Home / Horor / Kafan Hitam / Chapter 131 - Chapter 140

All Chapters of Kafan Hitam: Chapter 131 - Chapter 140

198 Chapters

119

Mobil yang dikendarai Rojali mulai memasuki jalanan menuju Ciboeh. Tanpa diminta, pikirannya seketika melanglang buana pada kejadian lalu. Ada rasa nyeri di dada saat mengingat perlakuan warga Ciboeh padanya yang semena-mena. Hatinya bagai digores sembilu hingga mencipta luka lebar menganga yang terasa sakit saat disentuh ingatan, terasa nyeri saat lantunan istigfar dipaksa untuk menutup dan menyembuhkan luka, berusaha memaafkan.“Astagfirullah.” Rojali mengusap wajah, berusaha mengenyahkan pikiran tidak-tidak. Fokusnya sekarang adalah menyelamatkan Kiai dan juga menghentikan ritual Kalong Hideung.Rojali kembali fokus pda tujuan. Mobil yang dibawanya agak melambat saat akan memasuki area perkebunan. Kendaraan itu dibuat berguncang beberapa kali akibat kondisi jalan. Di sisi lain, semakin dekat ke lokasi desa, Rojali merasa jika udara kian terasa panas. Meski jendela dari samping kanan dan kiri terbuka, tetapi hal itu sama sekali tak membantu, yang ada keri
last updateLast Updated : 2022-01-16
Read more

120

Hal yang diinginkan Pak Yayat saat ini hanyalah  bisa tertidur nyenyak di ranjang kasur. Namun, sebagai pria yang sudah mengenal asam pahit kehidupan, ia tahu betul kalau kenyataannya akan selalu mempercundangi kenyataan. Nyatanya yang terjadi padanya jauh dari keinginan dan bayangan. Ia memang pernah melihat penampakan kuntilanak dan pocong. Hanya saja, dikejar oleh kumpulan pocong berkafan hitam baru pertama kali ia alami. Hihihihi .... Demi apa pun, Pak Yayat lebih memilih diomeli  istrinya selama berjam-jam sampai telinga berbusa dibanding harus mendengar suara barusan. Meski pandangannya lurus ke depan, ekor matanya masih bisa melihat pocong-pocong berlompatan di kiri dan kanan jalan, memamerkan wajah buruk rupa yang tak ingin ia lihat. Tak ada waktu bagi Pak Yayat untuk beristirahat meski raganya bak mobil tua yang dipaksa jalan. Napasnya terputus-putus, dan kakinya terasa ingin copot karena dipaksa berlari tanpa persiapan. Sa
last updateLast Updated : 2022-01-17
Read more

121

Cecep memutuskan untuk ikut berbaring. Tubuhnya yang besar membuat Arif dan Deden tersudut hingga ke sudut saung. Keduanya sebal, tetapi tak dapat komentar. Memang begini nasib berteman dengan orang gendut. Selama beberapa menit, suasana menjadi hening, yang terdengar hanya suara katak di pematang sawah, dan serangga yang melompat dari satu tangkai padi ke tangkai lain. Meski keadaan di dalam saung tampak tenang, tetapi pada kenyataannya kondisi di luar sudah dipenuhi pocong-pocong dan juga kabut tebal. Meski mata tertutup, nyatanya Cecep tak bisa terlelap. Ia tahu kalau dua sahabatnya pun merasa demikian. Lagi pula siapa yang bisa tidur nyenyak saat berita kalau diri kita akan ditumbalkan? Cecep perlahan membuka mata. Pria itu sebenarnya tak nyaman dengan posisinya sekarang. Hanya saja, ia sadar diri. Kalau sampai ia bergerak sedikit saja, pasti Arif dan Deden akan terganggu. Terakhir kali saja, Cecep melihat bila keduanya tersudut ke sisi ruangan. C
last updateLast Updated : 2022-01-17
Read more

122

Mahmud, salah satu warga Cigeutih yang memilih tinggal di rumah dibanding mengungsi. Saat ini, ia bersama dua anak dan istri berada di ruang tengah dengan bercahayakan lampu minyak karena listrik mendadak mati.Mahmud sesekali mengintip keluar. Setiap kali ia lakukan, kabut kian menghalangi pandangannya untuk mengetahui keadaan sekitar. “Kalian tidur saja,” ucapnya sembari menyeka keringat di dahi.Dibanding ikut berbaring dengan yang lain, Mahmud lebih memilih duduk di kursi kayu dekat jendela, dengan harapan ia bisa mengawasi keadaan luar dengan lebih leluasa. Sebatang rokok ikut menemani aksi terjaganya malam ini.Jujur saja, meski Mahmud tak ikut mengungsi seperti warga lain dengan alasan tak percaya, tetapi sebenarnya ia meyakini bila yang dikatakan Aep dan Pak Harun itu benar, terlebih saat mereka menunjukkan surat dari pesantren. Hanya saja, di siatuasi terburuknya, dibanding mati di sawah atau kebun orang, ia pikir akan lebih baik jika mati d
last updateLast Updated : 2022-01-17
Read more

123

“Silaing butuh bantuan kaula?” ujar sosok itu dengan kedua tangan terlipat ke belakang.Rojali tercenung di tempat, tak bergerak. Ia amati sosok pria di depannya lekat-lekat. Aneh, pikirnya. Kunci pusaka itu tak lagi bersamanya, tetapi sosok itu masih bersuara di pikirannya dan kini malah menemuinya.“Apa yang kamu inginkan dari saya?” tanya Rojali seraya mulai memasang kuda-kuda. Bersamaan dengan hal itu, ia mendengar suara teriakan yang saling bersahutan dan juga ucapan permintaan tolong entah dari mana.“Waktunya sudah dekat,” jawab sosok itu.Rojali berusaha mencerna ucapan barusan. Dugaannya bermuara pada ritual kujang pusaka yang sedang terjadi di Ciboeh. Tak ingin berlama-lama dengan sosok itu, Rojali mengambil keputusan untuk berlari ke arah kubah. Sayang, saat kakinya baru saja melangkah, sosok berpakaian kerajaan itu tiba-tiba berada di depannya.“Saya tidak punya—” Kalimat Ro
last updateLast Updated : 2022-01-17
Read more

124

Kereta kencana bergerak maju ke arah persawahan. Kondisi di kanan dan kiri menampilkan keadaan warga yang tak sadarkan diri di beberapa petak sawah, atap saung, pinggiran sungai, jembatan kayu, bahkan ada warga yang tersangkut di tumpukan batu, juga bayi yang menangis di pinggir sungai. Beberapa pocong juga tampak melompat-lompat di sekitar warga.      Tak ada perubahan ekspresi dari Rojali. Pandangannya masih kosong meski sudah melihat pemandangan mengerikan. Kalau dengan keadaan normal, ia pasti tak berhenti mengucap istigfar.  Kereta berbelok arah begitu sampai di akhir persawahan, lantas melaju ke arah perkampungan kembali. Untuk kedua kalinya, Rojali mendapati pemandangan mengerikan di persawahan. Meski begitu, ia tak dapat melakukan apa pun.Saat kendaraan sampai di jembatan penghubung Cimenyan dan Cigeutih, Rojali kembali melihat Ki Jalu dan Badru yang lagi-lagi gelisah, menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak hanya sam
last updateLast Updated : 2022-01-17
Read more

125

Badru mendapati raut kecemasan dan ketegangan yang bersemayam di wajah Ki Jalu. Meski tak tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi, pria setengah abad itu memilih bersiaga penuh, berjaga-jaga bila sesuatu yang buruk akan terjadi. Kendati demikian, bibirnya terasa gatal untuk bertanya. “Aya naon, Pak?” tanya Badru. Pandangannya kemudian berubah mengikuti arah pandang Ki Jalu yang tengah mendongak ke langit. Ki Jalu mengembus napas panjang. “Bapak ngarasa kalau ada yang sedang mengawasi kita. Bapak sudah mengerahkan semua kemampuan Bapak, tapi ... Bapak sama sekali teu bisa menemukan siapa-siapa.” Wajah Badru ikut dihantam kebingungan, terlebih saat orang tua tunggalnya berkali-kali melirik langit seperti tengah mencari sesuatu atau justru seseorang. Tak biasanya ia melihat sang bapak segelisah ini. “Apa mungkin aya orang yang menerobos masuk, Pak?” Badru kembali bertanya. Pandangannya kembali memindai sekililing. Wasp
last updateLast Updated : 2022-01-18
Read more

126

Euis ikut dibuat kaget. Fokus pada kondisi Nunung membuatnya lupa pada anak kecil tadi. “Uden,” panggilnya, “Uden.”Wajah Aep mendadak pucat. Sepanjang penglihatannya, anak kecil itu tak dijumpai di mana pun. Euis sudah mulai menangis sembari berteriak, merasa lalai karena tak memperhatikan Uden.“Teh, Mang,” ucap Uden yang muncul tiba-tiba dari samping mereka. Anak kecil itu memegang dua buah daun talas yang diubah fungsinya menjadi gelas untuk menampung air.“Kamu dari mana atuh, Den?” tanya Euis yang langsung menghambur ke arah Uden.“Saya ... ambil air, Teh.” Uden menunduk, takut dimarahi karena tak izin lebih dahulu.Euis mengembus napas lega. Ia melirik sinis Aep yang sepertinya ingin memarahi Uden. “Biar saya saja yang ambil air,” ujar Aep saat sadar tatapan Euis padanya. “Kalian  tunggu di sini.”Aep berjalan ke arah tempat
last updateLast Updated : 2022-01-18
Read more

127

Uden mengangguk. Ia mengerahkan kekuatan saat menarik gerobak di tengah jembatan. Aep memperhatikan dari sisi jembatan agar bisa bertindak cepat bila terjadi sesuatu. Hingga Uden mencapai tengah jembatan tak ada masalah yang terjadi. Anak laki-laki itu berusaha tenang meski wajahnya tampak tegang. Di seberang jembatan, Euis menyenteri papan kayu sebagai cahaya tambahan dari obor yang terpasang di sisi gerobak. Ia ingin memastikan pergerakan anak kecil itu dengan saksama.  Di saat itulah kejutan yang akan memeriahkan malam datang. Bersamaan dengan angin kencang yang tiba-tiba berembus, kumpulan pocong mendadak muncul di sekitar sungai dengan tawa memekakkan. Di antara orang-orang itu, Uden-lah yang pertama kali menyadari. Ia seketika membatu di tengah jembatan, lalu menangis tanpa suara dengan kedua tangan menutup wajah. “Uden, cepat jalan!” teriak Euis, “kunaon kamu ... astagfirullah Teh Nunung.” Euis mendadak dikejutkan dengan tubuh Nun
last updateLast Updated : 2022-01-18
Read more

128

Gumaman Aep nyatanya didengar oleh Euis. Tanpa bisa dicegah, gadis itu menoleh lagi ke belakang. Saat menemukan seseorang tengah berdiri di ujung seberang, ia buru-buru mengalihkan pandangan lagi ke depan.“Aya naon, Teh?” bisik Uden. Wajahnya ikut tegang saat melihat ekspresi Euis. “Pocong lagi?”“Diam,” bisik Aep dengan suara gemetar, “dan jangan menoleh ke belakang.”Hening seketika menerkam. Meski jarak mulai merenggang, Aep masih mengintip arah belakang melalui ekor mata. Sosok itu kini sudah menjejakkan kaki di jembatan. Di tengah situasi menegangkan, pikiran Aep terus bekerja cepat untuk memikirkan jalan keluar.“Jalan,” ucap Aep. Tarikan napasnya mendadak lebih cepat dua kali lipat.Seolah paham dengan keadaan, Euis dan Uden tak protes soal perintah barusan. Mereka mendorong gerobak dengan tangan gemetar. Meski penasaran, keduanya berusaha untuk tak menoleh ke belakang, me
last updateLast Updated : 2022-01-18
Read more
PREV
1
...
1213141516
...
20
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status