaimana, kamu suka sayang"?? Suara parau Herman membuat Amira menghela nafas gemetar. Perlahan, Amira membuka matanya, dia melihat takjub dirinya dicermin. "Waaahh, bukan suka lagi sayang, bahkan aku suka sekali.  Terimakasih sayang." Amira membalikkan badannya dan memeluk Herman dengan erat. Dia merasa sangat bahagia, karena sepagi ini Herman sudah memberinya sebuah kejutan manis.Sepulang dari dinas luar kota, Herman membelikan set perhiasan emas dengan permata warna warni yang mengkilat. Herman sengaja memakaikan kalung pada leher Amira. Dia ingin istrinya bahagia dengan kejutannya.      Begitulah sikap Herman. Dia sangat romantis dan penyayang. Setiap pulang dari Dinas luarkota nya, dia tak pernah lupa membawa buah tangan untuk istri tercintanya. Dan hari ini, dia membawakan set perhiasan lengkap. Kalung dengan liontin berinisial A yang tak lain adalah Amira, ditambah manik-manik permata yang membuat
Read more

Terasa Berbeda

BAB 2Tak perlu menunggu lama, pak Parman pun sampai. Herman segera menaiki mobilnya dan langsung melaju cepat. Dalam hatinya, pak Parman merasa bingung sendiri dengan sikap Herman yang tega menduakan Amira yang lugu dan baik."Bukankah tadi dia bilang mau menginap? kenapa sekarang minta dijemput? sangat membingungkan!" gerutunya dalam hati. Tak selang lama, mobilnya sampai didepan rumah Herman. Herman segera mencari keberadaan istrinya. Terlihat Amira sudah tertidur dengan tubuh ditutupi selimut. Terbersit perasaan bersalah dalam hatinya, saat menyaksikan pemandangan didepannya. Amira terlihat sembab dan wajahnya pucat pasi. Matanya terlihat seperti orang yang sudah menangis.Herman tidur disebelah Amira dan memeluk dari belakang tubuh istrinya itu. Sebenarnya, Amira mengetahui kedatangan Herman. Ia sengaja berpura-pura tidur, untuk menghindari pertanyaan yang akan ia dapatkan, kalau Herman melihatnya sudah menangis.   "Selamat pagi sayang!!"
Read more

Firasat

"Berbaringlah!" dr Wisma mempersilahkan Amira berbaring untuk memulai pemeriksaan. Ditempelkannya stetoskop ke perut Amira."Herman tak ikut lagi?" Dr Wisma memulai percakapannya. "Suamiku sedang sibuk, tadi dia mengantarkanku, tetapi ada ada hal mendadak yang harus ia selesaikan, jadi dia pulang lebih dulu," jawab Amira lemah, membela suaminya.     "Sampai kapan kau membohongi diri sendiri Amira?!" batin Wisma kesal.Dr Wisma bukan sekedar Dr langganan Amira. Tetapi, dia juga sahabat Amira saat kuliah dulu. Dia pernah menyimpan perasaan pada Amira, namun Amira lebih memilih Herman dibanding dirinya. Itulah alasan, kenapa sampai saat ini dia belum mau menikah. Dalam hatinya, ia berjanji takan menikah terlebih dahulu sebelum menemukan perempuan yang lebih dari Amira.     Sudah ke sekian kali Amira memeriksakan kandungannya, tapi dia tak pernah bertemu langsung dengan Herman. Wisma hanya tahu namanya saja, tanpa
Read more

Kebimbangan

"Masih lama kah urutanmu?!" tanya Herman pada Adinda, sambil terus menatap jam ditangannya. Ia terlihat sangat gelisah. Adinda hanya melirik dan tak menjawab pertanyaan Herman. Diperlihatkannya nomor antrian yang dia pegang. tertulis angka 9, berarti dua orang lagi giliran Adinda masuk ruangan pemeriksaan.Tak selang berapa lama keluarlah wanita hamil urutan 7yang tak lain Marta, kenalan baru Amira.  Herman tak hentinya melihat jam ditangannya, sudah satu jam lebih dia disana. Pikirannya melayang tak tentu arah. Duduknya mulai tak nyaman, sesekali dia menggeser tubuhnya kekiri, kemudian ke kanan, berdiri dan duduk lagi.Herman benar-benar sudah tidak betah berada di tempat itu. Ia ingin segera pulang dan meminta maaf pada Amira, karena telah meninggalkannya begitu saja.   "Kalau memang tak bisa menemaniku, pergilah. Kau terlihat sangat buruk sekarang!" cetus Adinda membuka percakapan mereka.Herman memandang ke arah Ad
Read more

Dilema Herman

Akhirnya mereka sampai di apartemen pribadi Herman. Herman langsung keluar dari mobilnya dan beranjak masuk ke apartemen. Ruangan pertama yang ia tuju adalah kamarnya. Ia langsung merebahkan tubuhnya, mencoba memejamkan mata menetralisirkan pikiran kacaunya saat ini.    "Apa yang harus aku lakukan?" Herman berdesir dalam  hatinya. Fikirannya dipenuhi kedua wajah wanita yang saat ini menjadi masalah dalam hidupnya.   Sesekali ia berfikir menyesali kelakuannya dulu. Kenapa ia harus bermain api didalam pernikahannya? Kenapa ia harus membawa Adinda masuk dalam permainan ini? Semua penyesalan membuat Herman semakin merasa bersalah karena sudah mengecewakan Amira, menkhianati janji pernikahannya, dan melibatkan Adinda dalam masalah rumit ini.     Jam masih menunjukan pukul 03.00 sore. Tidak biasanya Herman bersantai seperti ini. Ia sangat sibuk dengan ribuan pekerjaannya, pertemuan dengan banyak kliennya, dan banyak lag
Read more

Bukti 1

   Setelah selesai menghabiskan makanannya, Amira merebahkan tubuhnya dikasur. Perasaannya sedikit merasa tenang setelah bik Inah memberikan nasihat kepadanya. Ia berfikir mungkin memang dirinya lebih sensitif karena pengaruh hormon, sehingga hal-hal kecil saja bisa membuatnya stress.   Amira mencoba membuang semua prasangka buruk terhadap suaminya. Ia berniat akan mengubungi Herman dan meminta maaf, saat ia membuka pesan dilihatnya notif pesan dari martha."Hai Amira, maaf baru membalas pesanmu, Ponselku mati. Ini baru penuh," begitulah Isi pesan dari martha.   "Iya tak apa Martha," jawaban Amira singkat."Apa kau baik-baik saja sekarang? Kau sudah tak menangis lagi kan?heee.. "Tentu Martha, airmataku terlalu mahal jika aku harus terus membuangnya dengan sia-sia," jawab Amira bercanda.Amira tersenyum membaca pesan Martha. "Sepertinya Martha orang yang supel, enak diajak berteman," gumam Amira.
Read more

Bukti 2

   Amira menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Ia menangis dibalik bantal. Pikirannya masih tak percaya kalau suaminya ada main dengan perempuan lain dibelakangnya. Setiap kata-kata yang ia baca tadi, baginya  ibarat sebuah pedang yang menghunus tajam dan membuat perih hatinya seperti disayat-sayat.   "Berarti selama ini mas Herman hanya bersandiwara didepanku? setiap kata dan perilaku manisnya hanya untuk menutupi kebohongannya belaka," Pikirannya melayang-layang. Menikmati setiap rasa sakit yang kini tengah ia rasakan.  "Apa salahku? Apa kurangku mas," Amira menangis semakin menjadi jadi.     "Sejak kapan mas Herman begitu dibelakangku? Lirihnya dalam hati."Siapa sebenarnya wanita bernama Adinda itu? apa aku harus menanyakan langsung pada mas Herman, atau aku cari tahu sendiri?" Amira bermonolog. Seribu pertanyaan berputar-putar didalam otaknya. Ada sesak yang tak bisa ia tahan dalam dadanya. Ada rasa
Read more

Bukti 3

  Setelah semua masakannya selesai, Amira kembali ke kamar dan membangunkan suaminya."Mas bangunlah, sudah siang," Amira menggoyangkan sedikit tubuh Herman, yang nampak kelelahan. Ternyata tak susah untuk membangunkannya, karena dengan begitu saja Herman langsung terbangun.     "Makasi sayang, aku langsung mandi ya," ucap Herman mencoba meraih kepala Amira, namun seketika Amira menepis dengan cepat tangan suaminya itu. Melihat penolakan halus yang Amira berikan, Herman merasa kikuk, tenggorokannya terasa kering, sehingga ia putuskan langsung menuju kamar mandi. Sedangkan Amira menyiapkan pakaian yang akan Herman pakai.Semarah apapun Amira pada suaminya, ia tetap melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.   Tiba-tiba matanya kembali melihat  ponsel Herman yang tergeletak bebas. Diambilnya ponsel itu, kemudian ia mulai menscroll semua panggilan dan pesan di wa nya.   Benar saja, seperti dugaann
Read more

Cerita Martha

    Suasana dikamar mereka sekarang seperti didalam neraka. Hawanya terasa sangat panas. Bahkan Ac yang menyala pun tak mampu mendinginkan keadaan. Herman yang masih bersimpuh dihadapan Amira tak berkutik sedikitpun. Ia terus duduk dengan badan gemetar.    Begitupun dengan Amira, ia tak luluh sama sekali sepertinya pengkhianatan Herman membuat luka yang amat dalam sehingga sangat sulit untuk Amira menerima kenyataan ini.    Saat suasana menjadi hening, tiba-tiba ponsel Amira berdering. Amira hanya mendiamkannnya. Ia sama sekali tidak tertarik mengambil ponselnya  Pikirannya sedang sangat buruk saat ini.    Namun karena ponselnya terus berdering tanpa henti, akhirnya ia pergi meninggalkan Herman yang duduk terpaku didepannya dan mengambil ponsel miliknya.      "Iya Martha ada apa?" tanya Amira lemas."Haii kamu kenapa lemes gitu Mira? Kamu gak lagi sakit kan?"Tanya M
Read more

Terbongkar

"Deggg........" seketika jantung Amira seperti meledak. Tubuhnya mendadak kaku. Matanya membelalak bulat. Sangat tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar dari mulut Martha.Seperti petir disiang bolong yang menyambarnya, suhu tubuhnya panas dingin seketika. Kemudian ia menunduk dan airmata yang ditahannya dari tadi, akhirnya jatuh juga. "Apa benar Martha?" dengan suara pelan Amira merespon cerita Martha."Seperti apa perawakannya? tanya Amira lagi. Sebenarnya hatinya sakit mendengar ini, tapi ia ingin mendengar lebih banyak cerita tentang wanita yang sudah menghancurkan rumah tangganya itu. Ditambah lagi, hal yang sangat mengejutkan yang ia dengar barusan, benar-benar memukul jiwanya. Bagaimana bisa suaminya dengan wanita itu, sedangkan ia berpamitan pulang dan meninggalkannya sendirian di klinik? Jika itu memang benar adanya, berarti Herman lebih peduli pada perempuan simpanannya.    Hatinya mengingkari semua itu, ia mencoba b
Read more
PREV
123456
...
19
DMCA.com Protection Status