Home / Romansa / Karma(penyesalan) / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Karma(penyesalan): Chapter 31 - Chapter 40

182 Chapters

Hampir Tergoda

Adinda terdiam didepan cerminnya. Penolakan Herman kemarin membuatnya terpukul. Ia merasa harga dirinya sebagai seorang istri tak di pedulikan Herman.Sudah banyak cara ia lakukan, namun belum membuahkan hasil. " Jika cara seperti itu tak membuat Herman luluh juga, maka akan kulakukan cara halus untuk mendekatimu mas.." Adinda berbicara sendiri dalam hatinya. Ia sudah hampir putus asa, tapi bukan Adinda namanya kalau langsung menyerah begitu saja. Ia putar otaknya dengan keras. Sesekali ia kernyitkan dahinya, sebagai tanda kalau ia sedang fokus mencari cara baru. "Apa aku harus mendekatinya sampai kerumahnya?" lagi-lagi ia berfikir tentang sesuatu. Dia berdiri dari duduknya, kemudian mondar-mandir sambil dipegangnya dagunya. "Adinda...Adinda, ayo berfikirlaaahh....." dia mengetuk ngetikkan telunjuknya dikeningnya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. "Hmmmm..baiklaah, aku akan mendekatimu dengan caraku" gumamnya dalam ha
Read more

Bertemu Adinda dan Amira

"Ooh my GOD...big boss kita so sweet banget ya..." ujar salah satu karyawan berbisik ditelinga karyawan lainnya. Herman yang mendengar perkataan itu langsung melirik dan mengeratkan genggamannya.Selamat siang pak, bu" seorang recepsionis menyambut mereka ramah. Dibalas anggukan dan senyuman Amira. Berbeda dengan Herman suaminya yang hanya melenggang datar. "Oya pak...maaf, didalam ada seseorang yang sudah menunggu bapak" ucap salah satu resepsionisnya."siapa?" tanya Herman sedikit bingung. Seingatnya ia tak ada janji dengan siapapun pagi ini."Bu Adinda " jawabnya lagi. "DEGGG "Seketika jantungnya berdegup kencang tak beraturan saat mendengarnya. Herman langsung melirik ke arah Amira. Beruntung saat ini Amira tengah berbincang dengan karyawan lain, jadi tak mendengar percakapan Herman dan resepsionis itu berbicara. "Bagaiamana bisa dia senekad ini?" tanya Herman kesal dengan dirinya sendiri. Kemudian dengan cepat Herman mengeluarkan ponselnya. "Dimana kau ?Ak
Read more

Tamu Mengejutkan

Amira terus menerka nerka dalam hatinya, ia masih belum ingat siapa wanita didepannya ini. Dalam hati kecilnya ia merasa pernah melihat wanita itu, namun ia lupa dimana. Pasalnya Amira hanya pernah melihat foto Adinda sekali saja, dan itupun dari hasil foto Martha waktu di klinik dulu. Berbeda dengan Adinda yang sangat faham dengan wajah Amira,, baginya wajah itu sudah tak asing lagi, karena dulu sewaktu masih sering bersama Herman, Adinda selalu melihat-lihat galery Herman yang penuh dengan foto Amira. "Sedang apa kau disini?" tanya Adinda basa basi.Amira hanya terdiam, lalu menunjukkan hasil belanjaannya tadi. "Aku selesai membeli perlengkapan calon bayiku" ucapnya hangat. Adinda tersenyum tipis, namun dalam hatinya ia sangat ingin marah. "Harusnya aku yang mengandung anak Herman, dan bukan kamu !!" umpatnya dalam hati sambil memandangi oerut buncit Amira. "Sebentar, kenapa anda tak menjawab pertanyaanku, sebenarnya a
Read more

Adinda Tamu Itu

"Hmmm....sayang, mulai deeeh" jawab Amira sambil cemberut. Herman yang melihat tingkah istrinya mencubit bibir istrinya yang sedang cemberut. "Kamu tambah imut kalau merajuk seperti ini sayang" goda Herman lagi. "Aku serius mas, aku sama sekali tak ingat kalau aku punya teman dia" jawab Amira lagi."Sudahlah sayang....jangan dianggap pusing" timpal Herman sambil mengelus mesra rambut istrinya itu. "Bukan begitu sayang, hanya saja aku merasa heran saja" jawab Amira pelan. Tak lama hidangan pesanan mereka pun datang. Perut Amira yang sudah minta jatah daritadi langsung bersuara begitu melihat hidangan itu tersaji dengan nikmat. Ia langsung melahap makanan didepannya dengan rakus. Herman menatap wajah istrinya yang polos. Tersirat rasa bersalah dalam hatinya, kenapa ia bisa tega membohongi istrinya untuk yang kesekian kalinya. Ia menatap dalam Amira yang sedang fokus dengan makanannya, dan tak tahu kalau Herman tengah
Read more

Dusta Adinda

Herman tengah bersiap-siap untuk pulang. Sebelum ia menjalankan mobinya, dia menguhubungi Amira terlebih dulu. Ia takut kalau ada makanan yang diinginkan istrinya yang tengah hamil tua itu. "Sayaaang....kau sedang apa"? pesan dikirim untuk Amira. Namun tak ada jawaban dari Amira. Sampai akhirnya Herman menghubungi Amira lewat telepon.Amira tetap tak mengangkat telpon dari Herman. Dia tak mengetahui kalau Herman tengah menghubunginya. "Mungkin dia kelelahan setelah jalan-jalan tadi," gumam Herman dalam hatinya. Herman segera bergegas pulang, tak lupa saat perjalanan pulangnya, ia membeli makanan favorit Amira. Martabak manis rasa susu kacang. Ia tak ingin pulang dengan tangan kosong. Sementara Amira sesekali menatap jam di dindingnya, waktu sudah pukul 18.00 namun tak ada tanda-tanda kalau Adinda akan pulang. Dia bingung mencari cara agar Adinda mau segera pulang. "Ania maaf, ini sudah malam...apa orangtuamu tak menungg
Read more

Jebakan Mematikan

"Sebentar, aku minta izin dulu pada suamiku." Ucap Amira sambil meninggalkan Adinda dikursinya. Ia menaiki tangga menuju kamarnya dengan Herman. "Maaas..." ucap Amira membangunkan Herman dengan lembut. Herman langsung membuka matanya, menatap mata istrinya. "Kenapa sayang? apa temanmu sudah pulang"? tanya Herman lagi. Amira menggelengkan kepalanya. "Dia tak pulang, dia malah minta menginap disini ,bagaimana"? tanya Amira, ia takut kalau suaminya marah. Benar saja, raut wajah Herman berubah menyeramkan. Ia terlihat sangat tak suka. "Temanmu sungguh tak punya malu, apa harus aku mengusirnya sayang"? ucap Herman meninggikan nadanya. Ia merasa keberatan kalau Adinda menginap dirumahnya. "Maafkan aku mas, aku tak tahu kalau semua ini bisa jadi begini" Amira memelas pada Herman. Herman memandang wajah istrinya, ia merasa kasihan karena tengah bersandiwara dibelakang istrinya. "Ya sudah sayang, mau bagaimana lagi, ini juga bukan salahmu.." ucap Herm
Read more

Godaan Adinda

Pelukan mereka semakin kuat. Herman berusaha melepaskan tangannya dari tubuh Adinda ,ia takut akan berbuat terlalu jauh dengan istri keduanya itu. Ia sudah berjanji takkan menyentuhnya lagi. Namun tiba-tiba Adinda mendongakkan wajahnya, dan mencium bibir Herman dengan rakus. Sambil menangis ia menelusuri setiap garis bibir Herman. Serangan tiba-tiba itu membuat Herman diam tak berkutik. Herman melepaskan dengan kasar bibirnya. Ia menjauhkan tubuhnya dari Adinda. Dilihatnya wajah Adinda yang sudah dipenuhi nafsu. Ia berniat keluar dari kamar Adinda, karena takut pertahanannya ambruk oleh pesona Adinda. Namun dengan cepat Adinda membuka bajunya, ia tanggalkan kemeja yang ia pakai, dan terpampang dengan jelas dua gundukan daging yang menantangnya, dibalut dengan bra warna merah menyala membuat warna kulit semakin kontras. Herman hanya menelan salivanya melihat pemandangan indah didepannya. "Apa yang kau lakukan Adinda, sadarlah
Read more

Jangan Bermimpi

Dengan langkah tertatih dan perlahan, Adinda berjalan ke arah pintu, ia bermaksud membuka pintu kamarnya, namun baru saja ia memegang gagang pintu, tubuhnya ambruk seketika. Ia tak mampu lagi menahan bobot tubuhnya. "BRUKK"terdengar suara sesuatu jatuh dari dalam kamar, Amira yang mendengar dengan jelas suara itu, langsung membuka paksa pintunya yang ternyata tidak dikunci. Terlihat tubuh Adinda tergeletak lemas diatas lantai, mukanya tampak pucat. "Ania, bangunlah!!" Amira berteriak karena sangat kaget. Ia bingung harus bagaimana. Sedangkan dirumahnya tidak ada siapa-siapa. Ia segera berlari keluar rumah untuk mencari pertolongan, namun hasilnya nihil.Tak ada satu orangpun yang ia temui, hingga akhirnya ia menelepon suaminya. "Mas...bisakah kau pulang sekarang juga"? tanya Amira dengan suara yang tersenggal, nafasnya terdengar sangat memburu. "Ada apa sayang"? Herman sangat kaget mendengar suara Amira. Ia takut kalau terjadi sesuatu terhada
Read more

Pertahanan Herman Runtuh

Adinda terdiam sambil sedikit meneteskan airmata disudut matanya. "Sejijik itukah aku di matamu mas, sampai kau benar-benar tak mau sekedar berdekatan denganku" batin Adinda. Ia menidurkan kembali tubuhnya. Rasanya ia mau mati saja mendapatkan perlakuan Herman yang terus menerus menyakitinya. "Sesakit inikah mencintaimu" lirihnya dalam hati. Amira yang melihat Adinda merasa iba, didekatinya temannya itu. "Kau baik-baik saja Ania?" tanya Amira pelan."Iya Amira, aku hanya tak enak hati telah merepotkanmu dan suamimu" jawab Adinda pelan. "Tidak sama sekali Ania, sudahlah...jangan banyak fikiran begitu, kau harus rileks, kau baru sembuh" timpal Amira sambil mengelus tangan Adinda. Adinda hanya tersenyum lemah. "Sepertinya dia tahu pembicaraanku dan mas Herman tadi" gumam Amira dalam hatinya. "Biar nanti aku bujuk mas Herman lagi, agar dia mau mengantarkan Adinda pulang" batin Amira. Amira hanya merasa tak enak saja de
Read more

Perasaan Apa Ini?

Semua sudah selesai. Mereka bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanannya. Kali ini Herman meminta agar Amira duduk didepan bersamanya. Ia takut merasa mengantuk saat menyetir. Akhirnya Amira duduk disampingnya, sedangkan Adinda duduk sendiri dibelakang. Barusaja mereka melaju, Amira merasa mengantuk, karena kebanyakan makan, akhirnya dia tidur. Herman yang awalnya ingin ditemani mengobrol, terpaksa harus terdiam lagi, karena istri disampingnya malah meninggalkannya tidur. Suasana didalam mobil kini menjadi hening. Herman fokus pada jalan didepanny, begitu pula Adinda yang hanya melihat jalan dari jendela mobilnya. "Oiya, mobilmu biar besok Andi yang antar" tiba-tiba Herman memulai pembicaraan. Ia terlihat canggung sat berbicara pada Adinda. Adinda hanya bergeming mendengarnya, ia malas untuk berbicara dengan Herman. Ia takut kalau hatinya kembali terluka, karena terlalu besar menaruh harapan pada Herman. "Terimakasih, dan maaf merepotkan" jawabnya singkat. Kini s
Read more
PREV
123456
...
19
DMCA.com Protection Status